Sementara itu, di daerah Penjaringan Jakarta juga terjadi aksi kerusuhan dan penjarahan minimarket. Walaupun pelakunya tidak terkait aksi demo di depan Istana, namun terbukti ada yang menggerakkan untuk melakukan aksi itu. Terlalu sulit untuk disebut aksi ini tidak terimbas aksi demo di depan Istana, setidaknya ini adalah aksi pendomplengan.
Kembali ke aksi demo di depan Istana, yang menarik adalah peran orator di mobil komando yang menyerukan perlawanan. Apakah ini tidak bisa dipandang sebagai bukti adanya kesengajaan dalam aksi lanjutan itu. Terbukti meski akhirnya petugas berhasil menguasai keadaan, pendemo bukannya membubarkan diri namun  mengalihkan aksi ke gedung DPR/MPR.
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat adalah representasi kedaulatan rakyat, yang dalam sistem demokrasi kita diwakilkan kepada para anggota dewan. Kedaulatan rakyat Indonesia yang heterogen dan majemuk, tentunya tidak bisa diklaim sebagai milik sekelompok masyarakat atau golongan. Karena itu, setiap upaya pendudukan gedung DPR harus dilawan dan digagalkan.
Dalam beberapa aksi demo baik di daerah maupun di pusat, para demonstran sering menjadikan gedung DPRD atau DPR sebagai sasarannya. Mereka merasa di sanalah kedaulatan rakyat berada. Pada banyak kasus, mereka dengan sekuat tenaga berusaha menduduki "rumah" mereka.Â
Tetapi, masalahnya, kepentingan yang mengiringi aksi demo itu tidak bisa dianggap sebagai kepentingan seluruh rakyat dan sangat mungkin banyak kelompok rakyat lain yang bersebarangan dengan mereka. Oleh karena itulah, aparat keamanan tentu akan mencegah aksi pendudukan semacam itu untuk mencegah marwah negara dan aksi balasan dari kelompok masyarakat lain.
Karena itulah, menjadi aneh ketika Ketua MPR yang juga Ketua PAN Zulkifli Hasan dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah mempersilakan para pendemo aksi 4 November untuk menginap di Gedung DPR/MPR. Alasannya gedung DPR/MPR adalah milik rakyat. Untunglah Ketua DPR Ade Komaruddin, Kapolda Metro Jaya Irjen M Iriawan, dan Pangdam Jaya  Mayjen Teddy Lhaksamana menolak keras hal itu.
Melalui orasi sampai suara serak, Rizieq Shihab pimpinan FPI mencoba memaksakan kehendaknya agar pendemo dizinkan masuk ke Gedung DPR/MPR. Aparat tak bergeming. Akhirnya delapan perwakilan demonstran termasuk Rizieq, diterima Ketua MPR Zulkifli Hasan dan Anggota Komisi III DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Aboe Bakar Alhabsyi. Hasilnya demonstran bubar, pulang dengan bantuan transportasi dari DPR.
Aksi "memaksa menginap" di gedung DPR/MPR oleh para demonstran yang dipimpin Rizieq Shihab itu menjadi menarik dibahas, karena aksi itu bisa dipandang sebagai aksi lanjutan setelah insiden bakar-bakar di depan dan di belakang Istana Negara. Jika berhasil memasuki gedung itu, maka sudah bisa dipastikan mereka akan dirikan base camp perjuangan melawan Jokowi dengan alasan kasus Ahok di situ.
Itulah tujuan mereka bertahan di depan Gedung DPR/MPR hingga Subuh itu. Suara-suara soal akan dipaksakannya sidang istimewa oleh kelompok ini, untuk menekan pemerintahan Jokowi sudah terdengar. Jadi, bisakah dinilai memang sudah ada simbiosa mutualisme antara pendemo dan sebagian anggota DPR? Biarlah waktu yang menjawabnya.Â
Tetapi, alasan Gedung DPR/MPR adalah milik rakyat karena itu wajar kalau rakyat menginap di situ setelah demo di depan Istana Negara, sejak awalnya memang ganjil. Terlebih lagi Fahri Hamzah sempat menyebut dua cara menjatuhkan presiden adalah melalui parlemen jalanan dan parlemen dalam ruangan.
Salam.