Dengan meningkatnya investasi dari pemerintah dan sektor swasta, teknologi energi terbarukan menyumbang 51% dari seluruh penambahan kapasitas pembangkit listrik di Indonesia pada tahun 2020. Tenaga surya menyumbang 21% dari total penambahan kapasitas, dan tenaga angin menyumbang 17%. Tenaga air, panas bumi, dan biomassa menyumbang total 13%. Sisa kapasitas pembangkit listrik yang tersisa berasal dari sumber energi tak terbarukan, terutama gas alam (38%), karena industri batu bara dan minyak mengurangi kapasitasnya.
Peralihan ke energi terbarukan telah didukung oleh berbagai kebijakan dan inisiatif. Kementerian ESDM telah mengeluarkan beberapa peraturan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan, seperti Peraturan Presiden No. 35/2018 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan, Peraturan Menteri No. 4/2020 tentang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, dan Peraturan Menteri No. 16/2021 tentang Pembelian Tenaga Listrik dari Pembangkit Tenaga Energi Terbarukan oleh PT PLN (Persero).
Kementerian ESDM juga telah meluncurkan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) 2021, yang memberikan analisis komprehensif tentang status saat ini dan prospek masa depan energi terbarukan di Indonesia. Beberapa pemangku kepentingan dan pakar yang progresif telah mendorong penerapan kebijakan yang lebih luas, yang biasa disebut sebagai Green New Deal, yang akan mempercepat pergeseran menuju kemandirian energi, kelestarian lingkungan, dan pertumbuhan ekonomi yang tercipta melalui penggunaan energi terbarukan dan kebijakan ambisius lainnya.Â
Namun, ada juga beberapa tantangan dan hambatan yang menghambat transisi energi di Indonesia, seperti kurangnya koordinasi antar lembaga, tingginya biaya proyek energi terbarukan, rendahnya tarif listrik, subsidi bahan bakar fosil, dan dampak sosial dan lingkungan dari beberapa sumber energi terbarukan.
Tenaga Angin di Indonesia: Peluang dan Tantangan
Tenaga angin merupakan salah satu sumber energi terbarukan yang dapat membantu Indonesia mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 dan netralitas karbon pada tahun 2060. Tenaga angin menggunakan turbin besar untuk mengubah energi kinetik angin menjadi listrik.Â
Listrik yang dihasilkan dapat disalurkan ke jaringan listrik oleh perusahaan listrik atau digunakan untuk aplikasi di luar jaringan listrik. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk pengembangan tenaga angin, diperkirakan mencapai 155 gigawatt (GW) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, kapasitas terpasang tenaga angin di Indonesia saat ini hanya sekitar 1,2 MW, jauh di bawah potensi dan target.
Indonesia memiliki beberapa wilayah dengan kecepatan angin yang tinggi dan cocok untuk proyek pembangkit listrik tenaga angin. Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), provinsi dengan potensi tenaga angin tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (10,18 GW), Jawa Timur (7,9 GW), Jawa Barat (7,03 GW), Jawa Tengah (5,2 GW), dan Sulawesi Selatan (4,19 GW).Â
Kecepatan angin tertinggi tercatat di Sukabumi, Jawa Barat (7 m/s) dan Pulau Sangihe (6,4 m/s). Pembangkit listrik tenaga angin terbesar di Indonesia terletak di Sidrap, Sulawesi Selatan, dengan kapasitas 75 MW. Proyek besar lainnya adalah Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu Banten, yang merupakan kolaborasi antara perusahaan listrik milik negara PLN dan Badan Pembangunan Prancis (AFD). Proyek ini bertujuan untuk membangun pembangkit listrik tenaga angin berkapasitas 200 MW di Pandeglang, Banten.
Tenaga angin menawarkan banyak manfaat bagi Indonesia, seperti meningkatkan kualitas udara dan kesehatan masyarakat, mengurangi emisi gas rumah kaca, menciptakan lapangan kerja dan pendapatan bagi masyarakat lokal, serta mendiversifikasi pasokan energi. Namun, ada juga beberapa tantangan dan hambatan yang menghambat pengembangan tenaga angin di Indonesia, seperti kecepatan angin yang rendah dan bervariasi, biaya tinggi dan kompleksitas instalasi dan pemeliharaan turbin angin, kurangnya infrastruktur transmisi dan distribusi, ketidakpastian peraturan dan kebijakan, dampak sosial dan lingkungan, dan persaingan dengan sumber energi lainnya.