Terbang dengan pesawat supersonik canggih membuat tubuh manusia terpapar pada kondisi ekstrem yang membutuhkan peralatan khusus untuk bertahan hidup. Kondisi ini termasuk variasi suhu, tekanan, dan percepatan yang tinggi yang berbeda dengan lingkungan 1-g di Bumi. Tiga hukum gas menjelaskan beberapa masalah fisiologis yang dapat terjadi di ketinggian.
- Hukum Boyle menyatakan bahwa volume gas berbanding terbalik dengan tekanan yang diberikan padanya, jika suhunya tetap konstan. Hal ini menjelaskan mengapa gas usus mengembang dan menyebabkan ketidaknyamanan, dan mengapa gas yang terperangkap di telinga, sinus, dan sel mastoid dapat menyebabkan sakit telinga.
- Hukum Henry menyatakan bahwa jumlah gas yang terlarut dalam cairan bervariasi secara langsung dengan tekanan parsial gas. Hal ini menjelaskan mengapa tekanan rendah pada ketinggian tinggi dapat melepaskan gas nitrogen dari darah dan menyebabkan penyakit dekompresi atau bengkok.
- Hukum Dalton menyatakan bahwa dalam campuran gas, setiap gas memberikan tekanan parsial yang sebanding dengan persen volumenya. Seiring dengan meningkatnya ketinggian, oksigen tetap 21% dari atmosfer, tetapi tekanannya menurun. Hal ini mengurangi oksigenasi darah dan mempengaruhi fungsi fisik dan mental.
Selain masalah-masalah tersebut, manusia juga menghadapi efek gaya percepatan yang diterapkan pada tubuh selama penerbangan. Akselerasi dinyatakan dalam satuan g, di mana 1 g mewakili akselerasi akibat gravitasi pada 9,8 m/s (32,2 ft/s). G positif berarti akselerasi yang meningkat dan menyebabkan perasaan berat, sedangkan g negatif berarti akselerasi yang berkurang dan menyebabkan perasaan ringan.Â
Ketika gaya g positif diterapkan pada tubuh, darah dipaksa mengalir ke bawah menjauhi kepala dan jantung, dan hal ini dapat menyebabkan pingsan dan ketidaksadaran. Ketika gaya g negatif diterapkan pada tubuh, darah dipaksa naik ke atas menuju kepala dan hal ini dapat menyebabkan redout, suatu kondisi di mana lapang pandang memerah akibat pembuluh darah mata yang membesar, dan ketidaksadaran.
Dampak lingkungan dari penerbangan tidak hanya terbatas pada tubuh manusia, tetapi juga pada planet ini. Menurut data terbaru, penerbangan komersial mengeluarkan lebih dari 900 juta metrik ton CO 2 pada tahun 2019, yang merupakan peningkatan dari 627 juta metrik ton pada tahun 2004. Hal ini menjadikan penerbangan sebagai salah satu cara yang paling merusak iklim, karena CO 2 adalah gas rumah kaca utama yang berkontribusi terhadap pemanasan global. Pandemi COVID-19 telah mengurangi aktivitas dan emisi penerbangan pada tahun 2020, tetapi industri ini diperkirakan akan pulih dan tumbuh di masa depan. Oleh karena itu, penting untuk menemukan cara untuk mengurangi jejak karbon dari penerbangan dan mengurangi kerusakan lingkungan.
Bagaimana Ketiadaan Berat Mempengaruhi Tubuh dan Otak Manusia
Penerbangan luar angkasa memberikan banyak tantangan bagi tubuh dan otak manusia, karena mereka harus beradaptasi dengan lingkungan tanpa bobot yang berbeda dengan gravitasi normal di Bumi. Kondisi tanpa bobot mengganggu keseimbangan banyak sistem biologis dan menyebabkan berbagai perubahan fisiologis.
Beberapa perubahan yang terjadi pada tubuh manusia selama tanpa bobot adalah: