Mohon tunggu...
Dafid Riyadi
Dafid Riyadi Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Dasar di Kabupaten Bandung

Menyukai bincang-bincang pendidikan, sastra dan literasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Karen Beauty

6 Juli 2024   12:47 Diperbarui: 6 Juli 2024   12:48 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ketika Karen tiba-tiba menyapa di aplikasi berkirim pesan, terus terang saja aku terkejut. Ingatan seketika melayang pada masa itu. Dia yang duduk di depan sana, dan aku yang memilih duduk dipojokan. Wajahnya, senyumnya, rambutnya yang panjang dicat keemasan, bibirnya, warna tasnya, gerak gerik, cara bicaranya semua masih melekat erat. Meskipun Aku tak tahu pasti seperti apa penampakan Karen saat ini.

Rasa penasaran membimbing jariku berselancar di beranda facebook bernama Karen Beauty itu. Kudapati beranda didominasi promo produk kosmetik. Ada satu dua foto yang kupastikan adalah wajah Karen, tetapi dilihat dari tanggal postingnya, foto itu diambil lima tahun ke belakang.

Perbicangan di mesengger terus berlanjut. Dari kadang-kadang menjadi lebih intens. Dari hanya sewaktu-waktu menjadi sebuah rutinitas yang tentu. Sehari tanpa mengirim pesan padanya serasa ada satu hal yang kurang. Perlahan tertanam rasa nyaman. Bercerita semakin lebih terbuka sampai kepada hal-hal yang rahasia. Tentang kebodohan masa-masa itu, dan kisah yang sempat terhenti yang sampai saat ini pun masih menjadi misteri.

“Waktu itu…ah, untuk apa pula aku ceritakan, semua sudah menjadi masa lalu”

“Tapi aku penasaran mengapa waktu itu kamu tiba tiba saja pergi.”

“Bukankah kamu yang mengabaikanku?”

Karen si pemilik bibir tipis itu, dulu menjadi rebutan banyak laki-laki. Teman sekelas sudah pasti. Semua menyukai Karen. Laki-laki dari kelas lain pun banyak yang ikut bersaing untuk mendapatkan perhatian Karen. Adik kelas, kakak kelas, bahkan alumni yang sudah menjadi mahasiswa pun ikut menjadi pengagum Karen.  Belum lagi ada kabar burung yang mengatakan kalau guru pun ada yang menyukai Karen.

Lalu bagaimana dengan aku? sungguh tak tahu diri kalau aku turut menjadi kontestan dan meramaikan persaingan. Siapalah aku. Seorang remaja tanggung yang hitam, lusuh juga kerempeng.

Lama sekali chatku tak berbalas, sebelum kemudian ada tulisan mengetik di layar.

“Aku mengagumimu Dra…”

Aku mendadak tercekat. Seperti kamu hendak berteriak tetapi seketika itu kamu sadar sedang berada di tengah keramaian. Seperti itu kira-kira perasaanku. Aku kehilangan kata-kata. Seketika tubuhku merasakan dingin yang teramat sangat, selang beberapa saat, puluhan  kunang-kunang beterbangan di depan mata.

Ketik hapus, ketik hapus itu saja yang bisa aku lakukan, sampai kemudian terlihat tanda dia sedang menulis pesan. Aku menunggu. Batal untuk mengirimkan pesan balasan.

“Maaf Dra, aku tahu ini tidak berarti apa-apa. Kamu juga tentu sekarang sudah bahagia dengan istrimu,” diakhiri emot senyum.

“Ya, hanya tidak menyangka saja, kamu yang sepopuler itu di sekolah, menyukai aku yang culun,” balasku diakhiri emot tertawa.

“Dra, tidak selalu tentang rupa, Kesederhanaan dan keluguanmu yang membuatku nyaman berada dekat denganmu.”

Waktu itu, setiap berpapasan, meskipun sedang berbincang dengan orang lain, Karen selalu tersenyum dan menyapa. Saat itu seketika hatiku berbunga dan membuatku merasa memiliki peluang. Pada waktu-waktu tertentu, seperti saat pelajaran kosong, Karen selalu menghampiriku di pojok kelas. Terkadang, sepanjang jam istirahat dia habiskan bersamaku di bangku paling belakang itu. Di lain waktu, Karen juga menghampiriku di bangku panjang di taman sekolah. Kami mengamati lalu-lalang manusia berseragam putih abu, mengomentarinya dan tertawa bersama.

“Kamu masih ingat Dra?”

“Ya”

Bukan hanya itu. Seringkali Karen meminjam buku catatanku. Kalian tahu? Dia selalu menuliskan sesuatu di buku itu. I need someone like you. Dia pernah juga menuliskan lirik lagu, oh where oh where can my baby be dan seterusnya aku lupa lagu siapa dan bagaimana lagunya. Yang membuatku sedih adalah, aku tidak tahu untuk siapa semua itu. Untukku? Mungkinkah?

“Ya, itu untukmu Dra, kamu tak pernah menanggapinya,” emot sedih.

“Benarkah?”

Namun kemudian, pengacau itu datang. Siswa baru pindahan dari kota. Dia membawa Karenku pergi. Karenku? Karen lebih suka bergaul dengan mereka. Nonton ke bioskop, nongkrong di kafe, pergi kesana kemari naik mobil si kaya itu. Tidak ada lagi waktu istirahat disamping jendela. Menertawakan orang-orang, membicarakan guru dan hal-hal bodoh lainnya.

“Semua itu aku lakukan untuk membuatmu cemburu. Tapi sayangnya, kamu kelihatan baik-baik saja”

“Aku…aku…”

“Dra…adakah sesuatu yang ingin kamu katakan kepadaku?”

Aku termenung. Apakah harus kukatakan. Bukankah rasa itu sudah tak mungkin. Aku sudah bahagia dengan kehidupanku saat ini. Apakah masih penting rasa di masa lalu itu?

“Dra?”

“Karen.”

Hening terasa di ruang maya kami. Ruang untuk lari sejenak dari bahagia nyata, terkurung dalam kebahagian semu yang aku sendiri tak tahu untuk apa.

“Andai waktu itu aku katakan aku suka padamu, apa jawabanmu?”

“Pasti Ya”

Dunia seakan berhenti sejenak. Bayangan kenangan seperti lembaran foto yang berterbangan, lalu satu persatu berbaris rapi berputar di sekililing kepala. Karen, perempuan dengan banyak pemuja itu menyukaiku. Berapa banyak laki-laki? Teman sekelas, adik kelas, sesama angkatan, kakak kelas, mahasiswa bahkan guru. Lihatlah siapa juaranya. Aku!. Si kerempeng, lusuh dan hitam ini yang dia pilih.

“Dra, kamu menyesal?”

“Ya, sangat.”

“Mengapa begitu lama Dra, butuh waktu 15 tahun hanya untuk menunggu kamu mengatakan itu”

“…”

Besoknya aku tidak pergi bekerja. Kepalaku berat, demam, dan nyeri badan. Sepanjang malam aku diliputi penyesalan yang teramat dalam. Ternyata aku yang selama itu dinantikan Karen. Aku laki-laki terpilih itu. Bukan adik kelas, bukan juga kakak kelas, bukan mahasiswa apalagi guru. Tetapi aku, ya Aku. Mengapa waktu itu Aku tak bisa menangkap pertanda yang diberikan Karen. Andai saja aku sedikit peka, mungkin saat ini, Karenlah yang menemani tidurku, melahirkan anak-anakku, mengisi hari yang penuh gairah. Bagaimana rasanya bersama dengan si cantik Karen setiap hari, setiap waktu bahkan setiap detik. Mengapa…mengapa…

Matahari mulai meninggi, cahayanya menelisik melalui celah diantara dua jendela. Kuraih kembali gawai setelah melihat mobil yang dikendarai istriku melaju meninggalkan halaman rumah. Kubuka aplikasi messenger. Berharap dia sedang aktif, dan melanjutkan perbicangan semalam. Melanjutkan lagi cerita masa lalu yang seharusnya hanya menjadi kata dan kenangan saja.

Tetapi sayangnya, Karen tidak dalam suasana baik-baik saja. Dia tengah bersedih, setidaknya begitu yang kurasakan dari balasan chatnya. Padahal aku sedang dalam perasaan senang karena menjadi seorang pemenang. Juara kompetisi belasan tahun silam. Kompetisi tanpa piala dan panitia.

“Aku ditipu orang Dra,” emot menangis.

“Kok bisa?”

Karen menceritakan tentang tawaran menggiurkan dari temannya untuk investasi. Masih di seputar bidang kosmetik. Sayangnya setelah tiga kali transfer hingga mencapai nilai seratus juta, keuntungan yang dijanjikan tak kunjung datang. Bahkan modal yang diminta kembali pun malah raib.

Lagi dan lagi setiap chat diakhiri emot tangis. Entahlah karena aku tengah berbahagia karena menjadi yang terpilih, dengan ringan kubuka aplikasi bank dan kutransfer seratus juta ke nomor yang dikirim Karen. Tidak apa yang penting dia bahagia. Dan benar saja, seketika emot tangis berubah menjadi emot terharu dan bahagia.

Bagiku berjumpa kembali dengannya, meskipun hanya sebatas di ruang maya, sudah lebih dari cukup. Berbalas pesan sambil sesekali menatap wajah yang tersimpan di akun facebooknya sudah begitu menyenangkan. Apalagi kini aku tahu bahwa selama ini akulah yang yang menjadi cinta pertamanya.

Malam beranjak larut, di jam biasa yang sudah biasa kami lalui, aku menantinya di ruang maya. Tetapi sayangnya, nama Karen Beauty tiba-tiba tidak ada di riwayat percakapan. Aku scroll daftar pertemanan ternyata tidak ada nama akun Karen Beauty. Menghabiskan rasa penasaran, aku mencari nama akun Karen di kolom pencarian facebook, tetapi naas, masih tetap sama, tidak ada Karen disana. Kalaupun ada, itu adalah akun Karen Beauty yang lain, bukan Karenku. Kucoba dan kucoba terus mencari, namun sia-sia, Karen Beauty telah menghilang dari dunia maya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun