Sasaran pun sudah diubah, tidak lagi Balai Kota Jakarta, tapi Istana Negara di mana presiden berada. Isunya, presiden melindungi Basuki Tjahaja Purnama dan mengintervensi sehingga polisi tidak memproses kasus itu. Padahal ada aturan yang mengharuskan kasus hukum semacam itu yang menerpa seorang cagub, diproses usai pilgub selesai. Ketua ICMI Jimly Asshiddiqie yang juga mantan ketua MK termasuk yang berpendapat seperti ini.
Dan, kasusnya melibatkan gubernur DKI Jakarta pun sasarannya telah dibelokkan ke Presiden Jokowi dengan alasan agar tak ada intervesi. Dari sini sudah terlihat ada yang bengkok. Mereka menolak intervensi hukum tetapi malah meminta Presiden Jokowi agar Basuki Tjahaja Purnama ditangkap dan ditahan. Ini sama artinya meminta presiden mengintervensi hukum.
Ketika presiden mengundang NU, Muhmmadyah, dan MUI dan menegaskan sikapnya bahwa perkara itu sepenuhnya diserahkan kepada kepolisian dan telah diproses, sebenarnya tuntutan merek agar kasus ini segera diproses sudah terjawab. Dengan begitu demo seharusnya sudah tak perlu lagi. Tetapi, yang terjadi tidak seperti itu. Demo harus tetap jalan atas nama demokrasi, dengan tuntutan meminta presiden mengintervensi hukum dengan menahan dan menjadikan tersangka Basuki Tjahaja Purnama.Â
Pada babak pendahuluan inilah pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers pada 2 November di rumahnya menjadi penting untuk dikaji. Pernyataannya yang diawali dengan kunjungan ke Menko Polhukam Wiranto dan Wapres Jusuf Kalla pada 1 November, sehari setelah Presiden Jokowi bertamu ke rumah Prabowo Subianto di Hambalang dan naik kuda bersama, dinilai memanaskan suasana yang tensinya sedang diturunkan oleh banyak elemen bangsa.
Pernyataannya soal intelejen eror dan seterusnya itu, termasuk Lebaran Kuda yang jadi viral di medsos itu, dinilai banyak pihak tidak bijak. Pernyataannya itu justru memperlihatkan kepentingan SBY atas demo itu, karena Agus Harimurti putra sulungnya menjadi cagub DKI.Â
Dan hingga kini, tuduhan SBY mendanai demo 4 November terus terucap dari orang-orang dekatnya. SBY dinilai banyak pengamat politik sedang mengulang peran lama, sebagai orang yang dizalimi untuk meraih simpati publik.Â
Selain itu pernyatannya agar Ahok segera diproses hukum, juga dinilai sebagai intervensi. "Kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, Pak Ahok mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum." Inilah cuplikan ucapan SBY yang disesalkan banyak pihak itu. Jangan salahkan orang kalau SBY dinilai juga ikut menjadi kompor dalam kasus itu.
Masih dalam babak pendahuluan ini, muncul pernyataan menarik dari Ketua MPR Zulkifli Hasan yang mempersilakan demonstran menginap di gedung MPR dengan alasan gedung itu juga milik rakyat. Suara sama juga muncul dari Fadli Zon wakil ketua DPR bahwa pendemo boleh menginap di gedung DPR asal ada surat permintaan resmi. Fahri Hamzah juga menyatakan hal yang sama. Baik Fadli Zon maupun Fahri Hamzah juga ikut dalam demo itu.
BABAK UTAMA, DEMO DAMAI
Babak utama demo damai 4/11 bisa dikatakan relatif damai. Demo ini berlangsung dari pagi hingga pukul 18.00 sesuai aturan. Tak perlu diulas panjang lebar, yang penting memang damai, malah ada aksi polisi cilik, ada aksi bersih-bersih, ada acara selfie pendemo dan petugas, bahkan ada pedekate pendemo ke polwan, dan seterusnya. Jadi damai.
Inilah bagian paling krusial, yang disebut aksi ba'da Isyak di demo 4/11. Secara fisik dan psikologis, pada waktu itulah situasi yang paling rawan. Demonstran yang tak kunjung mau bubar, bahkan ada yang terus merangsak hendak masuk ring I, sementara petugas sedari pagi terforsir tenaga dan psikisnya. Kondisi semacam itu sangat mudah menyulut kerusuhan.
Konon diawali lemparan botol air minum dan batu ke petugas, aksi berubah menjadi anarkis dan melampaui batas, dan aksi kekerasan lain. Kendaraan petugas dibakar di jalan depan Istana dan di jalan belakang Istana. Apakah ini aksi spontan dan tidak direncanakan? Biarlah pengusutan yang kini berjalan yang menjawabnya.