Tingkah laku HMI ini, menciderai rasa keadilan di hati saya (mungkin juga banyak yang lain). Gedung KPK itu dibangun dengan uang rakyat. KPK itu simbol perlawanan rakyat atas perilaku koruptif yang membelenggu negeri ini.  Apakah HMI tega menyakiti hati rakyat dengan ‘kelakuannya’ itu?
Pola pikir Mulyadi P Tamsir itu terlalu sulit untuk saya terima sebagai pikiran yang rasional. Mungkin Mulyadi perlu merenung kembali, adakah yang salah dengan pengkaderan yang telah dijalankan selama ini. Ingat, ini bukan kasus pertama. Beberapa waktu lalu, ada kasus ‘makan di restoran’ tanpa bayar walau kemudian dilunasi, ada kasus kepemilikan senjata tajam, naik kapal gratis.
Kemarahan dan emosi tidak bisa dipakai sebagai pembenaran aksi anarkis apa pun. Ada hukum yang harus dipatuhi. Sebagai organisasi kader, organisasi macam HMI, GMNI, PMII, GMKI, PMKRI paham soal itu. Oleh karena itu, jika keluarga besar HMI menginginkan kasus Saut Situmorang diselesaikan secara hukum, hal yang sama seharusnya juga diterapkan pada perusak dan pelempar batu saat demo itu.
Ini sebagai pembelajaran yang baik. Jika HMI mau mempelopori menyerahkan anggotanya ke petugas kepolisian karena demo anarkis itu, itu tindakan yang terpuji. Dengan demikian, ada standar jelas bahwa HMI menjunjung tinggi hukum dan tak menoleransi demo anarkis. Setelah itu, HMI harus meminta maaf kepada rakyat Indonesia karena menampakkan ‘rasa permusuhan’ kepada Gedung KPK.
Salam untuk Mulyadi P Tamsir, ketua umum PB HMI. Salam untuk Pak Mahfud MD, koordinator Presidium Majelis Nasional Korps Alumni HMI (KAHMI), salam untuk keluarga besar HMI. Salam damai, mari maaf-memaafkan.Â
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H