Mohon tunggu...
Dail Maruf
Dail Maruf Mohon Tunggu... Guru - Ketua Yayasan Semesta Alam Madani Kota Serang

Guru pembelajar, motivator, dan penulis buku dan artikel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rahasia Panjang Usia Abahku M.Nur

5 Februari 2023   17:08 Diperbarui: 5 Februari 2023   17:12 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usia Abahku Seumur Indonesiaku.

Abah Nur panjang usianya,  dari 13  bersaudara tinggal beliau yang masih ada di alam dunia, semua kakak dan adik kandungnya telah kembali ke alam baqa. Apa rahasia Abah Nur sehingga panjang usia sementara 12 saudara kandungnya telah tiada?. Sebagai anak kandung dari Abah Nur, saya akan berbagi tips panjang umur yang dilakukan abah sehingga usinya sama dengan usia Indonesia.

Abah Nur nama lengkapnya Muhamad Nur, BA.  Anak kelima dari 13 bersaudara dari pasangan Haji Samlawi almarhum dan Ibu Nurwah almarhumah. Punya 6 orang kakak dan  6 orang adik. Dibesarkan dalam keluarga serba kekurangan dengan banyak anak menjadikan Abah Nur tumbuh dan berkembang dalam suasana banyak keprihatinan.

Lahir pada tahun 1945 dan kini Abah Nur usianya sama dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia masuk usia ke-79 tahun . Suatu umur panjang yang sulit menemukannya padanannya saat ini. Di Kampung halamanku di Gantarawang Desa Tunjung Teja, Kabupaten Serang yang usianya sama dengan beliau tersisa 3 orang saja : abah Uci, abah Juned dan abah Nur.

 Sejak kecil abah Nur sering dibawa berkunjung ke rumah saudara atau keluarga besarnya. Bapaknya abah Nur senang membawanya bersilaturahmi ke paman atau bibinya karena paras putranya tersebut paling tampan daripada paras anak prianya yang lain. Tidak rewel saat diajak jalan jauh, dan biasanya saat pamitan diberi uang jajan oleh paman atau bibinya.

Meski paling disayang oleh kedua orang tuanya, kemanjaannya tak membuat beliau malas bekerja bahkan dapat dikatakan paling rajin. Sejak remaja ia terbiasa membajak sawah dan mencangkul di ladang. 

Ia menanam pisang, kelapa, singkong, jagung, ubi dan sayuran lainnya. Semua dilakukan karena keterpaksaan melihat ibunya kekurangan sembako untuk makan anaknya yang 13 orang.  Sebagian besar tanaman yang tumbuh di lahan Bapaknya abah Nur adalah hasil tanam abah Nur di waktu remaja.

Satu hal yang membuat abah Nur terobsesi untuk terus sekolah adalah ingin memutus mata rantai kemiskinan. Kakaknya hanya lulus SD bahkan sebagian ada yang tak tamat, berangkat ke Jakarta di Tanjung Priuk menjadi kuli di Pelabuhan atau pembantu rumah tangga.

Ia memaksa untuk tetap sekolah meski bapaknya tidak restu, dan tetap memilih sekolah sambil bekerja. Ia meminta ijin pada pak Kiyai untuk ikut tinggal di Pondok Pesantren meskipun tak dibiayai Bapaknya. Ia mengganti bayaran bulanan dengan mengerjakan pekerjaan rumah pak Kiyai seperti menimba air, mencari kayu bakar dan lainnya.

Dijalaninya keprihatinan itu hingga 6 tahun sejak lulus SD atau zaman dulu Sekolah Rakyat (SR). Memanjat pohon kelapa dengan upah 1 biji kelapa dari setiap pohon yang dipanjatnya menjadi pekerjaan rutin pekanannya di saat libur sekolah. Hasil dari jual kelapa ia gunakan untuk membeli seragam sekolah, buku dan alat tulis.

Pulang sebulan sekali ke rumah orang tuanya, tak dibekali uang, karena bapaknya abah Nur memang tak bekerja dan hasil pertanian pun tak bisa diandalkan. Untunglah Ibunya pekerja keras dan selalu menumbuk padi, berasnya ia siapkan untuk putranya berangkat ke Pondok Pesantren, bekal yang utama bagi abah Nur adalah doa dari ibunya.   

Meski sekolah dan mondok dengan bekerja, prestasi abah Nur sangat membanggakan. Selalu peringkat pertama, dan buahnya ia lulus terbaik dari PGA 6 tahun. Karena paling menonjol dari sekian santri, beliau diangkat aisisten Pak Kiyai dan diberi penghargaan SK PNS sebagai guru agama dan ditugaskan mengajar di almamaternya.

Sebagian gaji abah Nur dibelikan beras untuk kebutuhan makan adik-adiknya yang masih masa pertumbuhan. Bahkan uang pun ia berikan kepada Ibunya untuk beli lauk pauk bulanan. Hal ini terus ia lakukan hingga ibunya kembali ke alam akhirat.  

Adik-adinya ia Sekolahkan hingga berhasil menjadi PNS  sebagai guru yaitu 2 adiknya yang pangais bungsu dan bungsu sudah dianggap seperti anaknya. Hingga menikah pun semua biaya diberkan oleh abah Nur. Begitu belanya beliau kepada keluarga, dan tak mengharapkan balas budi dari semua kebaikan yang dilakukannya.

Hal istimewa lainnya yang menjadi kebiasaan abah Nur adalah sangat mudah membantu orang  lain yang kesusahan. Tak pernah pikir panjang, jika ada yang bisa diberikan untuk membantu maka segera dilakukan.

Moto hidupnya dalam berbuat baik adalah "tak akan mencapai puncak kebaikan, sehingga memberikan apa yang paling disayangnya". Banyak bukti yang saya saksikan bahwa abah Nur memang mengamalkan moto hidupnya.

Bila istrinya memnelikan baju baru, baik Koko maupun Kemeja bagus atau sandal kulit, pasti secara manusiawi kita akan menjadikan pakaian baru tesebut sebagai kesayangan. Bagi Abah Nur biasa saja, bahkan jika tiba-tiba datang tamu, lalu ia melihat terus ke kemeja baru atau sandal barunya, maka saat ia pamit, abah Nur akan bilang : " tunggu sebentar ya  !"

Rupanya ia buka dang anti dengan baju lama, dan kemeja atau sandal lukitnya dibungkus dan diberikan pada tamunya sebagai hadiah atau oleh-oleh. Bukan sekali atau dua kali hal ini dilakukan abah Nur, bahkan seumur hidupnya.

Istria tau anak-anaknya yang membelikan pun tak bisa berbuat apa-apa. Sempat adik saya membelikan sandag brendeed di atas 1 juta, belum 3 bulan datang tamu saat ngobrol matanya melihat ke arah sandal tersebut, abah Nur Bertanya : " Sandal pak Anwar nomor berapa?".

Sewtelah dijawab nomor 40, saat pak Anwar pamitan, abah Nur bilang, Saya mencari sandal yang merek pa Anwar pakai di pasar tak ketemu, tadi saya tanya nomor sandal bapak ternyata sama. Bolehkah kita tukaran saja sandalnya.  Sambil terkekeh kegirangan pak Anwar basa basi : " jangan pak haji, sandal bapak mah mahal".

Abah bilang : " gaka apa-apa, saya mah sukanya sandah merek pak Anwar" sudah ya kita tukaran saja. Itulah salah satu sifat abah Nur yang saya ketahui, dimana ia gemar memberikan barang-barang miliknya kepada orang yang sangat menginginkannya. Meskipun barang tersebut baru dan kesayangannya.

Kebiasaan lain abah Nur yang cukup merepotkan istrinya adalah jika ada tamu datang apalagi tamu jauh, abah pasti meminta istrinya untuk menjamu makan. Dengan lauk seadanya abah Nur akan mengajak tamunya makan, kadang saya kasihan dengan ibu yang jika akhir bulan karena abah guru PNS, dan uang kehabisan, namun abah tetap harus jamu tamunya makan harus berhutang ke warung tetangga.

Abah sangat memahami bahasa tubuh orang lain, kadang ada tamu baik keluarga atau saudara jauh yang setelah seharian bertamu, hingga abah tak bisa istirahat padahal hari libur, ia akan masuk kamar dan memanggil  istrinya  lalu meminta disiapkan amplop diisi uang 50 atau 100 ribu. Lalu abah berikan amplop tu pada si tamu, eh si tamu langsung pamitan. Rupanya ia nunggu diamplopin kata abah, mungkin kehabisan uang untuk bayar ojek pulang ke rumahnya tapi malu bilangnya.

Hasil kebun yang abah tanam baik pisang, kelapa, melinjo, nangka muda, dan lainnya dipersilahkan tetangga untuk mengambil. Kadang kalau ketemu bilang, namun  jika tdak ketemu tak bilang juga silahkan saja kata abah Nur.  Kayu bakar dari ranting dan dahan pohon serta pelepah kelapa kering pun dibebaskan kepada tetangga untuk mengambilnya.

Beberapa anak yatim yang sekolah di tempat abah mengajar beliau gratiskan.Padahal aslinya tidak gratis, dan abah yang minta dipotong gajinya untuk membayarnya. Honornya mengajar di sekolah pun kadang ia tak ambil selama beberapa bulan, dan saat jelang idul fitri diambil lalu dihitung ada berapa, dibagikan kepada para TU dan OB di sekolah, karena abah meski ngajar di sekolah swasta/ yayasan namun PNS. Sedangkan banyak guru di sekolah tersebut yang guru swasta murni.

Ada hal yang hingga kini istri dan kami anak-anaknya masih belum merelakan rumah abah Nur yang dipinggir jalan diberikannya kepada salah satu adik perempuannya yang setelah puluhan tahun merantau di Kapuk Muara, tak punya rumah dan suaminya meninggal dunia, punya anak 3 namun punya suami baru. Diberikannya rumah tersebut padahal nilai rumah dan tanahnya jika dijual hari ini bisa 700 juta.

aku-dan-sby-63df7fbca7e0fa14b8480a92.jpeg
aku-dan-sby-63df7fbca7e0fa14b8480a92.jpeg

sumber : dokpri ( kata abahku : "beliau bangga aku ikut QC 2004" )

Namun demikian kami semua tak bisa melarang dan berbuat apa-apa, karena memang semua yang diberikan pada orang lain atau adik atau siapapun itu miliknya. Bahkan kami anak-anak abah sebelum abah wafat telah mengikhlaskan jka tiba-tiba esok atau lusa rumah dan tanah yang abah tinggali  diwakafkan demi bekal akhiratnya.

Semoga kisah abah Nur, abah kesayangan kami dan kebanggaan kami selalu sehat dan umur panjang dalam keberkahan. Salam literasi. I love abah Nur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun