Penyediaan perawatan pasca-aborsi adalah legal dan ditawarkan di banyak rumah sakit. Perawatan pascaborsi mencakup layanan untuk mengobati keguguran, serta komplikasi aborsi yang tidak aman. Namun, banyak wanita mungkin menghadapi hambatan untuk mengakses perawatan pascaborsi karena stigma, ketakutan akan konsekuensi hukum, kurangnya informasi atau ketersediaan layanan.
Pada tahun 2018, diperkirakan 1,7 juta aborsi terjadi di Jawa, pulau terpadat di Indonesia. Hal ini setara dengan angka 43 aborsi per 1.000 perempuan berusia 15-49 tahun. Sebagai perbandingan, angka aborsi regional di Asia Tenggara adalah 34 aborsi per 1.000 perempuan. Insiden aborsi bervariasi di seluruh provinsi dan wilayah di Indonesia. Pada tahun 2018, Aceh memiliki angka aborsi terendah (15 per 1.000) dan Jakarta memiliki angka aborsi tertinggi (68 per 1.000).
Pada tahun 2018, sebagian besar perempuan (73%) yang melakukan aborsi melakukan aborsi sendiri. Sekitar satu dari lima perempuan (21%) melaporkan bahwa mereka mendapatkan aborsi dari dokter atau bidan. Misoprostol tersedia di apotek dengan berbagai nama merek, seperti Chr**alux*, C**r*so*, C*t*st*, Gas**u*, I*vi*ec, dan N*p*osto*. Namun, resep dokter mungkin diperlukan dan kualitas serta dosis pil dapat bervariasi. Ada juga laporan tentang pil aborsi medis yang tidak disetujui yang dijual secara online atau di pasar tanpa instruksi atau konseling yang tepat.
Tidak ada undang-undang yang mewajibkan keterlibatan orang tua bagi anak di bawah umur yang ingin melakukan aborsi di Indonesia. Namun, mengingat batasan hukum dan norma-norma sosial seputar aborsi dan seks pranikah, ada kemungkinan banyak anak di bawah umur yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan layanan aborsi yang aman dan legal atau layanan pasca aborsi. Tidak ada data yang dapat diandalkan tentang kejadian atau hasil aborsi di antara anak di bawah umur di Indonesia.
Dampak dan Masa Depan Keterlibatan Orang Tua
Para pendukung keterlibatan orang tua percaya bahwa orang tua memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka, dan bahwa keterlibatan mereka dapat meningkatkan prestasi akademik dan kesejahteraan anak-anak. Mereka juga berpendapat bahwa keterlibatan orang tua dapat membina hubungan dan komunikasi yang lebih baik antara orang tua dan anak. Namun, penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua merupakan fenomena yang kompleks dan multidimensi yang bergantung pada berbagai faktor, seperti latar belakang pendidikan orang tua, status sosial ekonomi, nilai-nilai budaya, harapan, dan aspirasi untuk anak-anak mereka, serta kebijakan, praktik, dan undangan sekolah (Yulianti et al., 2019). Para pendukung keterlibatan orang tua juga membedakan pendidikan dengan layanan kesehatan seperti aborsi atau kontrasepsi, dengan alasan bahwa layanan tersebut memiliki risiko moral dan medis yang spesifik untuk anak di bawah umur.
Mengukur dampak keterlibatan orang tua terhadap pendidikan anak memiliki banyak tantangan karena banyak faktor yang berkontribusi terhadap perubahan hasil pembelajaran, seperti kualitas pengajaran, kurikulum, penilaian, dan lingkungan sekolah. Ketidakkonsistenan dalam pelaporan data juga telah diidentifikasi. Namun, banyak organisasi pendidikan yang secara konsisten menyuarakan dukungannya terhadap keterlibatan orang tua. Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan dan undang-undang yang bertujuan untuk mengatur partisipasi keluarga dan masyarakat dalam sistem sekolah. Menurut undang-undang tersebut, partisipasi masyarakat mencakup partisipasi individu, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Masyarakat memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses-proses tersebut.
Pimpinan sekolah dan guru adalah dua agen penting dalam organisasi sekolah untuk mendorong keterlibatan orang tua. Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh Yulianti dkk. (2020) adalah untuk menyelidiki bagaimana para pemimpin sekolah dan guru mendorong keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak-anak mereka di Jawa, pulau terpadat di Indonesia. Mereka menemukan bahwa kepemimpinan transformasional tidak memiliki efek langsung yang signifikan terhadap keterlibatan orang tua. Efek signifikan ditemukan dari undangan guru terhadap keterlibatan orang tua. Secara khusus, undangan guru berkontribusi pada keterlibatan orang tua berbasis sekolah, seperti merekrut orang tua sebagai sukarelawan dan keterlibatan dalam pengambilan keputusan di sekolah.
Keterlibatan orang tua juga menghadapi beberapa tantangan dan hambatan di Indonesia. Sebagai contoh, beberapa orang tua mungkin memiliki tingkat pendidikan yang rendah atau sumber daya yang terbatas untuk mendukung pembelajaran anak-anak mereka di rumah atau di sekolah. Beberapa orang tua mungkin juga memiliki harapan atau aspirasi yang berbeda dengan sekolah atau guru untuk pendidikan anak-anak mereka. Beberapa orang tua mungkin menghadapi kesulitan dalam berkomunikasi dengan sekolah atau guru karena kendala bahasa atau perbedaan budaya. Beberapa orang tua mungkin juga merasa tidak diterima atau tidak berdaya di sekolah karena kurangnya informasi atau kesempatan untuk berpartisipasi aktif.
Tidak ada undang-undang yang mewajibkan keterlibatan orang tua bagi anak di bawah umur yang ingin melakukan aborsi di Indonesia. Namun, mengingat batasan hukum dan norma-norma sosial seputar aborsi dan seks pranikah, ada kemungkinan banyak anak di bawah umur yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan layanan aborsi yang aman dan legal atau layanan pasca aborsi.Â
Aborsi sebagian besar ilegal di Indonesia kecuali dalam kasus pemerkosaan atau keadaan darurat medis dalam 40 hari pertama kehamilan. Aborsi adalah ilegal dalam semua kasus lainnya dan dapat dihukum dengan hukuman penjara dan denda. Banyak wanita yang memilih untuk melakukan aborsi yang tidak aman yang dapat membahayakan kesehatan dan nyawa mereka. Perawatan pasca aborsi adalah legal dan ditawarkan di banyak rumah sakit tetapi mungkin tidak dapat diakses atau distigmatisasi untuk beberapa wanita.