Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Merasa Dizalimi: Mulai dari SBY, Patrialis, Riziek, Buni Yani, hingga Sylviana

29 Januari 2017   16:54 Diperbarui: 29 Januari 2017   17:05 3929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: slideshare.net

Karena itu, ketika Patrialis, Riziek, Buni Yani, Sylviana juga menggunakan komunikasi yang serupa, merasa dizalimi, timbul pertanyaan masihkan rakyat percaya dan simpati dengan pernyataan semacam itu. Jika pernyataan itu sekedar pernyataan tanpa adanya upaya menggaungkannya sehingga menjadi informasi yang sambung menyambung, jelas kurang efektif untuk meraih simpati dan dukungan. Rakyat makin kritis.

Dan, mungkin di sinilah peran goreng-menggoreng informasi (bisnis hoax dan juru fitnah) menjadi strategis agar pernyataan merasa dizalimi mendapat pembenaran dan simpati. Tetapi pertanyaannya adalah adakah relasi langsung antara pernyataan merasa dizalimi itu dengan bisnis hoax dan juru fitnah itu. Kita harus hati-hati dalam menjawabnya.  

Bisa saja kecurigaan (yang menyebut adanya relasi baik langsung atau tidak antara pernyataan merasa dizalimi dengan upaya goreng menggoreng berita oleh kelompok kepentingan) itu benar dan membuat taktik dizalimi ini masih ampuh. Asalkan, gorengannya cespleng dan didukung produksi informasi yang membanjiri medsos, portal berita, syukur-syukur bisa menembus televisi, media cetak, dan kantor berita ternama.

Tetapi itu jelas sebuah upaya yang mahal, melibatkan cyber army, wartawan bayaran, juga mungkin saja (kalau bisa) membeli "jam tayang" televisi, atau halaman surat kabar dan majalah. Semua upaya itu menyuarakan hal yang sama bahwa si A benar-benar telah dizalimi, sebagaimana pernyataan si A.

Tetapi, kalau mengacu pada pendapat itu, maka si pengucap merasa dizalimi itu harus memenuhi syarat agar ucapannya itu bisa tergoreng dan menjadi bisa "dipercaya". Pertama, dia didukung oleh kelompok goreng menggoreng berita karena punya relasi langsung dan kepentingan bersama. Kedua, orang itu bisa dimanfaatkan untuk menggoyang kredibilitas pihak lain yang dinilai menzalimi.

Apakah Patrialis Akbar, Riziek, Buni Yani, Sylviana Murni memenuhi kriteria itu? Kalau melihat situasi politik yang ada saat ini, keempat orang itu memenuhi syarat. Patrialis paling tidak bisa mendapat dukungan karena bisa menggoyang kredibilitas KPK kalau pernyataannya merasa dizalimi dan tidak menerima uang sepeser lun itu benar.

Sylviana Murni jelas memenuhi syarat karena majunya dia sebagai cawagub bersama Agus putra SBY tentu telah diiringi tim informasi yang tangguh. Tim ini tentu tak akan membiarkan begitu saja jagoannya merasa dizalimi tanpa tindak lanjut. Karena itu pula, serangkaian produk berita, artikel, opini, dan cuitan di medsos wajar jika telah membanjiri dunia informasi Pilkada DKI.

Riziek FPI pun demikian. Jaringan FPI dengan cyber army-nya tentu telah pula memproduksi serangkaian berita, informasi, cuitan di medsos, dan lainnya. Semua tentu dengan gegap gempita akan mendukung pernyataan Riziek telah dizalimi karena secara beruntun telah dilaporkan ke polisi dengan berbagai tuduhan dan kasus.

Buni Yani, yang mungkin kurang mendapat dukungan sehebat Sylvi atau Riziek. Tetapi, serangkaian upaya mulai pemberian gelar pahlawan, pengumpulan donasi, pendampingan hukum, juga dukungan di medsos, menunjukka dia juga memenuhi syarat sebagai pihak yang layak diberi bantuan goren-menggoreng informasi itu.

Meskipun demikian, tulisan bukan hendak menuduh bahwa benar ada upaya semacam itu untuk membuat pernyataan "merasa dizalimi" yang mereka ucapkan bisa meraih simpati dan dukungan masyarakat. Tetapi, syarat untuk terwujudnya dukungan semacam itu ada pada mereka.

Tetapi, lagi-lagi pertanyaannya adalah, apakah masyarakat percaya dan bersimpati atas pernyataan merasa dizalimi itu. Jawabannya tentu kembali kepada masyarakat sendiri. Benar bahwa manajemen isu (goreng menggoreng informasi) bisa mempengaruhi pasar informasi. Tetapi, jika masyarakat semakin kritis, tentu mereka tidak lagi mudah terharu atau bersimpati meski seseorang mengaku merasa dizalimi. Terlebih lagi jika kasus yang membelit orang itu terang benderang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun