Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mungkin, Sudah Waktunya Archandra Dilantik Lagi

3 Oktober 2016   10:41 Diperbarui: 3 Oktober 2016   10:56 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Permasalahan kewarganegaraan Archandra Tahar sudah selesai. Dia telah telah resmi menjadi warga negara Indonesia kembali. Yang belum jelas hingga kini, apa peran selanjutnya yang harus dijalaninya. Mungkin, Presiden Jokowi sebaiknya segera melantik dia kembali untuk membenahi carut marut sektor energi dan permasalahan di Kementerian ESDM.

Pemikiran dan harapan ini mengacu pada kondisi real yang dihadapi Indonesia saat ini, terkait kemandirian energi dan pembenahan carut marut persoalan di sektor ini. Duet Luhut Binsar Pandjaitan selaku menko maritim dan Archandra Tahar sebagai menteri ESDM dipastikan akan membawa perubahan yang lebih baik dalam mewujudkan kemandirian energi nasional.

Kemistri dua tokoh ini akan membawa hal yang positif. Luhut punya keberanian, ketegasan dan ketegaran hati singa, serta bersifat terbuka untuk menerima sesuatu yang baru, yang positif untuk bangsa ini. Archandra Tahar punya kemampuan intelektual dan keterampilan yang mumpuni di bidang migas, orang yang tak terkait dengan kelompok kepentingan yang sudah mapan di Kementerian ESDM, orang yang berani melakukan perubahan.

Kemistri dua orang ini, dengan dukungan penuh Sri Mulyani selaku menteri keuangan, tentu bisa melahirkan kebijakan dan aturan yang lebih sehat baik bagi keuangan negara maupun iklim investasi di bidang ESDM. Contohnya, pembenahan peraturan perundangan soal investasi di hulu migas, aturan pembelian migas dalam negeri, soal kewajiban membangun smelter, moratorium ekspor mineral mentah, dsb.

Harus diakui, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat ini memang telah melakukan serangkaian perbaikan aturan, merevisi PP No 79 Tahun 2010 tentang cost recovery, juga penghapusan pajak selama eksplorasi bagi investor migas, dll. Sri Mulyani juga telah mengimbanginya dengan koordinasi yang baik dan seirama. Namun, jika menteri ESDM (dalam hal ini Archandra Tahar) ada di antara mereka, upaya itu akan berjalan lebih cepat lagi.

Pekerjaan besar dalam mewujudkan kemandirian energi nasional, memerlukan tenaga yang ahli dan berkompeten, tak terkait kelompok kepentingan di ESDM, baik mafia migas maupun mafia anggaran. Potensi energi migas dan tambang kita masih sangat besar, hanya saja memerlukan pendekatan dan wawasan teknologi baru. Zaman mudah menambang sudah hampir usai, kini potensi tambang memerlukan pendekatan yang jauh lebih canggih.

Saya kira, inilah tujuan awal memanggil pulang Archndra Tahar putra Minang yang telah bermukim di Amerika. Setelah permasalahan kewarganegaraan selesai, sudah seyogyanya tujuan awal pemanggilan Archandra ini mengemuka lagi. Presiden Jokowi tentumya tahu persis jika Archandra memang orang yang bisa dipercayainya untuk melakukan perbaikan di Kementerian ESDM dan mewujudkan kemandirian energi.

TANTANGAN DI BIDANG ESDM

Ada beberapa tantangan yang kini dihadapi untuk mencapai kemandirian energi dan membentuk Kementerian ESDM yang lebih tangguh; di antaranya reformasi birokrasi, reformasi tata kelola ESDM, dan reformasi wawasan keahlian serta penguasaan dan penerapan teknologi penambangan dan pemanfaatan energi masa depan.

I. Reformasi birokrasi; ini adalah permasalahan yang tak kunjung selesai, yang berjalan maju dan mundur bergantung semangat yang berhembus. Reformasi seharusnya dilakukan sesuai tuntutan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi. Sikap birokrasi sebagai penguasa yang kaku jelas bukan zamannya, Sebaliknya sikap birokrasi yang abai kepentingn negara, jelas merugikan.

Contoh tentang hal ini, terlihat saat perdebatan pilihan offshore dan onshore pada Blok Masela beberapa waktu lalu. Alih-alih memberikan pertimbangan yang netral dan menguntungkan negara, pejabat yang betwenang justru menyuarakan kepentingan investor. Bahkan dia terkesan berani mendesak dan menekan  Presiden Jokowi.

Tak hanya itu, perhitungan biayanya juga sangat pro investor. Tak terlihat ada upaya serius untuk menyajikan perhitungan yang lebih menguntungkan negara. Yang unik, munculnya perhitungan biaya yang lebih kecil, yang menguntungkan negara, justru ditentang habis-habisan dan dikatakan tidak benar.

Kasus itu memperlihatkan perlunya reformasi sikap mental aparat di Kementerian ESDM. Mereka harus duduk kembali sebagai sebagai aparat negara yang menyuarakan dan membela kepentingan negara. Sehingga, tidak ada kejadian lagi aparat yang justru merangkap sebagai jubir investor, yang berani menekan presiden atasannya secara terbuka.

Meskipun demikian, sebagai aparatur negara yang melayani publik termasuk investor, tidak pada tempatnya juga jika mereka menempatkan diri sebagai penguasa yang kaku yang justru minta dilayani. Di sinilah perubahan mental yang menempatkan kepentingan negara di tataran utama dan sifat melayani publik termasuk investor, diperlukan.

Melihat kasus yang terjadi di bidang ESDM ini, pola relasi yang menahun yang  melibatkan pejabat dan pegawai ESDM dengan investor dan publik yang dilayani, telah melahirkan kelompok kepentingan yang berkuasa. Para penguasa atau yang kita kenal dengan mafia migas dan pertambangan ini, telah berakar cukup dalam sehingga tidak terganggu pergantian pejabat karena pensiun atau sebab lain.

Diperlukan pisau bedah yang tajam dan ahli yang berani, untuk mematikan jaringan kelompok kepentingan yang sangat merugikan negara ini. Tentu saja ahli yang berani dengan pisau bedah yang tajam itu tak boleh tetkait atau terkontaminasi kelompok kepentingan itu. Inilah perlunya orang baru yang netral dan bisa melihat dan mengatasi perasalahan.

Jika hal itu bisa dilakukan, barulah harapan semangat antikorupsi bisa tumbuh. Semangat yang membutuhkan perubahan mendasar yang menjamin kenyamanan dan keamanan pegawai, pejabat, atau siapa pun terlibst di urusan ESDM, untuk bersikap antikorupsi. Sikap antikorupsi itu bukan perkara yang mudah dan nyaman dalam birokrasi yang sudah korup, apalagi korup akut.

Oleh karena itu  diperlukan terobosan baru menata sistem yang memungkinkan pengawasan yang lebih terbuka dan transparan, untuk mencegah korupsi. Selain pengawasan yang lebih transaran dan terbuka, tentu banyak hal lain yang harus dibuat   terbuka, baik tender, perhitungan keuangan, maupun hal lain. Kalau perlu, setiap rapat diungkap ke publik lewat youtube misalnya.

Dunia ESDM yang selama ini terkesan tertutup dan hanya diketahui beberaoa kelompok kepentingan, sudah waktunya menjadi dunia yang terbuka, dengan segala permasalahannya. Dunia ESDM yang tertutup cenderung koruptif, sebaliknya jika terbuka memungkinkan kontrol publik yang lebih luas dan masukan untuk kebaikan juga akan mengalir.

Reformasi birokrasi di Kementerian ESDM harus bisa menghadirkan suasana baru yang lebih sehat dan bebas korupsi. Nama-nama yang sudah dikenal lekat dengan kelompok kepentingan mafia migas dan pertambangan, sudah seharusnya ditangkal dan didepak keluar. Kalau terindikasi melanggar hukum, meski sudah bertahun lalu, sudah selayaknya  pula diproses dan dihukum. Inilah reformasi SDM di Kementerian ESDM.

II. Reformasi tata kelola ESDM; ini adalah pekerjaan penting pengambil kebijakan setingkat menteri ke atas. Reformasi ini telah mulai dijalankan dengan merevisi PP No 79 Tahun 2010 yang selama ini memberakan investor.  Poin paling krusial menyangkut kewajiban pajak selama kegiatan eksplorasi sudah dihapus dan pos pembiayaan yang masuk cost recovery juga sudah diubah.

Diharapkan kebijakan ini bisa menggairahkan kembali iklim investasi di hulu migas. Yang segera menyusul adalah upaya maping 2D dan 3D atas titik-titik yang menyimpan potensi migas, sebagai salah satu insentif teknologi agar risiko lubang kering yang dihadapi investor bisa diperkecil.

Meskipun demikian, revisi PP No 79 Tahub 2010 dan insentif teknologi yang diberikan kepada investor tidak serta merta mengabaikan kepentingan ekonomi negara. Dalam perhitungan pembiayaan yang diajukan KKKS, harus dikaji benar sehingga didapatkan perhitungan yang wajar tanpa diwarnai mark up, dan menguntungkan negara. Kasus perhitungan biaya di Blok Masela dan beberapa blok lain, menunjukkan pejabat ESDM masih selalu mengamini perhitungan KKKS.

Masih banyak pekerjaan lain, misalnya adanya Permen ESDM 06/2016 tentang ketentuan dan tata cara penetapan alokasi dan pemanfaatan serta hara gas bumi. Dalam Perpu yang ditandatangani Sudirman Said pada 24 Februari 2016 dan diundangkan pada 25 Februari 2016, trader yang tak punya fasilitas perpipaan atau sering disebut calo itu, diberi kesempatan tetap beraktivitas dan membangun fasilitas perpipaan hingga dua tahun ke depan atau 2018.

Artinya, setelah dua tahun, mereka tetap berlanjut usahanya jika punya fasilitas perpipaan. Kalau tidak ya harus didepak. Tetapi, setidaknta selama dua tahun ke depan mereka masih bebas beraktivitas, yang berarti mata rantai perdagangan gas yang penuh pencari rente ini tetap berjalan. Pertanyaannya apakah ini sejalan dengan upaya pemerintah menekan harga gas untuk konsumsi dalam negeri.

Masih ada kisruh soal PMK 107/2015 tentang pajak pembelian minyak mentah KKKS lewat trading arms, yang dikenai pajak 1,5 persen untuk trading arms dalam negeri dan 3 persen untuk trading arms di luar negeri (semua KKKS menjual minyak lewat trading arms dan umumnya berkedudukan di Singapura)

Namun, ada klaim keputusan mantan menteri ESDM Sudirman Said yang mengubah formula minyak Indonesia Crude Price yang disamakan dengan minyak jenis brent yang mahal sehingga harga minyak dalam negeri menjadi mahal.

Tetapi fakta lain juga  menunjukkan kemungkinan ISC suka membeli minyak mentah luar negeri, diduga karena bisa bermain perbandingan blending Sarir 70 persen dan Mesla 30 persen yang diubah sebaliknya sehinggga merugikan negara namun menguntungkan pejabatnya. Praktek ini ternyata diduga sudah lama terjadi, sejak 2006 namun namun sayangnya audit forensik oleh Kordamentha perusahaan yang disewa Pertamina, membatasi auditnya hanya pada tahun 2012-2014.

Itu adalah masalah tata keloka yang melibatkan EDSM, BUMN, MENKEU, dan pejabat terkait lain. Tentunya naif sekali jika masalah ini dianggap tidak ada.

III. Reformasi wawasan keahlian serta penguasaan dan penerapan teknologi penambangan dan pemanfaatan energi masa depan. Sudah jelas, sumber migas dan tambang konvensional untuk memenuhi kebutuhan energi Indonesia, semakin menipis meski potensi itu tetap ada dengan upaya eksplorasi yang terus dijalankan

Namun, yang pasti teknologi yang diperlukan semakin canggih dan memerlukan  sumber daya manusia yang mumpuni. Peran penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian yang terus berkembang menjadi masalah mendesak untuk Kementerian ESDM. Perubahan wawasan ini sangat diperlukan jika memang ingin menciptakan kemandirian energi.

Potensi shale oil, shale gas, gas metana batubara, methane hydrate, tight sand gas, cukup melimpah di Indonesia. Potensi migas non-konvesional ini memang telah mulai digarap di Indonesia, namun boleh dibilang konsentrasi aktivitas ESDM masih ke migas dan tambang konvensional.

Keberhasilan Amerika dalam menambang shale gas dan gas metana batubara, (yang diyakini turut andil dalam kemerosotan harga minyak dunia) mungkin bisa menjadi pemicu bagi kita untuk lebih serius menggarap potensi ini. Ini jelas memerlukan petubahan kebijakan dan penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang  mumpuni. 

MENGAPA ARCHANDRA TAHAR HARUS DILANTIK LAGI?

Saat ini sudah ada nama yang konon telah bertemu Presiden Jokowi dan disebut cukup pantas menduduki jabatan menteri ESDM. Namun, mengacu pada kondisi dan masalah yang ada di KementerIan ESDM, rasanya tetap kurang pas jika figur pimpinan BUMN itu menduduki jabatan menteri ESDM.

Menteri ESDM haruslah bukan bagian masa lalu yang telah terkotak dalam kelompok kepentingan. Menteri ESDM haruslah figur yang berani melakukan perubahan dan bukan sekedar pandai mengakomodasi berbagai kepentingan para pihak. Menteri ESDM haruslah memiliki kemampuan, keahlian, dan pengetahuan ESDM bukan sekedar kemampuan manajerial.

Syarat itu dimiliki Archandra Tahar. Memang ada yang meragukan pengalaman dalam birokrasi di Indonesia. Namun itu tak relevan. Dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai menko maritim, yang akan membentenginya dengan ketegasan, keberanian, dan keterbukannya, juga Sri Mulyani sebagai menkeu yang tahu persis reformasi birokrasi sangat diperlukan untuk meningkatkan daya saing Indonesia tang kini melorot dari petingkat 37 ke 41;  kekurangan itu tertutupi.

Akhirnya, mengelola kepentingan negara adalah kerja sama sebuah tim, bukan orang per orang.

Salam.

Bacaan pendukung:

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/09/23/193509126/pemerintah.revisi.aturan.tentang.cost.recovery

http://eksplorasi.id/audit-terbatas-kordamentha-diduga-juga-jadi-penyebab-kasus-minyak-sarir/

http://bisnis.liputan6.com/read/2608224/luhut-paksa-skk-migas-hitung-ulang-cost-recovery

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun