Byar.... Suara deru ombak yang saling bersahutan memecah keheningan, seperti sedang balapan menggapai ujung batas lautan dan daratan secara tenang. Membuat siapa saja yang berada di sana seperti merasakan dirinya hanyut dalam kenyamanan. Udaranya yang segar nan sejuk seakan mewakili kesuburan alam di sana. Terik matahari yang menyengat kulit, menambah kesan eksotis tempat tersebut. Satuan benda kayu milik nelayan dan warga setempat mengapung di permukaan air menawarkan wisata pemandangan bagi pengunjung yang tertarik menaikinya. Hamparan air tenang sejauh mata memandang, tampak jernih seakan memantulkan semua benda yang berada di atasnya. Aku mulai memusatkan pandanganku ke arah permukaan air sambil menerka dalam benakku, sebenarnya ada apa di balik kejernihan air yang tenang itu? Sungguh tiada banding untuk menikmati keindahan dan keelokan yang ditawarkan Pantai Baros sebagai upaya memanjakan mata dan menenangkan jiwa, suasana yang asri nan alami dengan pemandangan yang didominasi warna hijau menjadi ciri khas keunikan alam Indonesia.
Aku melihat pantulan permukaan air yang menampakkan benda putih terbang dengan sangat cepat, bersamaan terdengar suara kepakan sayap ringan yang memekik telinga.
Phak....Phak....Phak....
Kemudian aku mendongakkan kepalaku untuk melihat ke angkasa di tempat benda putih itu berada. Ternyata tidak hanya ada satu, tapi beberapa benda putih itu bergerak mengepakkan sayapnya dengan lincah dan indah seperti mereka sedang menari di bawah kumpulan awan yang menghiasi langit pada siang hari itu. Aku menginjakkan kakiku dan membuatnya melangkah satu persatu meninggalkan jejak di tanah lapang bewarna hijau yang ditumbuhi ragam rerumputan, mengikuti arah ke mana gerombolan benda putih tersebut terbang mengepakkan sayapnya. Ketika aku berlari semua temanku yang sedang berlibur ke tempat itu bersamaku, ikut mengikuti ke mana arah aku berlari. Saat itu yang ada di pikiranku sebagai seorang remaja berusia 16 tahun dipenuhi dengan rasa ingin tahu tinggi, yang kemudian memacuku untuk mengikuti dan membuktikan benda putih yang barusan terbang di atas melintasi posisi aku berada.
Lama sudah aku menjejakkan kaki mengejar benda putih terbang sampai tetesan keringat mulai membasahi pelipis dan pipiku. Kakiku yang sudah tidak lagi mengayun sekuat pada saat awal aku berlari, kini rasa kebas mendominasi. Teman-temanku yang mulai bisa menyusulku satu persatu, lalu mempertanyakan akan ke mana aku pergi sampai lari sejauh beberapa meter dari posisi awal kita berdiri. Begitu pun diriku yang mulai berhenti melangkahkan kaki sambil mengatur tarikan dadaku yang mulai meninggi. Di tempat aku dan teman-teman berada, kami serentak mengunci pandangan ke arah benda putih nan indah yang bertengger pada pohon bakau di sana. Terletak tidak jauh dari mata kami memandang, di jumpai banyak benda serupa yang menghiasi keindahan ruang alamnya.
Dari jarak yang dekat aku bisa melihat lebih jelas benda putih dan indah itu adalah salah satu spesies satwa liar Indonesia yaitu Burung Kuntul. Jika menurut temanku yang merupakan anak dari Kelas Biologi, Burung Kuntul merupakan spesies burung dengan nama ilmiah Ardeidae.
"Burung Kuntul memang tinggal di sini, di Hutan Bakau (Mangrove) seperti di Pantai Baros ini, tempat ini sudah menjadi habitat bagi spesies satwa seperti mereka", kata Nia (temanku).
Burung Kuntul sudah sejak lama menjadikan Indonesia sebagai tempat tinggal mereka. Karena Indonesia sebagai negara beriklim tropis menjadi tempat bertumbuhnya hutan bakau yang merupakan habitat asli Burung Kuntul, salah satunya berada di Kawasan Hutan Bakau Pantai Baros yang berlokasi di Yogyakarta.
Hutan bakau memberikan jutaan kemanfaatan yang penting bagi kehidupan di dunia ini. Hutan bakau mampu menjadi benteng hijau untuk menahan ombak pantai agar tidak terjadi penggerusan permukaan bibir pantai (abrasi). Hutan bakau juga dapat menjaga kualitas air melalui proses biologis pengendapan lumpur dengan akar-akar pohonnya sehingga beberapa biota laut seperti udang, kepiting serta beberapa jenis ikan dapat tinggal dan mencari makanan di sana. Selain itu hutan bakau bisa menjaga kestabilan kualitas udara tetap segar dan baik bagi makhluk hidup di dunia dengan mengunci dan menyerap karbondioksida.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Nugroho Tri Waskitho dari Universitas Muhammadiyah Malang dalam IOP Conference Series: Material Science and Engineering dalam salah satu kutipannya menunjukkan bahwa "Hutan Mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap Karbondioksida".
Kemanfaatan lainnya dari hutan bakau apabila dilihat dari sisi ekonomi merupakan penggerak perekonomian melalui bisnis sektor pariwisata. Seperti halnya Kawasan Hutan Bakau Pantai Baros di Yogyakarta yang dijadikan sebagai tempat wisata sekaligus dijadikan sebagai tempat pemberdayaan alam untuk menjaga kelestarian puspa dan satwa di Indonesia.
Berdasarkan data yang dilaporkan Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia melalui artikel yang diunggah pada Minggu, 13/11/2022 setelah diselenggarakannya G20 yang membahas isu mengenai Upaya Mengatasi Krisis Iklim Global, memperkuat statement bahwa Negara Indonesia menjadi negara dengan luas hutan bakau paling besar di antara negara lain di dunia.
"Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia, yakni sebesar 3,36 juta hektare. Kurang lebih 20 persen dari total hutan mangrove yang ada di dunia. Artinya, kita memiliki sebuah kekuatan dalam potensi hutan mangrove," ujar Jokowi dilansir dari siaran pers di laman resmi Sekretariat Kabinet, Selasa (28/9/2021).
Hutan bakau (mangrove) yang dimiliki Indonesia adalah yang terluas di dunia mencapai 3,36 juta hektare dan menyimpan potensi hingga Rp2.400 triliun dari perdagangan karbon.
Namun dibalik keindahan dan jasa yang telah ditawarkan hutan bakau, keberadaan hutan bakau di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan setiap tahunnya. Dalam 20 tahun terakhir, hampir 13.000 hektare mangrove hilang setiap tahunnya, lebih luas dari Kota Pontianak. Bahkan di Pulau Kalimantan sendiri sudah terancam akan kehilangan wilayah hutan bakau, karena adanya eksploitasi wilayah untuk dialih fungsikan menjadi lahan usaha misalnya industri atau pertambangan bahan alam. Tentu hal ini sangat disayangkan mengingat begitu banyak fungsi hutan bakau bagi kehidupan dan kemanfaatan alamnya yang diberikan kepada manusia. Tapi ternyata perilaku manusia menjadi salah satu penyebab semakin menyempitnya wilayah eksistensi alam di Indonesia.
Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia melalui serial seminar bertujuan untuk memaparkan informasi tentang keanekaragaman hayati untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dan aktivis lingkungan untuk menjaga kelestarian lingkungan alam beserta isinya demi masa depan keanekaragaman hayati Indonesia.
Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia menghadirkan Bapak Rheza Maulana, S.T.,M.Si sebagai narasumber pada serial seminarnya tanggal 5 Desember 2024. Beliau menyatakan bahwa "Indonesia adalah Surga Keanekaragaman Hayati."
Indonesia sendiri mempunyai banyak keragaman hayati terdiri dari jutaan spesies puspa dan satwa yang harus kita lindungi, rawat dan melestarikannya. Berdasarkan data dari Mongabay.com, Negara Indonesia menempati posisi kedua di dunia setelah Brazil sebagai negara megabiodiverse, yaitu istilah yang menggambarkan kekayaan hayati suatu negara dalam jumlah melimpah.
Menurut Prof. Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam sampaiannya saat mengisi materi sebagai narasumber di Serial Seminar Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia pada tanggal 5 Desember 2024 kemarin, ada beberapa faktor yang menyebabkan keragaman hayati di Indonesia. Salah satu yang berpengaruh dominan adalah kondisi geografis dari letak Negara Indonesia itu sendiri. Negara Indonesia terletak di antara dua biogeografi dan wilayah transisinya, dan Indonesia juga terdapat pada garis khatulistiwa. Sehingga menyebabkan kondisi iklim tropis yang identik dengan habitat dan tempat aneka ragam puspa dan satwa tumbuh untuk berkembang. Wilayah Indonesia termasuk Ring Of Fire dengan abu vulkaniknya dapat meningkatkan kadar kesuburan tanah sebagai habitat ragam hayati. Tapi tidak selalu kondisi Indonesia berdasarkan letak geografisnya memberikan dampak positif, karena dengan letak geografis Indonesia juga dapat memberikan ancaman bagi keselamatan dan kelestarian keragaman hayati yang ada.
Ancaman keragaman hayati di Indonesia salah satunya adalah menghilangnya biodiversitas.
Pada beberapa kasus yang menjadi isu penting untuk dibahas adalah berkurangnya presentase jumlah hutan dan lahan hijau di Indonesia. Apabila hal seperti ini terjadi berkelanjutan, maka akan mengganggu kestabilan sistem alam yang dapat merusak keaneragaman hayati dan iklim di Indonesia. Di sisi lain terganggunya kestabilan alam terjadi karena campur tangan manusia dalam melakukan aktivitas yang tidak bertanggungjawab sehingga merugikan alam sekitarnya. Desakan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi industri mendorong manusia untuk mencapai perekonomian yang stabil sehingga beberapa manusia bersikap abai terhadap alam dan melakukan alih fungsi lahan yang semula dari wilayah hutan hijau sebagai habitat keberagaman hayati kemudian menjadi kawasan industri, pertambangan, dan perumahan. Alih fungsi lahan beberapa dikaitkan dengan dalih upaya untuk melakukan improvisasi dan inovasi dalam bidang ekonomi demi melanjutkan kehidupan.
Lantaran tidak cukup dengan merenggut tempat tinggal beragam spesies hayati. Manusia sering kali melakukan pemburuan dan penangkapan beberapa jenis puspa dan satwa tertentu. Pada kasus yang sedang terjadi, Indonesia kini sedang mengalami krisis penurunan jumlah populasi Burung Kuntul, spesies satwa dari Family Ardeidae. Burung Kuntul kerap dijumpai di beberapa daerah yang beriklim tropis di dunia, khususnya di Wilayah Asia. Di Indonesia sendiri, Burung Kuntul sudah menjadi saksi perkembangan Bangsa Indonesia dari masa ke masa. Kedudukan Burung Kuntul sebagai penyeimbang ekosistem di Indonesia sangat berjasa bagi alam Indonesia.
Kilas balik sejarah, pada abad ke 19-20 Burung Kuntul banyak dimanfaatkan oleh petani pribumi untuk membasmi hama di sawah sehingga terbentuk hubungan kesinambungan antara petani dan Burung Kuntul yang saling menguntungkan. Begitu banyak jasa yang diberikan Burung Kuntul kepada manusia dan alam Indonesia. Namun seolah tidak mengenal balas jasa, manusia selalu bertingkah tidak merasa puas dan bersyukur terhadap apa yang sudah diberikan alam. Pada awal abad ke 21 perkembangan industri semakin meningkat di Indonesia, dan perkembangan trend model fashion yang bergaya unik dengan sentuhan gaya modern (trendy) mulai menjamur di Indonesia. Manusia mulai memburu Burung Kuntul untuk dijadikan sebagai barang ekonomis yang dapat menghasilkan keuntungan. Penangkapan Burung Kuntul bertujuan untuk menjadikan bulu putih yang indah itu sebagai bahan dasar dan aksesoris di dunia fashion permodelan. Penangkapan Burung Kuntul juga dilatarbelakangi untuk memenuhi media upacara kepercayaan yang dilakukan masyarakat adat setempat, konon katanya warna putih yang dimilikinya melambangkan kesucian jiwa. Faktor lain yang menyebabkan terancamnya keberadaan spesies Burung Kuntul adalah berkurangnya jumlah habitat asli.
Aksi pemburuan dan penjualan ilegal yang mengancam kelestarian Burung Kuntul dibarengi dengan adanya degradasi hutan bakau sebagai habitatnya. Semenjak saat itu, Burung Kuntul semakin jarang dijumpai keberadaannya dan jumlah populasinya semakin berkurang dari tahun ke tahun. Tentunya hal ini sangat berdampak signifikan terhadap kinerja kestabilan alam.
Untuk itu perlu adanya upaya bersama dalam bersinergi dan berkesinambungan untuk mempertahankan dan melestarikan keragaman hayati alam di Indonesia.
 Melalui serial seminar Forum Bumi diharapkan partisipasi dari seluruh lapisan masyarakat dalam menjalin kerjas sama sebagai upaya melakukan kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Upaya melakukan kegiatan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya melakukan perlindungan sistem penyangga kehidupan, pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pengawetan ekosistem jenis tumbuhan dan satwa serta keanekaragaman Genetik. Upaya tersebut diimplementasikan dengan berpegang pada Prinsip Esensi Pembaharuan sesuai pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024.
Pelestarian lingkungan alam hendaknya dilaksanakan melalui Koridor Ekologis atau Ekosistem Penghubung sebagai kunci untuk melindungi keanekaragaman hayati. Di samping segala upaya perlindungan dan pelestarian yang dapat dilakukan, masyarakat diharapkan bisa bertindak lebih tegas dalam menyikapi segala aktivitas pemburuan liar dan penjualan ilegal yang berpotensi mengancam kelestarian keanekaragaman hayati. Berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, mengangkut atau memperdagangkan satwa liar dilindungi baik dalam keadaan hidup ataupun telah mati. Upaya untuk menyikapi permasalahan tersebut dengan menerapkan Perdagangan TSL, yaitu perdagangan yang dapat ditelusuri (traceable), berkelanjutan (sustainable), dan harus sah (legal). Melalui program ini masyarakat diajak untuk menentang dan meminimalisirkan penerapan praktik Perdagangan TSL yang dimaknai sebagai Perdagangan Tumbuhan dan Satwa Liar secara ilegal.
Kawasan Pantai Baros di Yogyakarta merupakan salah satu buah manis dari hasil kerja keras masyarakat setempat yang sadar pentingnya menjaga kelestarian keragaman hayati alam demi masa depan Bangsa Indonesia. Masyarakat sekitar Pantai Baros bekerja sama melakukan penanaman pohon bakau secara berkala untuk mempertahankannya eksistensi alam dan hutan bakau nya sebagai habitat Burung Kuntul agar tetap terjaga. Masyarakat setempat sepakat untuk menjadikan kawasan hutan bakau di Pantai Baros menjadi tempat konservasi pelestarian satwa dan puspa sekaligus sebagai tempat wisata edukasi dengan harapan dapat menarik pengunjung. Dengan begitu dapat menggerakkan perekonomian masyarakat setempat yang berprofesi sebagai pedagang, penyewa perahu kayu, tukang pembersih lingkungan. Dan harapannya untuk para pengunjung Pantai Baros dapat terinspirasi dari upaya yang sudah dilakukan masyarakat yang menanam pohon bakau demi menjaga kelestarian Burung Kuntul sehingga para pengunjung terbuka wawasannya betapa pentingnya menjaga keragaman hayati.
Menurut Bapak Tri Mulyo, warga setempat "Burung Kuntul adalah prioritas utama Kami (masyarakat sekitar Pantai Baros). Kami tidak ingin Burung Kuntul menghilang dari peran kehidupan, sehingga Kami berkomitmen untuk menjaga kelestariannya."
Kembali ke tempat aku berada saat itu, aku dan teman-temanku sangat terpana melihat keindahan alam yang dimiliki Pantai Baros. Hutan Bakau yang rindang dan tampak terawat menjadi tempat tinggal puluhan Burung Kuntul, mulai dari ukuran kecil sampai besar dapat kami jumpai di sana. Aku dan teman-temanku seperti mendapatkan hadiah sepesial dari Tuhan Yang Maha Esa karena ketika kami berlibur, kami langsung disuguhi dengan pemandangan puluhan pohon bakau yang indah dan puluhan Burung Kuntul yang elok.
Tentu ketika mengingat memori saat itu aku semakin tertarik untuk melestarikan alam dan segala isinya. Ketertarikan itu mendorongku untuk melakukan sesuatu yang dapat bermanfaat bagi kelestarian dan kestabilan alam. Sehingga aku yang saat ini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas banyak membaca dan melakukan riset tentang alam dan upaya untuk menjaga kelestarian dan kestabilannya. Sampai tanggal 24 Desember 2024 kemarin, aku melihat kompetisi menulis artikel yang di selenggarakan oleh National Geographic Indonesia dan Yayasan KEHATI dengan tema "Beragam Spesies Terancam Punah, Bagaimana Nasib Puspa dan Satwa Indonesia?" Yang membuat aku tertarik mengikuti kompetisi ini sebagai salah satu usahaku sebagai pelajar untuk ikut berpartisipasi menggelorakan upaya pelestarian alam di Indonesia. Karena aku sadar betul bahwa investasi terbaik manusia adalah investasi kepada alam, mengapa? Karena alam akan memperlihatkan hasil nyata apa yang kita perbuat kepadanya di masa yang akan datang. At least, jika manusia melakukan hal baik kepada alam maka alam juga akan memberikan kebaikan kepada manusia.
Jangan menyusahkan anak dan cucu kita di masa mendatang untuk bersusah payah mencari kepingan fosil puspa dan satwa yang sudah punah di era mereka. Mari lestarikan keaneragaman hayati sebagai investasi aset terbaik manusia untuk warisan dunia bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H