Pemerintah Amerika Serikat menggalang dukungan dunia untuk melawan terorisme. Muncul suara lantang dari Malaysia, melalui pernyataan PM Mahatir, dengan tindakan menangkap anggota kelompok Al-Jama’ah Al-Islamiyah. Indonesia dituduh Amerika Serikat, kurang tegas dalam melawan terorisme, bahkan tim Amerika Serikat yang dipimpin oleh Direktur FBI Robert Mueller bertemu dengan kami di Bali, menanyakan hal tersebut. Kami telah membantahnya karena sebenarnya kami sudah menjadi korban serangan teroris.
Apa hendak dikata, ternyata 12 Oktober 2002, terjadilah peristiwa yang dikenal dengan Bom Bali, peristiwa ini merupakan serangan teroris terbesar kedua setelah di New York 11 September 2001. Sungguh mengagetkan bangsa ini. Dengan jumlah korban meninggal dunia 202 orang dan 300 orang lebih luka-luka dan sebagian besar adalah warga negara asing. Bali sangat terkenal di dunia, maka menjadi semakin terkenal dengan peristiwa Bom Balinya. Upaya pengungkapan terus dilakukan dalam waktu kurang satu bulan, telah dapat ditemukan pelakunya. Dari pengungkapan ini, maka terungkaplah suatu jaringan kelompok pelaku internasional.
Prestasi pengungkapan tersebut, dengan membawa para pelakunya ke meja pengadilan, mendapat acungan jempol dari dunia internasional, karena peristiwa besar lainnya di berbagai negara termasuk Amerika Serikat belum dapat membawanya ke pengadilan. Namun sudah barang tentu tetap peristiwa Bom Bali itu mempunyai dampak psikologis besar bagi citra keamanan di negeri ini, khususnya di Bali, sebagai salah satu tujuan wisata dunia terpopuler. Selanjutnya diikuti dengan peristiwa Bom di Hotel J.W. Marriott, Jakarta tanggal 5 Agustus 2003 dan Bom di depan Kedutaan Besar Australia, Jakarta tanggal 9 September 2004, dan Bom Bali kedua tanggal 1 Oktober 2005.
Hadirin Yang terhormat,Â
Gambaran situasi keamanan di negara ini diawali peristiwa besar kerusuhan Mei 1998, disusul dengan berbagai bentuk kejahatan secara massal di beberapa daerah, terjadinya konflik dari kelompok hingga menyeret ke agama, separatisme di beberapa wilayah dan serangan terorisme baik tingkat lokal maupun internasional, merupakan suatu refleksi keamanan bagi bangsa ini untuk menatap ke depan membangun kembali kepercayaan dunia terhadap Indonesia.Â
Dampak yang dirasakan bangsa ini tidak saja kondisi internal negara dari aspek sosial politik, sosial ekonomi dan keamanan yang belum sepenuhnya pulih, tapi juga aspek psikologis.
Aspek sosial politik, telah menumbuhkan suatu proses politik yang memantapkan sendi-sendi demokratis ditegakkan dalam tatanan bernegara, dengan diawali Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden secara langsung yang pertama kali di tahun 2004, dengan sukses. Kini tentu implementasi dalam tataran demokrasi agar komitmen politik mampu melahirkan kebijakan dan strategi yang dapat menjadi payung bagi tumbuh-kembangnya di bidang sosial dan perekonomian, serta mampu memberikan dukungan sekaligus kontrol terhadap upaya penyelenggaraan di bidang keamanan.
Kebijakan dan strategi di bidang perekonomian yang dilahirkan atas komitmen politik bangsa ini, seyogyanya mendapat dukungan dari berbagai pihak segenap komponen bangsa, sehingga akan dapat jaminan kontinuitas dan keberlanjutannya. Berbagai persoalan di bidang perekonomian yang selalu mendapatkan perhatian, seperti jumlah pengangguran yang tinggi, investasi kecil, menurunnya daya beli masyarakat, mundurnya para investor dari Indonesia karena sering kebijakannya yang tidak jelas dan sering berubah-ubah.
Komitmen politik pun harus mampu memberikan dukungan dan kendali terhadap segala upaya penyelenggaraan keamanan, karena faktor keamanan lebih cenderung pada hal yang abstrak berupa ‘citra’ sehingga lebih menonjol pada faktor psikologis daripada aspek faktualnya. Berita-berita melalui media dalam negeri maupun luar negeri, membangun ‘citra’ (image) tentang suatu kondisi keamanan di suatu wilayah ataupun negara.
Terjadi peristiwa Bom di Bali, maka dampaknya banyak penerbangan dari luar negeri ke Indonesia dibatalkan, padahal Bali jauh dari Jakarta. Banyak penerbangan asing yang singgah ke Jakarta atau Denpasar tapi hampir semua ‘home base’ crew nya di Singapura, jadi mereka mengambil penumpang atau barang dan mengantar orang atau barang kemudian terbang lagi.
Tentu juga kita pernah mendengar, betapa sedih dan malunya sebagai warga bangsa Indonesia, yang konon tidak dilayani pada waktu masuk restoran di Amsterdam, Belanda, dan tidak dilayani oleh sopir taxi di Singapura setelah mereka melihat tayangan peristiwa kerusuhan, konflik dan bom Bali pada masa lalu.