Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Indonesia: Negeri Energi Terbarukan dan Aksi Iklim

28 Mei 2023   06:05 Diperbarui: 28 Mei 2023   06:23 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Negeri Energi Terbarukan dan Aksi Iklim (Bing Image Creator)


Indonesia: Negeri Energi Terbarukan dan Aksi Iklim

Bagaimana Indonesia memanfaatkan sumber daya air, angin, matahari, panas bumi, dan hidrogen untuk menggerakkan masa depannya.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam yang melimpah dan beragam. Namun, Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan perubahan iklim yang semakin parah. Untuk itu, Indonesia membutuhkan transisi energi yang adil dan berkelanjutan, yang dapat mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.

Salah satu langkah penting yang telah dilakukan Indonesia adalah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dalam bauran energi nasional. Indonesia berkomitmen untuk mencapai 34 persen energi terbarukan pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada sektor kelistrikan pada tahun 2050. Untuk mewujudkan target ini, Indonesia bekerja sama dengan mitra internasional untuk menggalang dana dan investasi sebesar 20 miliar dolar AS, serta memanfaatkan potensi sumber daya air, angin, matahari, panas bumi, dan hidrogen yang tersebar di seluruh wilayah.

Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana Indonesia memanfaatkan sumber daya energi terbarukan tersebut untuk menggerakkan masa depannya, serta apa saja tantangan dan peluang yang dihadapi dalam proses transisi energi. Kita juga akan melihat bagaimana transisi energi dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan bagi Indonesia dan dunia.

Kebijakan Energi Terbarukan dan Iklim di Indonesia

Ilustrasi ( Bing Image Creator)
Ilustrasi ( Bing Image Creator)

Kebijakan energi di Internasional dan IndonesiaIre mencakup peraturan dan program nasional dan daerah yang menetapkan standar atau menawarkan insentif untuk memandu produksi dan penggunaan energi. Sebagai negara berkembang dengan populasi yang besar dan kebutuhan energi yang terus meningkat, Indonesia menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dan 41% dengan dukungan internasional. 

Untuk mencapai tujuan ini, Indonesia perlu mempercepat transisi energi ke sistem yang sebagian besar didasarkan pada sumber energi terbarukan. Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) telah berkolaborasi untuk mengembangkan Outlook Transisi Energi Indonesia, yang menguraikan peta jalan energi yang komprehensif untuk Indonesia hingga tahun 2050 dan menyelaraskan Indonesia dengan tujuan-tujuan perjanjian Paris (Iklim Paris)

Menurut temuan utama laporan tersebut, jika Indonesia mempercepat transisi energinya, Indonesia dapat mencapai target jangka panjangnya yang ambisius, yaitu jalur netral iklim, dan juga mengurangi biaya yang dihabiskan untuk energi. Laporan tersebut menunjukkan bahwa sumber energi terbarukan dapat mencapai 67% dari total listrik yang dihasilkan di Indonesia pada tahun 2050, naik dari 12,5% pada tahun 2020. Sumber-sumber energi terbarukan tersebut meliputi tenaga surya (28%), tenaga air (18%), tenaga angin (11%), energi panas bumi (8%), dan biomassa (2%). Dari total energi yang diproduksi di Indonesia pada tahun 2050, sekitar 25% akan berasal dari bahan bakar fosil, sekitar 65% dari sumber energi terbarukan, dan sekitar 10% dari tenaga nuklir.

Dengan meningkatnya investasi dari pemerintah dan sektor swasta, teknologi energi terbarukan menyumbang 51% dari seluruh penambahan kapasitas pembangkit listrik di Indonesia pada tahun 2020. Tenaga surya menyumbang 21% dari total penambahan kapasitas, dan tenaga angin menyumbang 17%. Tenaga air, panas bumi, dan biomassa menyumbang total 13%. Sisa kapasitas pembangkit listrik yang tersisa berasal dari sumber energi tak terbarukan, terutama gas alam (38%), karena industri batu bara dan minyak mengurangi kapasitasnya.

Peralihan ke energi terbarukan telah didukung oleh berbagai kebijakan dan inisiatif. Kementerian ESDM telah mengeluarkan beberapa peraturan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, seperti Peraturan Presiden No. 35/2018 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan, Peraturan Menteri No. 4/2020 tentang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, dan Peraturan Menteri No. 16/2021 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Energi Terbarukan oleh PT PLN (Persero).

Kementerian ESDM juga telah meluncurkan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) 2021, yang memberikan analisis komprehensif tentang status saat ini dan prospek masa depan energi terbarukan di Indonesia. Beberapa pemangku kepentingan dan pakar yang progresif telah mendorong penerapan kebijakan yang lebih luas, yang biasa disebut sebagai Green New Deal, yang akan mempercepat pergeseran menuju kemandirian energi, kelestarian lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi yang tercipta melalui penggunaan energi terbarukan dan kebijakan ambisius lainnya. 

Namun, ada juga beberapa tantangan dan hambatan yang menghambat transisi energi di Indonesia, seperti kurangnya koordinasi antar lembaga, tingginya biaya proyek energi terbarukan, rendahnya tarif listrik, subsidi bahan bakar fosil, dan dampak sosial dan lingkungan dari beberapa sumber energi terbarukan.

Tenaga Angin di Indonesia: Peluang dan Tantangan

Ilustrasi ( Bing Image Creator)
Ilustrasi ( Bing Image Creator)

Tenaga angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat membantu Indonesia mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan netralitas karbon pada tahun 2060. Tenaga angin menggunakan turbin besar untuk mengubah energi kinetik angin menjadi listrik. 

Listrik yang dihasilkan dapat disalurkan ke jaringan listrik oleh perusahaan listrik atau digunakan untuk aplikasi di luar jaringan listrik. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan tenaga angin, diperkirakan mencapai 155 gigawatt (GW) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, kapasitas terpasang tenaga angin di Indonesia saat ini hanya sekitar 1,2 MW, jauh di bawah potensi dan target.

Indonesia memiliki beberapa wilayah dengan kecepatan angin yang tinggi dan cocok untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin. Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), provinsi dengan potensi tenaga angin tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (10,18 GW), Jawa Timur (7,9 GW), Jawa Barat (7,03 GW), Jawa Tengah (5,2 GW), dan Sulawesi Selatan (4,19 GW). 

Kecepatan angin tertinggi tercatat di Sukabumi, Jawa Barat (7 m/s) dan Pulau Sangihe (6,4 m/s). Pembangkit listrik tenaga angin terbesar di Indonesia terletak di Sidrap, Sulawesi Selatan, dengan kapasitas 75 MW. Proyek besar lainnya adalah Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Banten, yang merupakan kolaborasi antara perusahaan listrik milik negara PLN dan Badan Pembangunan Prancis (AFD). Proyek ini bertujuan untuk membangun pembangkit listrik tenaga angin berkapasitas 200 MW di Pandeglang, Banten.

Tenaga angin menawarkan banyak manfaat bagi Indonesia, seperti meningkatkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat, mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat lokal, serta mendiversifikasi pasokan energi. Namun, ada juga beberapa tantangan dan hambatan yang menghambat pengembangan tenaga angin di Indonesia, seperti kecepatan angin yang rendah dan bervariasi, biaya tinggi dan kompleksitas instalasi dan pemeliharaan turbin angin, kurangnya infrastruktur transmisi dan distribusi, ketidakpastian peraturan dan kebijakan, dampak sosial dan lingkungan, dan persaingan dengan sumber energi lainnya.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan memanfaatkan potensi tenaga angin di Indonesia, diperlukan beberapa strategi dan tindakan, seperti melakukan penilaian sumber daya angin yang lebih rinci dan dapat diandalkan, memberikan insentif dan subsidi untuk pengembang dan investor tenaga angin, meningkatkan kapasitas dan stabilitas jaringan listrik, menyederhanakan proses perizinan dan lisensi, meningkatkan kesadaran dan penerimaan masyarakat terhadap tenaga angin, serta meningkatkan kerja sama dan koordinasi di antara para pemangku kepentingan. 

Tenaga angin dapat menjadi kontributor utama bagi transisi energi dan tujuan iklim Indonesia jika langkah-langkah ini diterapkan secara efektif.

Potensi Tenaga Air dan Tenaga Hidrokinetik di Indonesia

Ilustrasi ( Bing Image Creator)
Ilustrasi ( Bing Image Creator)

Indonesia memiliki sumber daya air yang melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik baik dari tenaga air maupun tenaga hidrokinetik. Tenaga air menggunakan energi air yang mengalir di sungai atau bendungan untuk memutar turbin dan menghasilkan listrik. Tenaga hidrokinetik menangkap energi gelombang laut, pasang surut, arus, dan gradien termal sebagai sumber listrik terbarukan.

Pembangkit Listrik Tenaga Air di Indonesia

Potensi tenaga air teknis di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 75.000 MW, dengan sumber daya yang belum dimanfaatkan terkonsentrasi di pulau Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Namun, hanya sekitar 5.886 MW kapasitas PLTA yang telah terpasang pada tahun 2019, menghasilkan 17,03 TWh listrik. Pengembangan teknologi terbarukan, termasuk PLTA, terhambat oleh preferensi pemerintah terhadap batu bara dan gas untuk mengurangi biaya produksi listrik dan ketergantungan pada minyak bersubsidi.

Sektor kelistrikan di Indonesia didominasi oleh perusahaan listrik milik negara, PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), yang menguasai 74% dari 46 GW kapasitas listrik terpasang di Indonesia, serta infrastruktur transmisi dan distribusi. Keterlibatan produsen listrik independen diatur oleh Undang-Undang Ketenagalistrikan 2009, yang mempertahankan hak eksklusif PLN atas transmisi, distribusi, dan penjualan listrik.

Pemerintah telah menetapkan target untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dalam total penggunaan energi di Indonesia menjadi 23% pada tahun 2025, yang akan membutuhkan lebih banyak investasi di pembangkit listrik tenaga air dan sumber energi bersih lainnya. Menurut rencana strategis PLN (RUPTL), kapasitas baru di Indonesia akan mencakup 1 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga air. Saat ini, tujuh pembangkit listrik tenaga air dengan total 1.559 MW sedang dalam tahap konstruksi, dan sepuluh proyek lainnya dengan total 1.819 MW sedang dalam tahap negosiasi perjanjian jual beli listrik.

Proyek terbesar yang sedang dibangun adalah Upper Cisokan, pembangkit listrik tenaga air pumped storage berkapasitas 1.040 MW yang terletak di Jawa bagian barat. Proyek ini didukung oleh pinjaman sebesar US$380 juta dari Bank Dunia, dan bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pembangkit listrik pada saat permintaan puncak, sekaligus mendukung transisi energi dan tujuan dekarbonisasi di Indonesia. 

PLTA pumped storage menggunakan dua reservoir air pada ketinggian yang berbeda, dan memompa air ke reservoir atas ketika permintaan listrik rendah atau ketika ada pembangkit listrik yang melimpah dari tenaga surya atau sumber terbarukan lainnya. Ketika permintaan listrik tinggi, air mengalir ke reservoir bawah dan memutar turbin, menghasilkan listrik.

PLTA memiliki beberapa manfaat lingkungan dan sosial, seperti membantu pengendalian banjir dan memfasilitasi pengelolaan sumber daya air tawar. Namun, PLTA juga memiliki beberapa dampak negatif, seperti menggusur pemukiman manusia, mengancam spesies tanaman dan hewan asli, menyebabkan masalah penumpukan sedimen, dan menyia-nyiakan sumber daya air tawar yang berharga dengan meningkatkan area permukaan yang terkena penguapan. Oleh karena itu, pembangunan PLTA harus dilakukan dengan cara yang berkelanjutan secara lingkungan dan sosial, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan hak-hak masyarakat lokal dan ekosistem.

Pembangkit Listrik Tenaga Hidrokinetik di Indonesia

Ilustrasi (Bing Image Creator)
Ilustrasi (Bing Image Creator)

Indonesia juga memiliki potensi besar untuk pembangkit listrik tenaga hidrokinetik atau energi laut, karena garis pantainya yang panjang dan sumber daya lautnya yang kaya. Tenaga hidrokinetik menggunakan perangkat seperti konverter gelombang, turbin pasang surut, atau sistem konversi energi panas laut untuk menangkap energi gelombang laut, pasang surut, arus, dan gradien termal sebagai sumber listrik terbarukan.

Namun, tenaga hidrokinetik masih dalam tahap awal pengembangan di Indonesia, dan menghadapi banyak tantangan seperti biaya yang tinggi, kurangnya peraturan, kesulitan teknis, masalah lingkungan, dan penerimaan sosial. Pemerintah belum menetapkan target atau kebijakan khusus untuk pengembangan tenaga hidrokinetik.

Namun demikian, beberapa proyek percontohan telah diprakarsai oleh perusahaan swasta atau lembaga penelitian untuk menguji kelayakan dan kinerja perangkat hidrokinetik di perairan Indonesia. Sebagai contoh, konverter energi gelombang yang dikembangkan oleh OceanPixel telah dipasang di Pulau Nusa Penida, Bali, pada tahun 2017. Turbin pasang surut yang dikembangkan oleh SBS International dipasang di Selat Larantuka di Nusa Tenggara Timur pada tahun 2018. Sistem konversi energi panas laut yang dikembangkan oleh Saga University dipasang di Teluk Ambon di Maluku pada tahun 2019.

Para peminat energi hidrokinetik menyatakan bahwa teknologi ini akan terbukti lebih aman dan lebih dapat diprediksi daripada sumber energi terbarukan lainnya, karena pola air dapat ditentukan beberapa tahun sebelumnya. Para ahli memperkirakan bahwa energi hidrokinetik pada akhirnya dapat memasok hingga 80 persen dari kebutuhan energi negara. Oleh karena itu, tenaga hidrokinetik dapat menjadi pilihan yang menjanjikan bagi Indonesia untuk mendiversifikasi bauran energinya dan mengurangi emisi gas rumah kaca di masa depan.

Energi Surya

Ilustrasi ( Bing Image Creator)
Ilustrasi ( Bing Image Creator)

Energi surya berasal dari matahari dalam bentuk radiasi, yang harus diubah secara langsung atau tidak langsung menjadi listrik atau bentuk energi lain yang dapat digunakan. Ada dua jenis utama teknologi yang digunakan untuk menangkap energi dari radiasi surya, yaitu termal dan fotovoltaik. Teknologi surya termal, juga dikenal sebagai tenaga surya terkonsentrasi atau CSP, menggunakan sinar matahari untuk memanaskan cairan menjadi uap, yang dapat menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik. Teknologi fotovoltaik (PV) mengubah cahaya matahari langsung menjadi listrik.

Teknologi fotovoltaik memungkinkan listrik dihasilkan dengan biaya lebih murah, tetapi energi yang dikumpulkan menggunakan CSP dapat disimpan dengan biaya lebih rendah. Kedua metode dapat ditingkatkan untuk menghasilkan daya untuk jaringan listrik atau skala kecil untuk menghasilkan listrik tambahan atau panas untuk rumah, sekolah, dan bisnis.

Meskipun para pegiat lingkungan dan penggemar energi surya lainnya mempromosikan energi surya sebagai sumber daya yang bersih dan tak terbatas, para kritikus mencatat bahwa pembangkit listrik tenaga surya membutuhkan lahan luas untuk menampung sejumlah besar panel surya yang dibutuhkan untuk menghasilkan listrik berskala utilitas. Proses produksi sel surya yang intensif energi dapat berkontribusi pada emisi gas rumah kaca dan logam berat yang signifikan, yang berpotensi mengurangi beberapa manfaat energi surya.

Para pendukung berpendapat bahwa efisiensi sel surya telah meningkat seiring dengan penurunan biaya yang terkait dan bahwa mereka mengharapkan kedua tren tersebut akan berlanjut dengan kemajuan teknologi di masa depan.

Indonesia memiliki potensi energi surya yang sangat besar, jauh lebih besar daripada semua sumber energi lainnya digabungkan dan jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan. Menurut sebuah studi yang baru-baru ini dipublikasikan oleh tim Energi Terbarukan 100% di Australian National University (ANU), Indonesia dapat menangkap 7 Terawatt (TW) listrik dari 10 miliar panel surya, menempati ruang seluas 35.000 kilometer persegi. 

Badan Energi Internasional baru-baru ini mengatakan: "Untuk proyek dengan pembiayaan berbiaya rendah yang memanfaatkan sumber daya berkualitas tinggi, PV (fotovoltaik) surya sekarang menjadi sumber listrik termurah dalam sejarah. Surya telah berkontribusi pada sekitar setengah dari penambahan kapasitas pembangkitan global karena murah."

Namun, di mana Indonesia dapat meletakkan 10 miliar panel surya yang dibutuhkannya? Berdasarkan studi kami, panel-panel tersebut dapat ditempatkan di atap dan bekas lokasi tambang batubara, di lokasi pertanian, dan mengapung di laut pedalaman khatulistiwa Indonesia yang tenang. Berikut adalah tempat untuk memasang 10 miliar panel:

1) Surya atap: Ini tidak memerlukan ruang tambahan. Sejumlah besar surya dapat ditempatkan di atap perumahan, komersial, dan industri, fasad bangunan, dan area perkotaan lainnya mencapai 7-19% dari kebutuhan.
2) Agrofotovoltaik (APV) melibatkan penempatan bersama panel surya di antara padang rumput atau tanaman. Penggunaan ganda lahan ini dapat menjadi aliran pendapatan tambahan bagi petani.

Banyak negara, misalnya, telah mengembangkan sistem APV berskala besar yang terhubung ke jaringan listrik. Indonesia memiliki 210.000 kilometer persegi tanaman rendah seperti jagung, atau kopi. Dengan asumsi rata-rata cakupan APV 10%-30% diterapkan pada semua tanaman rendah kecuali padi, 30-90% dari panel yang dibutuhkan dapat ditempatkan di lokasi seperti itu.

3) Bekas lokasi tambang sudah memiliki jalur distribusi/transmisi listrik dan infrastruktur transportasi yang ada, yang dapat membantu pengembang mengurangi biaya modal dalam penyebaran PV surya. Kami menemukan bahwa 2.300 kilometer persegi area pertambangan berlisensi di Indonesia adalah lahan terganggu. Ini dapat menampung sekitar 0,5 TW kapasitas PV surya (sekitar 7% dari kebutuhan).

Potensi Energi Panas Bumi Indonesia

Ilustrasi (Bing Image Creator)
Ilustrasi (Bing Image Creator)
Indonesia merupakan negara dengan sumber daya energi panas bumi yang melimpah, berkat geologi vulkanik dan lokasinya yang berada di sepanjang Cincin Api. Energi panas bumi adalah bentuk energi terbarukan dan ramah lingkungan yang menggunakan panas dari bagian dalam bumi untuk menghasilkan uap dan listrik. Energi panas bumi juga dapat digunakan untuk tujuan lain, seperti pemanasan, mandi, pertanian, dan industri. Energi panas bumi hanya dapat digunakan di daerah di mana batuan panas berada dekat dengan permukaan, seperti daerah gunung berapi dan batas lempeng tektonik.

Indonesia memiliki sekitar 40% dari potensi panas bumi dunia, dengan kapasitas 28.000 megawatt (MW) di 300 lokasi. Pada tahun 2022, Indonesia memiliki 2.356 MW kapasitas panas bumi yang terpasang, menjadikannya produsen listrik tenaga panas bumi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dan melampaui Filipina. Energi panas bumi menyumbang 1,9% dari total pasokan energi Indonesia dan 3,7% dari pembangkitan listrik pada tahun 2007.

Pembangkit listrik tenaga panas bumi pertama di Indonesia dibangun pada tahun 1983 di Kawah Kamojang, Jawa Barat, setelah uji coba pengeboran yang sukses pada tahun 1926. Sejak saat itu, beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi lainnya telah dikembangkan di berbagai daerah, seperti Salak dan Darajat di Jawa Barat, Sibayak di Sumatera Utara, dan Wayang Windu di Jawa Barat. Cadangan panas bumi terbesar terletak di bagian barat Indonesia di mana permintaan energi paling tinggi: Sumatra, Jawa dan Bali. Sulawesi Utara merupakan daerah yang paling maju dalam memanfaatkan energi panas bumi untuk kebutuhan listrik: sekitar 40 persen dari total kebutuhan listrik dipasok oleh energi panas bumi.

Indonesia telah menetapkan target ambisius untuk meningkatkan kapasitas panas bumi menjadi 9.000 MW pada tahun 2025, menjadikannya produsen energi panas bumi terkemuka di dunia. Hal ini akan memenuhi 5% dari total kebutuhan energi Indonesia. Namun, masih banyak tantangan dan hambatan untuk mencapai tujuan ini, seperti biaya eksplorasi dan pengembangan yang tinggi, ketidakpastian peraturan, dampak lingkungan dan sosial, serta risiko teknis dan finansial. Sebuah laporan dari Bank Pembangunan Asia dan Bank Dunia pada tahun 2015 menunjukkan bahwa reformasi kebijakan diperlukan untuk membuka potensi panas bumi Indonesia.

Hidrogen: Sumber Energi Terbarukan yang Menjanjikan untuk Indonesia

Hidrogen adalah elemen yang melimpah yang dapat ditemukan dalam air, gas alam, batu bara, dan biomassa. Hidrogen memiliki potensi untuk memberikan alternatif yang bersih untuk bahan bakar fosil dengan memproduksi listrik melalui sel bahan bakar hidrogen. Sel bahan bakar ini dapat menyalakan kendaraan, generator, atau mesin industri tanpa mengeluarkan gas rumah kaca. Indonesia, sebagai salah satu konsumen energi dan penghasil emisi karbon terbesar di dunia, memiliki kepentingan yang kuat untuk mengembangkan hidrogen sebagai sumber energi terbarukan. 

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29% pada tahun 2030 dan mencapai netralitas karbon pada tahun 2060. Hidrogen diharapkan dapat memainkan peran penting dalam transisi energi dan proses dekarbonisasi ini.

Namun, masih banyak tantangan dan hambatan yang harus diatasi sebelum hidrogen dapat menjadi sumber energi yang layak dan terjangkau. Salah satu tantangan utamanya adalah bagaimana memproduksi hidrogen secara berkelanjutan. Saat ini, sebagian besar hidrogen yang digunakan di Indonesia diekstraksi dari bahan bakar fosil, seperti metana, melalui proses yang disebut steam reforming, yang melepaskan karbon dioksida. Metode ini lebih murah daripada elektrolisis, yang menggunakan listrik untuk memecah air menjadi hidrogen dan oksigen. 

Elektrolisis dapat dianggap sebagai energi terbarukan jika listriknya berasal dari sumber yang dapat diperbarui, seperti tenaga surya, air, atau panas bumi. Namun, elektrolisis mahal dan hanya menyumbang sebagian kecil dari produksi hidrogen di Indonesia. Kisaran harga gas hidrogen sebagai bahan kimia dijual dengan harga Rp. 200.000 hingga Rp. 1.700.000 per 600 L (1 tabung besar) sesuai dengan tingkat kemurnian hidrogen.

Tantangan lainnya adalah bagaimana menggunakan hidrogen secara efisien dan aman di berbagai sektor, seperti transportasi dan industri. Hidrogen dapat digunakan dengan teknologi sel bahan bakar atau dengan teknologi pembakaran internal. Teknologi sel bahan bakar mengubah hidrogen dan oksigen menjadi listrik dan air, sedangkan teknologi pembakaran internal membakar hidrogen sebagai bahan bakar. 

Kedua teknologi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan dalam hal kinerja, biaya, dan dampak lingkungan. Indonesia sedang menjajaki kedua opsi tersebut dan memiliki rencana untuk menggunakan hidrogen di sektor industri dan transportasi. Sebagai contoh, Toyota telah mengembangkan prototipe mobil yang beroperasi dengan pembakaran hidrogen daripada mengandalkan listrik dari baterai sel hidrogen atau sumber lainnya.

Terlepas dari tantangan yang ada, Indonesia memiliki potensi dan peluang yang sangat besar untuk menjadi pemimpin global dalam produksi dan pemanfaatan hidrogen. Indonesia memiliki sumber daya energi terbarukan yang melimpah, seperti tenaga surya, air, dan panas bumi, yang dapat digunakan untuk memproduksi hidrogen hijau.

Hidrogen hijau adalah hidrogen yang diproduksi dari sumber terbarukan tanpa mengeluarkan karbon dioksida. Total potensi energi terbarukan skala utilitas di Indonesia diperkirakan mencapai 442 GW pada tahun 2018, di mana hanya 2% yang telah dimanfaatkan. Potensi ini membuat Indonesia berada pada posisi yang tepat untuk menjadi pembangkit listrik tenaga hidrogen ramah lingkungan di masa depan. Indonesia juga dapat mengambil manfaat dari mengekspor hidrogen dan turunannya, seperti amonia dan metanol, ke negara-negara lain yang ingin mengurangi jejak karbon mereka. Hidrogen dapat menjadi sumber pendapatan baru dan pengaruh geopolitik bagi Indonesia di kawasan ini dan sekitarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun