Mohon tunggu...
Dailymonthly
Dailymonthly Mohon Tunggu... Freelancer - Just Another Blog

Budayakan Membaca Dailymonthly | Prima H. I have been writing for over 10 years. I have written on various topics such as politics, technology, and entertainment. However, my true passion lies in writing about comprehensive analysis and from various points of view. I believe that writing from multiple perspectives allows me to explore my subjects, settings, and moral gray areas from a wider variety of perspectives, which sustains complexity and keeps the reader interested. I have written several articles on this topic and am considered an expert in the field.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Pangan Transgenik Bukanlah Solusi Sederhana untuk Mengatasi Kelaparan Dunia atau Ancaman Bagi Kesehatan

5 Mei 2023   06:05 Diperbarui: 5 Mei 2023   08:34 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pangan transgenik bukanlah solusi sederhana. (dok.pribadi)

Pangan transgenik bukanlah solusi sederhana untuk mengatasi kelaparan dunia atau ancaman bagi kesehatan manusia. 

Makanan hasil rekayasa genetika (GM), yang juga dikenal sebagai makanan hasil rekayasa genetika, adalah produk yang dapat dimakan yang telah diubah pada tingkat genetik melalui proses yang disebut rekayasa genetika atau bioteknologi. Proses ini melibatkan manipulasi DNA suatu organisme untuk menghasilkan sifat-sifat tertentu yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap hama, herbisida, dan penyakit, hasil panen yang lebih baik, dan peningkatan kandungan nutrisi.

Sebagian besar makanan GM yang tersedia di pasar berasal dari tanaman hasil rekayasa genetika. Tanaman dimodifikasi untuk meningkatkan karakteristik tertentu, yang dapat mengurangi kebutuhan akan pestisida kimia, ketahanan terhadap kekeringan dan penyakit yang lebih baik, masa simpan produk yang lebih lama, serta peningkatan rasa dan kandungan nutrisi.

Namun, pengenalan makanan transgenik telah menimbulkan kontroversi. Pihak yang skeptis mengkhawatirkan potensi risiko kesehatan jangka panjang yang belum teridentifikasi, meskipun ada jaminan ilmiah yang kuat atas keamanan makanan GM. Beberapa konsumen memilih untuk menghindari makanan GM sama sekali, yang mengarah pada terciptanya pasar untuk makanan yang diberi label "bebas GMO."

Kesimpulannya, meskipun makanan transgenik memiliki manfaat, perdebatan seputar keamanan dan potensi risikonya masih terus berlanjut. Tergantung pada konsumen individu untuk mempertimbangkan pro dan kontra dan membuat keputusan yang tepat tentang apakah akan mengkonsumsi makanan GM atau tidak.

Evolusi Modifikasi Genetik dalam Produksi Pangan

Selama ribuan tahun, manusia telah memanfaatkan teknik pemuliaan selektif untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas organisme peliharaan. Ini termasuk metode seperti hibridisasi dan pencangkokan tanaman, yang telah digunakan untuk meningkatkan penampilan, rasa, hasil, dan ketahanan berbagai organisme penghasil makanan. 

Pada abad kesembilan belas, para petani mulai mengembangbiakkan tanaman dan hewan yang terkait secara selektif, sehingga menghasilkan hibrida dari berbagai tanaman dan ternak.

Pada tahun 1930-an, para ilmuwan mengembangkan mutagenesis, sebuah teknik yang melibatkan penggunaan radiasi atau bahan kimia untuk memicu mutasi genetik pada benih tanaman. Benih yang mengembangkan sifat-sifat yang menguntungkan sebagai hasil dari mutasi ini direproduksi, menciptakan makanan baru seperti jeruk bali "merah delima" dan gandum durum yang digunakan dalam pasta Italia.

Pada tahun 1980-an, rekayasa genetika mendobrak batasan pemuliaan konvensional melalui transgenesis. Proses ini melibatkan penyisipan DNA dari spesies yang tidak terkait ke dalam sel tanaman atau hewan menggunakan inang bakteri. 

Transgenesis merupakan perkembangan penting yang menyebabkan terciptanya banyak perbaikan tanaman yang terkait dengan tanaman transgenik. Pada tahun 2009, para ilmuwan mengembangkan teknik CRISPR yang sangat tepat untuk pengeditan gen, yang mengubah gen tertentu menjadi "hidup" atau "mati" untuk menghasilkan sifat-sifat yang diinginkan, meningkatkan kecepatan dan mengurangi biaya manipulasi DNA.

Saat ini, sebelas tanaman transgenik telah disetujui untuk digunakan sebagai bahan pangan atau komersial di Amerika Serikat. Beberapa dari tanaman transgenik ini, seperti bit gula dan kanola, merupakan bagian yang signifikan dari keseluruhan hasil panen di negara tersebut. 

Tanaman transgenik juga digunakan untuk pakan ternak, bahan bakar, dan produk industri lainnya. Meskipun banyak makanan GM yang dijual untuk konsumsi manusia di Amerika Serikat ditemukan dalam bentuk makanan olahan, beberapa makanan utuh yang tidak diolah yang ditanam dengan benih GM, seperti varietas apel, pepaya, kentang, dan labu, juga tersedia.

Meskipun ada jaminan ilmiah berulang kali tentang keamanan makanan transgenik, opini publik terbagi. Menurut jajak pendapat Pew Research Center tahun 2020, 38 persen responden survei di Amerika Serikat meyakini bahwa makanan transgenik tidak aman, dibandingkan dengan 27 persen yang menganggap makanan tersebut aman, dan sepertiga responden mengatakan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan atau informasi yang memadai tentang topik tersebut. 

Di Amerika Serikat dan negara-negara lain yang disurvei sebagai bagian dari penelitian ini, perempuan lebih cenderung menganggap makanan GM tidak aman dibandingkan laki-laki.

Kesimpulannya, modifikasi genetik telah berkembang pesat dalam produksi pangan, dengan berbagai teknik yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman dan ternak. Meskipun makanan GM memiliki manfaat, termasuk peningkatan hasil panen, ketahanan terhadap hama dan penyakit, dan peningkatan kandungan nutrisi, kontroversi seputar profil keamanannya masih terus berlanjut.

Rekayasa Genetika dalam Pertanian dan Produksi Pangan

Rekayasa genetika telah merevolusi pertanian dan produksi pangan. Tanaman pangan dapat dimodifikasi secara genetik agar tahan terhadap pestisida dan herbisida sintetis, serta tahan terhadap ancaman organik seperti jamur, serangga, gulma, dan penyakit. 

Tanaman ini juga dapat dikembangkan untuk pertumbuhan yang lebih cepat, rasa yang lebih baik, ketahanan terhadap tekanan lingkungan, dan hasil yang lebih tinggi. Sebagai contoh, Apel Arktik dan Kentang Bawaan telah direkayasa untuk mencegah pencoklatan dan memar. 

Demikian pula, Beras Emas telah dimodifikasi untuk mengandung tingkat Vitamin A yang lebih tinggi, mengatasi kekurangan yang dapat menyebabkan kebutaan dan kematian, terutama pada anak-anak di negara-negara berpenghasilan rendah. 

Biofortifikasi tanaman melalui rekayasa genetika atau praktik pertanian konvensional merupakan fokus penelitian yang sedang berlangsung melalui kemitraan pemerintah-swasta untuk meningkatkan kandungan nutrisi produk nabati seperti gandum, jagung, beras, kacang-kacangan, singkong, pisang, dan sorgum.

Saat ini, sebagian besar makanan hasil rekayasa genetika (GM) yang beredar di pasar konsumen berasal dari tanaman. Namun, lembaga-lembaga ilmiah internasional seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) meyakini bahwa makanan GM yang berasal dari hewan dan mikroorganisme yang dimodifikasi secara genetik dapat meningkatkan ketahanan dan pasokan pangan global. 

Ternak GM atau ternak transgenik dapat direkayasa untuk meningkatkan kemampuan reproduksi, pemanfaatan nutrisi yang lebih efisien, tingkat pertumbuhan yang lebih cepat, kualitas susu yang lebih baik, dan komposisi daging. 

Modifikasi ini juga dapat meningkatkan ketahanan terhadap penyakit, meningkatkan kuantitas dan kualitas makanan, serta meningkatkan kandungan nutrisi produk makanan berbasis hewan. 

Penelitian terhadap mikroorganisme GM terutama berfokus pada enzim, yang dapat meningkatkan karakteristik makanan, hasil produksi, dan menghilangkan produk sampingan dan racun yang tidak diinginkan. Meskipun makanan berbasis hewan dan mikroorganisme transgenik belum tersedia bagi konsumen, makanan ini dapat tersedia secara lebih luas di masa depan.

Masalah Lingkungan dan Kesehatan dari Tanaman Transgenik

Meskipun tanaman transgenik telah dikembangkan untuk mengurangi penggunaan pestisida dan herbisida kimia, bahan kimia pertanian masih banyak digunakan dalam pertanian. Menurut Greenpeace USA, pengenalan tanaman transgenik bertepatan dengan peningkatan penggunaan agrokimia yang signifikan. Tanaman transgenik juga telah menyebabkan evolusi gulma super dan hama super, yang membutuhkan aplikasi agrokimia tambahan untuk melindungi tanaman.

Kekhawatiran lingkungan lainnya adalah potensi tanaman transgenik yang tidak steril mencemari tanaman nontransgenik melalui penyebaran serbuk sari. Hal ini dapat membahayakan keanekaragaman genetik tanaman tradisional dan kemampuannya untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Produsen makanan korporat juga telah mengaburkan ketertelusuran GMO dalam rantai makanan global, sehingga sulit untuk menentukan makanan mana yang mengandung bahan GM. Para skeptis percaya bahwa kebaruan makanan transgenik berarti tidak ada cukup bukti untuk menilai potensi risikonya secara akurat. 

Pusat Keamanan Pangan AS telah mengidentifikasi kemungkinan risiko kesehatan yang berkaitan dengan konsumsi GMO, termasuk reaksi alergi, resistensi antibiotik, penekanan sistem kekebalan tubuh, toksisitas, dan kanker.

Meskipun belum ada bukti yang menunjukkan adanya risiko-risiko tersebut, banyak negara telah melarang penjualan produk makanan yang mengandung GMO. Ini termasuk enam belas dari dua puluh tujuh negara anggota Uni Eropa, Skotlandia, Peru, dan Arab Saudi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun