Mohon tunggu...
Novran Sulisno
Novran Sulisno Mohon Tunggu... Guru - I'm Teacher

Seorang Manusia yang mencoba untuk berkontribusi memberikan literasi pemikiran yang bersudut pandang ideologi Islam sebagai indentitas

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sistem Membuat “Gila”?!

9 Maret 2014   22:28 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:06 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sistem Membuat “Gila”

Sistem politik pemilu membuat kontentasi di dalam pemilu jadi sangat mahal, persaingan sangat ketat dan peluang berhasil sangat kecil. Peluang seorang caleg hanya 10%. Untuk DPR ada 560 kursi, DPD ada 132 kursi, DPRD provinsi ada 2.112 kursi dan DPRD Kabupaten Kota 16.895 kursi. Total nasional ada 19.699 kursi. Jumlah kursi sebanyak itu diperebutkan oleh sekitar 200 ribu caleg DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II. Artinya, hanya 10% caleg yang akan berhasil. Sekitar 180 ribu caleg atau 90 % dipastikan akan gagal.

Persaingan itu untuk kursi DPR malah lebih ketat lagi. Jumlah 560 kursi diperebutkan oleh 6.607 caleg. Hanya 8,5% yang akan lolos ke senayan. Sebanyak 6.047 caleg DPR dipastikan akan gagal.

Kecilnya peluang itu masih diperumit lagi oleh sistem pemilu yang digunakan. Dengan sistem yang ada, persaingan sengit bukan hanya dengan caleg dari partai lain, tetapi juga antar caleg dari satu partai yang sama di dapil yang sama.

Dan untuk tingkat DPR, hanya partai yang mendapat suara total nasional minimal 3,5% yag dikenal sebagai angkaparliamentary treshold saja yang akan bisa duduk di DPR. Meski seorang caleg meraih suara terbanyak, jika partinya tidak lolos parliamentary treshold itu maka ambisinya akan kandas dan dia menjadi caleg gagal.

Semua persaingan dan mekanisme itu membuat setiap caleg habis-habisan agar dapat suara terbanyak. Segala cara dilakukan. Adu banyak iklan, baliho, spanduk, poster, stiker, pamflet, kaos, blusukan, sumbangan, bantuan, sembako. Banyak-banyakan tim kampanye dan pemenangan untuk rekrut suara dan kampanye dari pintu ke pintu, dsb. Dan tidak menutup kemungkinan, besar-besaran uang pemberian pun sangat mungkin terjadi. Semua itu harus dilakukan jauh-jauh hari dan jangka waktu lama. Semua itu perlu uang, uang dan uang.

Riset Pramono Anung menunjukkan, biaya kampanye pemilu 2009 naik 3,5 kali lipat dibandingkan pemilu 2004. Ia memperkirakan biaya kampanye akan naik lagi 1,5 kali lipat dari pemilu 2009. Secara rata-rata, biaya kampanye pada 2009 bagi caleg DPR mencapai Rp 3 miliar. Pemilu 2014 ini ia perkirakan rata-rata biaya kampanye caleg DPR mencapai Rp 4,5 miliar. Menurutnya, setidaknya dana kampanye yang harus disiapkan oleh seorang caleg DPR Rp 1,2 – 1,5 miliar.

Dalam beberapa pemberitaan, sejumlah caleg DPR mengaku sudah menyiapkan dana kampanye Rp 6 miliar. Untuk calon DPD dan caleg DPRD I serta DPRD II setidaknya dana yang harus disiapkan pada angka ratusan juta rupiah.

Bisa dibayangkan ketika gambarnya sudah terpampang dimana-mana calon wakil rakyat, sudah habis-habisan harta, boleh jadi sudah jual tanah, sawah, gadaikan rumah, mobil, atau utang ratusan juga hingga miliaran, terkuras fisik, finansial dan mental, lantas gagal, jelas tekanan batin menimpanya. Yang tidak kuat akan mengalami ganggungan jiwa baik ringan hingga berat alias gila. Merekalah, korban pertama dari sistem politik pemilu, atas kemauan, kesadaran dan pilihan sendiri.

Rakyat Jadi Korban

Sementara caleg yang terpilih, nanti justru menjadi sumber problem baru bagi rakyat. Rakyat akan menjadi korban dari perilaku caleg terpilih yang koruptif, kolutif dan permisif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun