Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekte atau Agama Baru? Stereotip Negatif dan Kesalahpahaman tentang Kepercayaan Alternatif

9 Mei 2023   19:08 Diperbarui: 9 Mei 2023   19:11 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Sekte dan Agama Baru (Dok. Pribadi)

Praktik pemrograman ulang secara paksa sebagian besar dihentikan setelah seorang anggota sekte memenangkan gugatan terhadap deprogrammernya pada tahun 1995. 

Penelitian akademis telah mengungkapkan bahwa banyak orang yang bergabung dengan sekte sesat memilih untuk meninggalkannya, dan tidak semua anggota menjadi sepenuhnya terisolasi dari masyarakat. Oleh karena itu, para sosiolog dan peneliti lebih suka menggunakan istilah gerakan keagamaan baru (NRM) daripada kultus untuk memisahkan NRM dari konotasi negatif yang terkait dengan istilah kultus.

Memahami Perdebatan tentang Sekte dan Gerakan Keagamaan Baru

Diskusi tentang apa yang mendefinisikan "sekte" atau "gerakan agama baru" sering kali kontroversial dan sarat dengan emosi. Sebagian orang menganggap agama-agama ini berbahaya dan menyimpang, sementara yang lain menganggapnya sebagai pandangan sekilas yang menarik tentang konstruksi makna dan organisasi keagamaan. Namun, sudut pandang yang berbeda ini semakin diperkuat oleh agenda berbagai kelompok kepentingan.

Bob Larson (Credit: Daily Star)
Bob Larson (Credit: Daily Star)

Satu kelompok berusaha untuk menantang legitimasi gerakan-gerakan keagamaan baru dan meyakinkan para penganutnya untuk meninggalkan keyakinan mereka. 

Sebagai contoh, Bob Larson, seorang apologis kontra-sekte Evangelis, menganggap agama-agama ini mencurigakan karena penyimpangannya dari pemahamannya tentang Kekristenan. 

Demikian pula, ketika keyakinan utama dari sebuah agama baru berbeda dengan tradisi agama yang dominan dalam masyarakat tertentu, mereka sering dipandang dengan skeptis. Namun, dinamika ini bervariasi dari satu negara ke negara lain. Sebagai contoh, Gereja Metodis Bersatu adalah badan keagamaan yang dominan di Amerika Serikat, tetapi pemerintah Yunani menyebutnya sebagai sekte yang merusak.

Aktivisme antikultus sekuler, di sisi lain, didorong oleh keprihatinan terhadap kesejahteraan psikologis para pemeluk agama baru, bukan oleh konflik teologis atau perbedaan doktrinal. Namun, kedua gerakan perlawanan ini memiliki isu-isu yang sama, seperti menunjukkan bahaya sekte-sekte sesat, memperingatkan orang-orang untuk tidak memeluknya, dan membujuk orang-orang untuk meninggalkannya.

Perdebatan mengenai sekte sesat dan gerakan keagamaan baru sangatlah kompleks dan memiliki banyak sisi. Memahami beragam sudut pandang dan motivasi kelompok-kelompok kepentingan yang terlibat dapat memberikan wawasan tentang topik kontroversial ini.

Media dan Kesalahpahaman tentang Gerakan Keagamaan Baru

Kebanyakan orang hanya memiliki sedikit pengalaman pribadi dengan gerakan-gerakan keagamaan baru dan sangat bergantung pada media untuk mendapatkan informasi. Sayangnya, istilah "sekte" telah menjadi label yang merendahkan yang digunakan oleh media untuk menggambarkan kelompok agama apa pun yang dianggap aneh atau berbahaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun