PLTA memiliki beberapa manfaat lingkungan dan sosial, seperti membantu pengendalian banjir dan memfasilitasi pengelolaan sumber daya air tawar. Namun, PLTA juga memiliki beberapa dampak negatif, seperti menggusur pemukiman manusia, mengancam spesies tanaman dan hewan asli, menyebabkan masalah penumpukan sedimen, dan menyia-nyiakan sumber daya air tawar yang berharga dengan meningkatkan area permukaan yang terkena penguapan. Oleh karena itu, pembangunan PLTA harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan secara lingkungan dan sosial, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan hak-hak masyarakat lokal dan ekosistem.
Pembangkit Listrik Tenaga Hidrokinetik di Indonesia
Indonesia juga memiliki potensi besar untuk pembangkit listrik tenaga hidrokinetik atau energi laut, karena garis pantainya yang panjang dan sumber daya lautnya yang kaya. Tenaga hidrokinetik menggunakan perangkat seperti konverter gelombang, turbin pasang surut, atau sistem konversi energi panas laut untuk menangkap energi gelombang laut, pasang surut, arus, dan gradien termal sebagai sumber listrik terbarukan.
Namun, tenaga hidrokinetik masih dalam tahap awal pengembangan di Indonesia, dan menghadapi banyak tantangan seperti biaya yang tinggi, kurangnya peraturan, kesulitan teknis, masalah lingkungan, dan penerimaan sosial. Pemerintah belum menetapkan target atau kebijakan khusus untuk pengembangan tenaga hidrokinetik.
Namun demikian, beberapa proyek percontohan telah diprakarsai oleh perusahaan swasta atau lembaga penelitian untuk menguji kelayakan dan kinerja perangkat hidrokinetik di perairan Indonesia. Sebagai contoh, konverter energi gelombang yang dikembangkan oleh OceanPixel telah dipasang di Pulau Nusa Penida, Bali, pada tahun 2017. Turbin pasang surut yang dikembangkan oleh SBS International dipasang di Selat Larantuka di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2018. Sistem konversi energi panas laut yang dikembangkan oleh Saga University dipasang di Teluk Ambon di Maluku pada tahun 2019.
Para peminat energi hidrokinetik menyatakan bahwa teknologi ini akan terbukti lebih aman dan lebih dapat diprediksi daripada sumber energi terbarukan lainnya, karena pola air dapat ditentukan beberapa tahun sebelumnya. Para ahli memperkirakan bahwa energi hidrokinetik pada akhirnya dapat memasok hingga 80 persen dari kebutuhan energi negara. Oleh karena itu, tenaga hidrokinetik dapat menjadi pilihan yang menjanjikan bagi Indonesia untuk mendiversifikasi bauran energinya dan mengurangi emisi gas rumah kaca di masa depan.
Energi Surya
Energi surya berasal dari matahari dalam bentuk radiasi, yang harus diubah secara langsung atau tidak langsung menjadi listrik atau bentuk energi lain yang dapat digunakan. Ada dua jenis utama teknologi yang digunakan untuk menangkap energi dari radiasi surya, yaitu termal dan fotovoltaik. Teknologi surya termal, juga dikenal sebagai tenaga surya terkonsentrasi atau CSP, menggunakan sinar matahari untuk memanaskan cairan menjadi uap, yang dapat menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik. Teknologi fotovoltaik (PV) mengubah cahaya matahari langsung menjadi listrik.
Teknologi fotovoltaik memungkinkan listrik dihasilkan dengan biaya lebih murah, tetapi energi yang dikumpulkan menggunakan CSP dapat disimpan dengan biaya lebih rendah. Kedua metode dapat ditingkatkan untuk menghasilkan daya untuk jaringan listrik atau skala kecil untuk menghasilkan listrik tambahan atau panas untuk rumah, sekolah, dan bisnis.