Mohon tunggu...
mohammad mustain
mohammad mustain Mohon Tunggu... penulis bebas -

Memotret dan menulis itu panggilan hati. Kalau tak ada panggilan, ya melihat dan membaca saja.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

BNN Setara Kementerian: Harus Tetap Jadi Tim Super Buru Sergap

16 Maret 2016   12:04 Diperbarui: 16 Maret 2016   12:19 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rencana Presiden Jokowi menempatkan BNN setara kementerian, boleh-boleh saja walaupun masih memerlukan beberaps kajian. Namun, yang utama, BNN tetap harus bisa gesit dan lincah dalam memburu pelaku kejahatan narkoba. Jati diri inilah yang paling utama, yang tak boleh terpengaruh atau terkooptasi kepentingan apa pun.

Untuk itu, langkah utama yang mendesak dilakukan adalah meningkatkan kemampuan profesional BNN yang menyangkut anggota, peralatan, dan koordinasi lintas departemen dan badan-badan negara lain. Sifat kejahatan narkoba yang begitu luar biasa merusak negara, memerlukan langkah ini.

Untuk mencapai hal itu, sifat keanggotaan BNN harus dirombak. Salah satunya, perlu dipertimbangkan masuknya personel dari luar kepolisian. BNN yang selama ini berada dalam naungan Kepolisian Republik Indonesia, otomatis dikendalikan personel kepolisian. Tidak buruk. Kepolisian memang dibentuk untuk tugas pencegahan dan penindakan kejahatan, termasuk narkoba, Namun karena sifat kejahatan narkoba yang begitu merusak, BNN tak lagi bisa mengandalkan polisi.

Langkah ini diperlukan untuk menjamin gerak pesonel BNN lebih menyeluruh, bisa memasuki berbagai institusi negeri yang terindikasi terjangkit narkoba. BNN harus bisa masuk ke institusi TNI, Polri, kejaksaan, pengadilan, lembaga politik, bahkan Istana Negara. Tuntutan tugas ini memerlukan personel yang lintas institusi pula. Karena itu, sedari awal harus dibuat aturan. Jangan ribut belakangan seperti ketentuan penyidik KPK.

Masuknya personel TNI misalnya, dalam barisan pasukan BNN, tentu akan memberi nilai ekstra. Demikian juga masuknya personel lain, dari kejaksaan , Depdagti, hingga BIN, BIA, sangat diperlukan yang penempatannya sesuai kebutuhan. BNN kini sudah harus menjadi lembaga ekstra sesuai tugasnya dalam menangani kejahatan ekstra narkoba. Jika saat ini Jenderal Budi Waseso dari Polri memimpin BNN, lain hari mungkin jenderal TNI.

Sudah terbukti, kejahatan narkoba telah memasuki hampir semua institusi. Gesekan antar institusi bisa dicegah, jika BNN memiliki sifat keanggotaan yang tak hanya mewakili institusi polri. Gabungan personel dari berbagai institusi, bisa juga dinilai bisa menimbulkan gesekan di lingkungan internal BNN, namun di tangan jenderal yang baik gesekan itu akan membuahkan satu pasukan yang luar biasa.

Namun, jangan pernah bayangkan ada pasukan bersenjata lengkap, melakukan operasi terbuka dan diliput langsung oleh wartawan. Itu tak elok, dilarang Dewan Pers. Jangan pula bayangkan ada operasi lapangan dengan senjata lengkap, di depan mata anak-anak. Itu bisa membuat trauma dan dinilai melanggar HAM.

Operasi BNN harus profesional dengan prosedur khusus. Pasukan BNN harus punya keahlian khusus dalam menghadapi pelaku kejahatan narkoba. Hal ini untuk menghindari atau setidaknya meminimalkan risiko jatuhnya korban di kalangan petugas dan pelaku kejahatan.

Agar bisa profesional, BNN memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang mumpuni dan canggih. Dukungan teknologi IT canggih, termasuk penginderaan jarak jauh, pesawat tanpa awak, kapal cepat, pesawat terbang, hingga kapal selam mini (kalau mampu beli) diperlukan lembaga ini. Pemberantasan narkoba memerlukan berbagai sarana dan prasarana sesuai tuntutan zaman.

Sah-sah saja membayangkan perlengkapan ala film James Bond dimiliki lembaga ini, dan bukan hanya penjara yang dipenuhi buaya. Saat ini kejahatan narkoba sangat merajalela. Banyak pelaku masih di luar penjara, bebas menikmati barang haram itu juga uang yang dihasilkannya. Dan kejahatan ini sebagian dilakukan dengan cara-cara canggih.

Contoh paling gres, kisah penangkapan bupati Ogan Komering. Konon pengintaian sudah dilakukan selama beberapa bulan. Untuk menangkap sang bupati beserta barang buktinya, BNN harus masuk kediaman dan dihalang-halangi. Lampu penerangan jalan juga tiba-tiba mati saat itu, mengindikasikan adanya alat yang memantau gerak petugas BNN dan memberi isyarat ke orang dalam rumah bupati.

Seandainya BNN punya alat penginderaan jauh, drone, atau sejenisnya, mungkin pengintaian tak perlu waktu berbulan-bulan dan bisa segera dilakukan penindakan. Ogan Komering pun tak perlu punya bupati yang teler karena narkoba.

Kekuatan BNN sebenarnya ada pada kemampuan dalam menjaring informasi. Kerja sama interpol dan badan narkoba negara lain, operasi intelijen dalam negeri, misalnya. Semua itu membutuhkan sarana dan prasarana yang lengkap dengan dukungan peralatan teknologi terkini.

Koordinasi Antarlembaga

Salah satu penyebab gagalnya operasi pemberantasan narkoba adalah lemahnya koordinasi antarlembaga. Operasi di lembaga pemasyaraktan misalnya, beberapa kali gagal atau kurang berhasil karena dihambat petugas penjara. Hambatan beberapa menit, membuat barang bukti dalam LP bisa lenyap.

Hambatan semacam itu seharusnya sudah tak ada lagi. Kenyataan bahwa sebagian besar peredaran narkoba dikendalikan dari dalam penjara, bahkan oleh terpidana mati, menegaskan pentingnya hal ini. Selain melakukan evaluasi terhadap para petugas, Kementerian Hukum seharusnya membuka pintu lebar-lebar untuk koordinasi dengan BNN.

Sikap TNI yang mendukung penuh pemberantasan narkoba, patut diapresiasi. Terungkapnya kejahatan narkoba di beberapa komplek perumahan TNI, termasuk Kostrad, dan intruksi panglima Panglima TNI agar jajaran pimpinan dan satuan melakukan bersih-bersih ke dalam, meneguhkan kesungguhan itu. Adalah mengerikan jika institusi penjaga pertahanan negeri ini loyo dan rusak karena narkoba.

Bisa dibayangkan dampak kerusakan apa yang dihadapi negeri ini, jika kejahatan narkoba meningkat hingga penyalahgunaan fasilitas TNI. Narkoba terbukti membuat pemakainya kehilangan akal sehat dan sebagian sisi kemanusiaannya. Keuntungan yang menggiurkan, membuat banyak orang tergoda. Bila tidak dicegah, bisa-bisa pesawat, kapal, dan fasilitas lain milik TNI akan dipakai menyelundupkan narkoba. Mengerikan. Negeri ini bisa kalah sebelum perang.

Apa yang dilakukan TNI ini tentu perlu dilakukan lembaga lain. Di sinilah peran BNN dalam mengkoordinasikan langkah pemberantasan narkoba. Sekat-sekat yang menghambat harus dibuang, regulasi yang memudahkan kerja pemberantasan narkoba harus dibuat. Tentunya,upaya ini harus dilakukan dengan semangat kesadaran bersama, dan bukan hanya karena kepentingan sesaat, atau "hangat-hangat tai ayam".

Mumpung menyebut kotoran ayam, kita juga harus ingat kotoran yang melekat pada diri sendiri. Dalam hal ini, BNN harus bisa memastikan bahwa seluruh personelnya bebas

penggunaan dan penyalahgunaan narkoba. Tidaklah mungkin bisa bersih, menyapu dengan sapu yang kotor. BNN harus membersihkan dirinya sendiri dulu.

Rencana menempatkan BNN setingkat kementerian di bawah Kemenko Polhukam, memerlukan perumusan ulang hubungan BNN dan Polri. Apakah BNN diberi kewenangan sepenuhnya untuk menangani perkara narkoba dari penangkapan, penyidikan, penuntutan, hingga pemenjaraan dan rehabilitasi? Apakah unit khusus narkoba di Polri akan dilebur ke BNN? Bagaimana hubungan selanjutnya antara BNN da Polri sehingga tak ada kasus "Buaya versus Buaya" misalnya?

Jawaban atas pertanyaan itu membutuhkan koordinasi antarlembaga. Produk hukum baik UU atau Keppres jelas dibutuhkan untuk menjawabnya. Tentunya, dinamika dalam pembentukan payung hukum itu, bisa saja memunculkan pandangan bahwa BNN tak perlu setingkat kementerian, namun cukup seperti KPK. 

Apa pun pilihannya, BNN tak boleh jadi lembaga yang gemuk, yang tak gesit lagi dalam memburu pelaku kejahatan narkoba. BNN juga tak boleh lagi mencitrakan diri sebagai milik polri. BNN harus dikelola oleh personel lintas institusi. BNN tak boleh pandang bulu dalam menindak kejahatan narkoba, termasuk dirinya sendiri. Jangan pernah ada lagi tudingan barang bukti berkurang.

Akhirnya, BNN harus tetap jadi tim Super Buru Sergap, yang tangguh, sigap, namun tetap bersahaya, tak mendongakkan kepala. Mudah-mudahan anak cucu kita terjaga dan bebas narkoba.

Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun