Secara keseluruhan, standar kecantikan tampaknya berkembang untuk mendukung keragaman ras, usia, dan tipe tubuh yang lebih besar. Sebuah studi tahun 2017 yang diterbitkan di JAMA Dermatology membandingkan 50 Orang Tercantik di Dunia versi tahunan People dari tahun 1990 dan 2017 dan menemukan penurunan representasi perempuan berkulit putih dan peningkatan representasi perempuan yang lebih tua dan berkulit gelap. Meskipun perluasan norma kecantikan secara umum dipandang sebagai kemajuan, beberapa ahli mempertanyakan sejauh mana perubahan ini merupakan tanda definisi kecantikan yang semakin inklusif. Sebagai contoh, beberapa kritikus memandang kemunculan cita-cita atletis sama bermasalahnya dengan cita-cita ketipisan, dengan menyatakan bahwa hal tersebut menggantikan satu standar yang tidak dapat dicapai dengan standar lainnya dan hanya menciptakan cara baru bagi perempuan untuk gagal.
Di Indonesia, di mana penggunaan media sosial sangat tinggi di antara 276 juta penduduknya, produk kecantikan sering kali dipasarkan melalui platform digital seperti Instagram, YouTube, TikTok, Shopee Live, dan lainnya. Dengan banyaknya orang Indonesia yang meninggalkan jejak digital mereka di platform media sosial, bisnis eCommerce dihadapkan pada peluang pemasaran media sosial yang sangat besar, baik dalam bentuk kegiatan pemasaran organik maupun berbayar melalui pemasaran viral, iklan berbayar, pemasaran influencer, dan masih banyak lagi.
Minat yang tinggi terhadap media sosial dan produk kecantikan ini juga telah mendorong popularitas produk kecantikan Korea di Indonesia, terutama sheet mask. Menurut penelitian Rakuten Insight pada tahun 2019 yang menemukan bahwa dari orang Indonesia yang menggunakan produk kecantikan Korea, 39% di antaranya menemukan informasi tersebut dari influencer kecantikan di media sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H