- Pergeseran cairan:Â Di luar angkasa, tidak ada gradien gravitasi yang menarik darah dan cairan ke bagian bawah tubuh. Akibatnya, cairan bergeser ke tubuh bagian atas dan menyebabkan pembengkakan pada wajah, hidung tersumbat, dan sakit kepala. Hal ini juga memicu diuresis dan kehilangan cairan dan elektrolit. Massa sel darah merah juga menurun seiring waktu, karena tubuh merasakan kelebihan kapasitas pembawa oksigen.
- Penurunan kondisi kardiovaskular: Jantung tidak perlu bekerja keras untuk memompa darah di luar angkasa, karena hambatan dari gravitasi lebih sedikit. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung, volume stroke, dan tekanan darah. Otot jantung juga mengalami atrofi dan menjadi kurang efisien. Perubahan-perubahan ini membuat para astronot rentan terhadap intoleransi ortostatik, yang merupakan kesulitan dalam mempertahankan tekanan darah dan kesadaran ketika berdiri setelah kembali ke Bumi.
- Efek neurovestibular: Sistem vestibular dalam telinga bagian dalam memberikan informasi tentang keseimbangan dan orientasi di luar angkasa. Dalam kondisi tanpa bobot, sinyal vestibular berubah atau tidak ada, dan hal ini menyebabkan mabuk perjalanan di luar angkasa, yang ditandai dengan mual, muntah, dan pusing. Otak juga harus menyesuaikan diri dengan input sensorik yang baru dan mengintegrasikannya dengan penglihatan dan propriosepsi. Hal ini dapat memengaruhi orientasi spasial, koordinasi sensorik-motorik, dan fungsi kognitif.
- Kerusakan muskuloskeletal:Â Di luar angkasa, tulang dan otot tidak harus menopang berat badan atau melawan gravitasi. Hal ini menyebabkan hilangnya kepadatan mineral tulang dan massa otot, terutama pada tungkai bawah dan tulang belakang. Tulang menjadi lebih rapuh dan rentan patah, dan otot menjadi lebih lemah dan lebih kecil. Perubahan ini dapat mengganggu mobilitas, postur tubuh, dan kekuatan setelah kembali ke Bumi.
Untuk mencegah atau meminimalkan efek negatif dari kondisi tanpa bobot, para astronot menggunakan berbagai tindakan pencegahan, seperti olahraga, nutrisi, hidrasi, obat-obatan, dan pakaian kompresi. Intervensi ini bertujuan untuk menjaga kesehatan dan kinerja astronot selama dan setelah penerbangan luar angkasa. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami efek jangka panjang dari kondisi tanpa bobot pada tubuh dan otak manusia, dan untuk mengembangkan tindakan pencegahan yang lebih efektif untuk misi di masa depan.
Bahaya Radiasi Luar Angkasa bagi Kesehatan Manusia
Radiasi luar angkasa adalah salah satu bahaya paling serius bagi kesehatan manusia dalam eksplorasi luar angkasa. Radiasi luar angkasa mencakup berbagai jenis partikel, seperti elektron, proton, neutron, dan ion berat, yang memiliki energi dan efek biologis yang berbeda. Radiasi luar angkasa dapat merusak DNA, sel, jaringan, dan organ tubuh manusia, serta menyebabkan berbagai masalah kesehatan akut dan kronis.
Beberapa masalah kesehatan yang dapat diakibatkan oleh paparan radiasi luar angkasa adalah:
- Kanker: Radiasi luar angkasa dapat meningkatkan risiko terkena berbagai jenis kanker, seperti leukemia, kanker paru-paru, kanker payudara, dan kanker usus besar. Risiko ini bergantung pada dosis, jenis, dan durasi paparan radiasi, serta usia, jenis kelamin, dan faktor genetik individu. Menurut perkiraan NASA, misi ke Mars dapat meningkatkan risiko kanker seumur hidup seorang astronot sebesar 5%.
- Penyakit kardiovaskular: Radiasi luar angkasa dapat merusak pembuluh darah dan otot jantung, serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti aterosklerosis, penyakit arteri koroner, dan stroke. Risiko ini lebih tinggi untuk paparan ion berat daripada proton atau elektron. Sebuah penelitian terhadap astronot Apollo yang pergi ke Bulan menunjukkan bahwa mereka memiliki tingkat kematian empat hingga lima kali lebih tinggi akibat penyakit kardiovaskular daripada astronot yang tinggal di orbit rendah Bumi atau di Bumi.