Mohon tunggu...
Da'i Bachtiar
Da'i Bachtiar Mohon Tunggu... -

Kapolri, November 2001 - Juli 2005;\r\n\r\nDubes LBBP RI untuk Kerajaan Malaysia, Mei 2008 - Juni 2011;\r\n\r\nKetua Presidium LCKI, September 2005 - saat ini\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi Keamanan Guna Membangun Kembali Kepercayaan Dunia / Internasional Terhadap Indonesia (Periode Pasca Reformasi)

17 Februari 2016   16:37 Diperbarui: 17 Februari 2016   16:49 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perjalanan bangsa ini mengalami pasang surut. Diawali dengan program pembangunan di era ORBA (Orde Baru), bangsa kita menampakkan kekuatan dan kemampuan terutama di bidang pembangunan ekonominya dan didukung dengan keamanan yang stabil. Terpaan ‘krisis’ melanda negara-negara di Asia termasuk Indonesia, diawali krisis moneter sampai dengan ekonomi, dan bahkan Indonesia masuk pula krisis politik, dengan turunnya Pemerintahan dibawah Presiden Soeharto.

Diawali era inilah, dengan terjadinya peristiwa Kerusuhan Mei 1998, yang banyak menimbulkan korban jiwa dan harta benda, terutama di ibukota sebagai pusat Pemerintahan dan kota-kota besar di Indonesia, kondisi itu menggambarkan seakan hukum mati, aparat keamanan tidak mampu mengendalikan situasi.

Peristiwa demi peristiwa yang terjadi sudah tentu menjadi berita bagi media baik dalam maupun luar negeri. Potret tentang Indonesia bagi dunia internasional tentu menjadi buram, karena sebenarnya banyak negara di Asia yang juga terkena dampak krisis moneter, seperti Korea, Thailand, Malaysia, Philipina, tapi tidak menimbulkan terjadi kerusuhan massal seperti di Indonesia.

Pengrusakan dan penjarahan terhadap pusat-pusat perbelanjaan, merupakan bentuk-bentuk penghancuran citra investasi perekonomian, sedangkan jatuhnya korban manusia, yang juga diikuti kejahatan lainnya seperti perampasan dan perkosaan, merupakan keadaan meningkatnya rasa takut, cemas dan khawatir menjadi korban-korban kejahatan berikutnya. Isu penyerangan terhadap kelompok etnik (Keturunan Tionghoa) pun merebak, sehingga ada warga yang harus meninggalkan Indonesia.

Aparat keamanan disaat itu berusaha untuk mengendalikannya, tapi tidak mampu karena berbagai keterbatasan, dalam menghadapi gelombang kerusuhan yang bertubi-tubi sesuai hasil TGPF (Tim Gabungan Pencari Fakta) peristiwa kerusuhan Mei 1998. Oleh karena memang peristiwa tersebut, merupakan puncak (kulminasi) dari berbagai persoalan bangsa, baik ekonomi, politik maupun keamanan.

Hadirin Yang saya Hormati,

Saya tidak ingin berpanjang lebar mengenang ingatan kita sekalian akan tragedi kemanusiaan itu dalam konteks gangguan keamanan masa lalu, walaupun kita tidak boleh melupakannya, agar tidak terulang kembali dimasa datang.

Akan tetapi dari peristiwa Mei 1998 itu muncullah berbagai bentuk gangguan keamanan, seperti kejahatan-kejahatan yang dilakukan secara massal, yaitu: kasus penjarahan di daerah perkebunan baik milik Pemerintah maupun swasta, kasus penjarahan terhadap milik perorangan seperti tambak ikan, udang serta kejahatan kekerasan lainnya.

Apakah memang aparat sudah tidak mampu menghadapi situasi seperti itu? Tentu jawabnya tidak, tapi ada pengakuan yang tertutup, bahwa aparat dalam kondisi gamang atau ragu-ragu. Mengapa terjadi seperti itu? Sepertinya setelah peristiwa Mei 1998 dan diawalinya era reformasi. Banyak hal menjadi tuntutan dalam reformasi itu, termasuk tentu reformasi terhadap aparat keamanan. Tekanan politik untuk mengungkapkan peristiwa Tri Sakti terhadap aparat keamanan dan peristiwa lainnya, yang dianggap sebagai bentuk-bentuk kesewenangan dan simbol kekuasaan, sampai dengan tuntutan pemisahan TNI dan POLRI semakin menguat.

Tuntutan itu memang tuntutan yang wajar dalam era reformasi, tetapi kondisi obyektif aparat keamanan tidak bisa secara otomatis berubah, mengingat perubahan pada hal hal yang substansial, meliputi aspek Instrumental (aturan perundangan), Sistem dan Struktural (organisasi dan prosedural) dan aspek Kultural (sikap dan perilaku).

Sementara aparat sedang mengevaluasi dan mengadopsi perubahan, tuntutan dan tekanan terus mengalir di bidang keamanan. Munculnya issue politik untuk memisahkan diri dari NKRI yang tidak saja di Papua dan Aceh, tapi juga di propinsi lain. Dan pada gilirannya muncul peristiwa di beberapa daerah terjadinya konflik antar kelompok etnik dan bahkan menyeret ke agama. Sebutlah kasus Sanggoledo di Kalimantan Barat, konflik kelompok ini menimbulkan kerugian jiwa dan harta benda, bahkan terjadi pengungsian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun