Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dicekal, Setya Novanto Makin Tersudut

17 April 2017   08:34 Diperbarui: 17 April 2017   18:00 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, mengingat besarnya kasus  E-KTP baik dari segi jumlah kerugian uang negara maupun jumlah pejabat yang terlibat (mulai dari anggota dan pimpinan DPR, gubernur, pejabat tinggi negara, hingga mantan pejabat tinggi negara) maka cukup wajar kasus E-KTP inilah yang dicurigai sebagai alasan penyerangan Novel Baswedan. Dan, ada nama Setya Novanto dalam deretan pejabat yang tersasar kasus ini. 

Yang membuat nama Setya Novanto makin tidak bagus adalah serangan terhadap Novel Baswedan Selasa Subuh itu, hanya selang beberapa jam setelah Direktorat Jenderal Imigrasi mengeluarkan perintah cekal Setya Novanto atas permintaan KPK Senin malam (10/4/2017). Tidak bisa tidak orang akan teringat Setya Novanto atas kejadian yang menimpa Novel itu.

Suasana kebatinan inilah yang gagal dipahami atau diabaikan oleh DPR yang dimotori Fahri Hamzah dan kawan-kawan itu. Bukannya prihatin atas kejadian yang menimpa Novel, justru mereka lebih mendahulukan egonya dengan mengirim surat protes ke presiden.  Seharusnya mereka mengutuk dengan keras apa yang menimpa penyidik KPK itu. 

Mereka juga seharusnya menyerukan pengusutan dan penuntasan kasus korupsi yang kini tengah ditangani KPK itu. Walaupun ditengarai banyak anggota DPR dan pimpinan DPR ikut tersangkut kasus itu, mereka sebagai wakil rakyat harus berani bersikap. Tetapi, kenyataannya tidak seperti itu. 

Sikap itu makin mengukuhkan penilaian bahwa DPR memang tidak pro pada upaya pemberantasan korupsi. Mereka tampak selalu berseberangan dengan KPK dalam pemberantasan korupsi walaupun harus diakui masih ada anggota DPR yang bersikap sebaliknya. 

DPR juga terus menyuarakan upaya revisi UU  KPK yang justru akan melemahkan KPK karena menyangkut empat hal, yaitu pembatasan penyadapan, kewenangan pengangkatan penyelidik dan penyidik, kewenangan penerbitan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3), dan pembentukan dewan pengawas. Februari lalu, atas perintah pimpinan DPR, kembali dilakukan sosialisasi revisi UU KPK itu ke perguruan tinggi, meski rencana revisi itu tak ada di program legislasi nasional.

Semua fakta itu menunjukkan seperti apa wajah DPR yang sebenarnya dalam urusan korupsi. Dengan tindakan protes ke presiden terkait pencekalan Setya Novanto, makin lengkaplah semua itu. DPR memang sudah mengalami amnesia, lupa kepada jati dirinya, akal sehatnya, dan tugas serta tanggung jawabnya, termasuk dalam peperangan melawan korupsi. DPR seperti telah jadi sahabat koruptor dan jadi musuh rakyat.

DPR Salah Langkah

Pencekalan Ketua DPR Setya Novanto oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas permintaan KPK telah sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Undang-undang yang dibuat DPR dan pemerintah ini memberikan kewenangan kepada KPK untuk mencekal seseorang meski masih berstatus sebagai saksi atau perkaranya masih dalam tahap penyidikan dan penyelidikan. 

Lantas mengapa DPR kok malah protes ke Presiden Jokowi, bukankah itu aturan yang mereka buat sendiri? Jawabannya, mungkin karena mereka sedang terkena amnesia akibat guncangan kasus korupsi E-KTP yang menyeret begitu banyak anggota dan pimpinan DPR.

Syok akibat deraan kasus ini, yang menggema di persidangan dan pemberitaan, sangat mungkin telah menimbulkan perlawanan membabi buta terhadap KPK. Karena melawan secara membabi buta, maka nalar sehat kurang dikedepankan. Kondisi ini bisa memicu amnesia psikologis sehingga meminggirkan dan melupakan produk perundangan yang telah mereka buat sendiri, yaitu UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK Pasal 13 tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun