Mohon tunggu...
Novran Sulisno
Novran Sulisno Mohon Tunggu... Guru - I'm Teacher

Seorang Manusia yang mencoba untuk berkontribusi memberikan literasi pemikiran yang bersudut pandang ideologi Islam sebagai indentitas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sistem Membuat “Gila”?!

9 Maret 2014   22:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:06 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Biaya politik tinggi itu meminta kompensasi dan membawa konsekuensi. Kompensasinya, caleg harus mengkompensasi dana yang dia peroleh dari cukong, jika tenyata dana kampanyenya berasal dari cukong. Itu melalui dua cara: pertama, kebijakan yang menguntungkan para kapitalis, seperti pemberian konsesi lahan atau tambang; keringanan pajak, pembebasan bea, pajak dibayari negara. Atau kedua, dengan rekayasa atau pengaturan proyek. Proyek dibuat dan dibagi-bagi untuk para cukong itu.

Juga membawa konsekuensi, yaitu bagaimana secepatnya kembali modal. Maka begitu terpilih, caleg pun berubah pelupa, lupa pada rakyat, lupa pada janji kampanye, lupa moral bahkan berpura-pura lupa dosa. Cara korupsi, manipulasi dan cara-cara kotor lainnya dilakukan. Dan ditambah dengan memperbesar pendapatan legal atas nama tunjangan, peningkatan gaji, fasilitas, insentif, dsb.

Lihat saja, sejak 2004 hampir 3.000 anggota DPRD kabupaten/kota diseluruh Indonesia terjerat hukum. Kasus korupsi yang mendominasi (Republika online, 23/2/2013). Sementara itu menurut wakil ketua KPK Adnan Pandu Praja, selama empat tahun berturut-turut DPR menjadi lembaga nomor satu terkorup (merdeka online, 14/2/2013).

Anggota dewan juga begitu mudah terbeli dan menyetujui berbagai undang-undang yang menguntungkan asing, seperti selama ini. Menurut Rizal Ramli, setidaknya ada 20 UU yang pembuatannya didanai asing. Sementara menurut pengakuan Eva Kusuma Sundari (tempo.co.id, 20/8/2010), ada campur tangan asing terlibat dalam penyusunan puluhan undang-undang di Indonesia. “Ada 76 UU yang draft-nya dilakukan pihak asing” ucapnya. Temuan itu diperolehnya dari sumber BIN. Menurutnya, inti dari intervensi itu adalah upaya meliberalisasi sektor-sektor vital di Indonesia. Contohnya, UU tentang migas, kelistirikan, keuangan dan perbankan, sumber daya air, dsb.

Akibatnya, kekayaan alam tambang, mineral, migas, energi, sektor keuangan dan perbankan dsb dikuasai asing. Rakyat tidak bisa mendapatkan manfaat maksimal dari kekayaan yang katanya adalah milik rakyat. Maka pada akhirnya, rakyat jugalah yang jadi korban akhir dari semua itu.

Khilafah dengan Majelis Ummah Sebagai Solusi

Solusi untuk mengakhiri dan memperbaiki semua kerusakan dan “kegilaan” itu hanyalah khilafah dengan sistem Majelis Ummah-nya. Anggota Majelis Ummah dipilih langsung oleh rakyat di wilayah masing-masing.

Dalam Islam, anggota Majelis Ummah tidak memiliki hak dan fungsi budgeting dan legislating. Tetapi hanya fungsi penyalur aspirasi umat, dan pengoreksi. Jadi tidak ada kewenangan anggota majelis umat yang bisa dikomersilkan dan dijadikan ajang korupsi melalui kebijakan. Dengan begitu bibit korupsi, kolusi dan manipulasi bisa dimatikan sejak dini dari akarnya.

Sementara untuk hukum, perkara yang sudah jelas tinggal merujuk kepada al-Quran dan as-Sunnah. Sedangkan untuk perkara yang belum jelas atau perkara baru, maka dilakukan ijtihad menggali hukum dari dalil-dalil al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat maupun qiyas oleh para mujtahid. Lalu khalifah bisa mengadopsi salah satu hukum yang dia pandang paling kuat baik hasil ijtihadnya sendiri atau hasil ijtihad mujtahid lain. Dengan begitu legislasi menjadi murah, cepat dan hemat, berkebalikan dari yang sekarang.

Dan karena rujukannya jelas dan baku, tetap tidak berubah, yaitu al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas, maka mudah bagi siapa saja untuk mengoreksinya jika keliru, atau jika ada penyimpangan, atau jika ada maksud tertentu di balik pengadopsian undang-undang.

Wahai Kaum Muslimin

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun