A. Pendahuluan
Kompetisi kekuasaan besar (great power competition) saat ini sedang mengubah dinamika Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Meski beberapa analis geopolitik menganggap DK PBB dalam kondisi hampir lumpuh akibat ketegangan di antara anggota tetapnya (P5), realitas ini tidak sepenuhnya benar. Anggota tetap DK PBB atau The Big Five (pemenang Perang Dunia II) ini, antara lain: Amerika Serikat, Tiongkok, Prancis, Rusia, dan Britania Raya.
Sampai detik tulisan ini ditulis, DK PBB masih tetap menjalankan misi-misi pentingnya, seperti menjaga operasi pengawal perdamaian dan pemberian sanksi-sanksi. Namun demikian, kegagalan DK PBB dalam rangka merespons konflik besar di dunia kini, seperti di Myanmar, Ethiopia, Ukraina, Sudan, dan khususnya Gaza, menunjukkan adanya risiko malfungsi dan maladministrasi yang semakin dalam di dalam DK PBB. Oleh karena itu, artikel kali ini akan menguraikan berbagai tantangan, peluang, serta tren-tren kemajuan dan kemunduran yang terkini dalam hubungan P5 di bawah dinamika geopolitik yang berubah.
B. Fungsi dan Tantangan DK PBB di Era Kompetisi Kekuasaan Besar
Ketegangan yang terjadi di tengah kekuatan-kekuatan besar dunia telah mempersempit peluang kerja sama di DK PBB. Namun, DK PBB tetap memiliki kewenangan-kewenangan untuk mengadakan forum diskusi dan negosiasi di mana kepentingan anggota tetap (P5) masih dapat saling bersinggungan.
Sebagaimana yang diutarakan oleh David Bosco, DK PBB memungkinkan P5 untuk bergerak dalam memperlambat eskalasi krisis, menghasilkan solusi untuk keluar dari situasi berbahaya, serta mengurangi risiko ketegangan hubungan diplomatik. Dalam kondisi hubungan internasional yang memburuk, DK PBB dapat menjadi tempat kompromi terakhir bagi negara-negara berkekuatan besar. Meski demikian, kegagalan DK PBB untuk menangani konflik besar yang terjadi baru-baru ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai relevansi dan efektivitasnya. Ketidakmampuannya untuk mengambil langkah tegas dalam konflik di Ukraina, Ethiopia, atau Gaza mencerminkan kebuntuan politik di antara anggota P5, terutama karena penggunaan hak veto yang semakin strategis di tengah krisis.
C. Tren Hubungan P5: Beranjak dari Kesepahaman Menuju Ketegangan
1. Periode Kompromi: Februari 2022 – Mei 2023
Pada permulaan invasi besar-besaran yang terjadi di Ukraina oleh Rusia, terdapat indikasi bahwa DK PBB masih berfungsi sebagai forum kompromi yang terbatas. Sejak Februari 2022 sampai bulan Mei 2023, Rusia dan negara-negara Barat terus melakukan perdebatan yang sengit tentang Ukraina. Selama periode ini, Rusia hanya menggunakan hak veto dua kali dalam isu yang tidak terkait dengan Ukraina dan kesepahaman hanya didapatkan untuk isu-isu lain di luar krisis Ukraina-Rusia yang dibahas.
China, pada saat itu, memainkan peran moderasi, di mana negara ini mendorong Rusia untuk tidak mengganggu agenda lain di DK PBB. Hubungan bilateral antara AS dan China pun mencerminkan upaya untuk membatasi dampak perang Rusia-Ukraina terhadap hubungan mereka di dalam PBB. Namun, pendekatan ini tidak sepenuhnya menyelesaikan ketegangan, melainkan hanya menunda eskalasi konflik di forum internasional.
2. Periode Ketegangan: Juni 2023 – Sekarang
Sejak pertengahan 2023, posisi Rusia di DK PBB kemudian menjadi lebih konfrontatif. Beberapa peristiwa penting menunjukkan perubahan ini:
- Penarikan Misi Perdamaian PBB di Mali: Rusia mendukung permintaan junta militer di Mali untuk menarik pasukan penjaga perdamaian PBB dari negara tersebut.
- Veto kepada Mandat Bantuan Kemanusiaan di Suriah: Rusia memveto perpanjangan mandat bantuan PBB untuk wilayah Suriah yang dikuasai kelompok non-pemerintah di barat laut negara tersebut.
- Blokade Pemantauan Sanksi Korea Utara: Rusia menghentikan perpanjangan mandat untuk panel ahli yang memantau implementasi sanksi terhadap Korea Utara.
Dalam semua kasus ini, China hanya menyuarakan keprihatinan yang ringan dan tidak mengambil langkah signifikan untuk mempengaruhi perilaku Rusia. Dalam kasus Korea Utara, meski AS, Jepang, dan Korea Selatan langsung meminta bantuan kepada China, pejabat China menyatakan mereka tidak memiliki pengaruh apa pun terhadap Rusia. Ini menunjukkan melemahnya posisi moderasi China dalam menjaga stabilitas DK PBB.
D. Analisis Peran DK PBB di Masa Depan
1. Risiko Kehancuran DK PBB
Jika tren seperti yang diterangkan di atas terus berlanjut, DK PBB tentunya akan menghadapi risiko untuk semakin terfragmentasi dan bekerja secara tidak efektif. Hak veto yang sering digunakan oleh anggota tetap dapat melemahkan kredibilitas DK PBB sebagai penjaga perdamaian internasional. Ketidakmampuannya untuk menangani isu-isu global yang begitu kritis dan mendesak untuk diselesaikan, seperti konflik di Ukraina dan Suriah, menandai adanya kemunduran pengaruh DK PBB di dalam geopolitik.
2. Peluang untuk Adaptasi
Di sisi lain, DK PBB masih memiliki peluang untuk beradaptasi dengan realitas geopolitik yang baru. Sebagai forum terakhir bagi P5 atau The Big Five untuk berdialog dan berkompromi, DK PBB dapat memainkan peranan penting dalam mencegah eskalasi lebih lanjut dari konflik besar yang kiranya akan terjadi. Dengan pendekatan pragmatis dan kompromi yang lebih kuat, DK PBB diharapkan dapat mempertahankan relevansinya, meski dalam kapasitas yang lebih terbatas.
E. Analisis Perubahan Perilaku Rusia dan China di DK PBB
1. Perubahan Strategi Rusia
Sejumlah analisis menawarkan penjelasan tentang perubahan perilaku Rusia di Dewan Keamanan PBB. Rusia tampaknya semakin memanfaatkan hak vetonya untuk tujuan taktis demi mendukung sekutunya, seperti Mali, Suriah, dan Korea Utara. Pendekatan ini menunjukkan pergeseran dari sikap kompromis ke tindakan yang lebih strategis dan oportunistik.
- Veto Sebagai Alat Taktis: Rusia menggunakan veto untuk memberikan perlindungan kepada negara-negara sahabat dan kliennya dalam situasi tertentu. Langkah ini menunjukkan upaya Rusia untuk memperkuat hubungan strategisnya dengan negara-negara tersebut sekaligus mengganggu kepentingan-kepentingan Barat.
- Strategi Gangguan Sistematik: Selain veto, Rusia juga menggunakan pendekatan lain untuk menciptakan hambatan di DK PBB. Michael Kimmage dan Hannah Notte pernah mencatat bahwa diplomat Rusia telah menimbulkan kekacauan prosedural, seperti mengajukan proposal yang berisi pertentangan keinginan dengan resolusi a la Barat, sehingga memperlambat proses pengambilan keputusan.
- Dekonstruksi Nilai DK PBB bagi Rusia: Beberapa pengamat, seperti Dmitri Trenin, mencatat bahwa perang Ukraina telah mengubah DK PBB hanya menjadi arena retorika dan propaganda, bukan tempat diskusi konstruktif yang membahas problem dunia. Hal ini mungkin mendorong Rusia untuk meragukan relevansi DK PBB dalam mendukung kepentingannya.
2. Dinamika Peran China
China, di sisi lain, menunjukkan perilaku yang lebih kompleks. Ada dua interpretasi utama tentang sikapnya di DK PBB:
- Kompromi dengan Barat: Salah satu pandangan dari beberapa analis geopolitik mengatakan bahwa China, secara umum, masih menginginkan kerja sama yang stabil dengan AS dan sekutunya di PBB. Namun, China menghadapi tantangan dalam upayanya untuk mempengaruhi Rusia yang tidak konsisten dan sering mengambil langkah sepihak.
- Pasifitas yang Terencana: Alternatif lainnya adalah bahwa China sengaja mengambil peran yang lebih pasif untuk menghindari konflik langsung, sambil memanfaatkan beragam tantangan Rusia terhadap Barat untuk keuntungannya sendiri. Pasifitas ini memungkinkan China menjaga citra diplomatiknya tanpa kehilangan pengaruh strategis.
F. Dampak Ketegangan Geopolitik pada Diplomasi DK PBB
1. Konflik Israel-Hamas
Konflik antara Israel dan Hamas juga menjadi salah satu contoh nyata bagaimana ketegangan geopolitik telah mengubah dinamika di dalam DK PBB. Penggunaan hak veto oleh AS untuk melindungi Israel telah memicu frustrasi sebagian besar anggota PBB, termasuk negara-negara bermayoritas Muslim seperti Arab, Indonesia, dan Malaysia. Rusia melihat ini sebagai peluang untuk menyerang posisi AS, dengan menuduhnya menerapkan “standar ganda.” Sikap Rusia ini bahkan membuat diplomat Arab—yang juga pro-AS—merasa tidak nyaman.
China, meskipun kurang agresif dalam mengkritik AS, juga tetap menunjukkan ketidaksetujuannya. DK PBB, yang idealnya menjadi tempat untuk mengurangi risiko diplomasi, kini lebih menyerupai panggung untuk saling mempermalukan antaranggota P5.
2. Resolusi dan Inovasi di Tengah Ketegangan
Meskipun ketegangan geopolitik meningkat, DK PBB tetap menjalankan fungsi dasarnya di isu-isu yang tidak secara langsung terkait dengan kepentingan inti anggota P5. Pada tahun 2023, DK PBB berhasil meloloskan hampir 50 resolusi, meskipun kredibilitas politik dari resolusi tersebut terbilang lemah, akibat banyaknya anggota yang abstain, termasuk China dan Rusia. Beberapa pencapaian penting meliputi:
- Stabilisasi Haiti: DK PBB mencoba memformulasikan strategi baru untuk menstabilkan situasi di Haiti, yang menunjukkan upaya lembaga ini untuk beradaptasi dengan tantangan kontemporer.
- Pendanaan Operasi Perdamaian Uni Afrika: DK PBB juga mendukung pengaturan baru untuk membantu pendanaan operasi penegakan perdamaian yang dipimpin oleh Uni Afrika.
Abstain oleh anggota seperti China, Rusia, atau AS (dalam isu Gaza) menunjukkan kerja sama yang sangat-sangat minim dan sungguh tidak bersahabat, tetapi tetap memungkinkan beberapa bentuk keputusan bersama dalam waktu yang akan datang.
G. Skenario Masa Depan DK PBB
Dinamika Dewan Keamanan PBB (DK PBB) di era kompetisi kekuasaan besar sebagaiman telah diterangkan sebelumnya, memunculkan sejumlah skenario masa depan yang memungkinkan. Dalam konteks ini, tiga skenario utama dapat dibayangkan sebagai gambaran DK PBB pada masa depan, meskipun prospek reformasi DK PBB tetap sangat kecil bila dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya malfungsi lebih lanjut.
1. Skenario 1: “New Normal” yang Stabil
Dalam skenario ini, keadaan DK PBB saat ini akan dianggap sebagai “keadaan normal baru” yang berkelanjutan. Meski terbatas oleh ketegangan antar-P5, DK PBB akan terus mengawasi sejumlah operasi perdamaian, upaya mediasi, dan inisiatif-inisiatif lain di wilayah yang tidak terlalu berkaitan dengan kepentingan negara-negara P5 secara langsung.
- Ciri Utama: Operasi DK PBB hanya akan berfokus pada isu-isu di mana kepentingan geopolitik anggota tetap tidak bertentangan secara langsung. Contohnya adalah misi stabilisasi di Haiti atau pendanaan operasi perdamaian Uni Afrika.
- Implikasi: Stabilitas ini akan menghasilkan kehadiran minimal DK PBB dalam konflik besar, sedangkan negara-negara kekuatan menengah dan kecil mungkin semakin beralih ke forum lain, seperti Majelis Umum PBB, untuk membahas isu-isu perdamaian dan keamanan.
2. Skenario 2: Disrupsi yang Meningkat
Skenario ini menggambarkan peningkatan sikap konfrontatif Rusia, baik dengan maupun tanpa dukungan China. Jika Rusia terus menggunakan veto dan alat diplomasi lain untuk melemahkan peran DK PBB, maka kapasitas Dewan untuk menjalankan fungsinya akan semakin terbatas.
Ciri Utama:
- Penggunaan veto Rusia semakin intensif untuk mendukung sekutu dan melemahkan kepentingan Barat.
- Potensi pasifitas atau keterlibatan terbatas China dalam mendukung langkah Rusia.
Implikasi:
- DK PBB mungkin gagal mempertahankan tingkat aktivitas global saat ini, sehingga mengurangi legitimasi dan efektivitasnya sebagai forum utama penyelesaian konflik global.
- Negara-negara non-P5 dapat mengalihkan fokus mereka ke forum multilateral lain untuk mencari solusi.
3. Skenario 3: Stabilitas dan Perbaikan Hubungan P5
Skenario ketiga menggambarkan kemungkinan stabilisasi hubungan antar-P5. Contohnya, kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS tahun ini mungkin akan membuka peluang perbaikan hubungan Rusia-AS, meskipun kemungkinan ini akan datang dengan konsekuensi berat bagi Ukraina dan NATO.
Ciri Utama:
- Peningkatan dialog dan potensi kerja sama terbatas antara AS dan Rusia di DK PBB.
- Kemungkinan kompromi dalam isu-isu tertentu yang sebelumnya menjadi sumber ketegangan.
Implikasi:
- Stabilitas ini dapat mengembalikan peran DK PBB sebagai ruang diskusi yang pragmatis, meskipun kerja sama besar-besaran seperti era pasca-Perang Dingin tetap tidak mungkin terjadi.
- Potensi pengabaian kepentingan negara-negara kecil atau kepentingan kolektif untuk mendukung agenda geopolitik besar.
4. Pilihan Bagi P5: Teater Politik atau Katup Pengaman
Sejarah menunjukkan bahwa DK PBB pernah mengalami periode ketegangan serius antar-P5, terutama selama Perang Dingin, tetap lembaga ini tetap mampu berfungsi sebagai ruang kerja sama yang sporadis namun bermanfaat. Saat ini, pilihan bagi P5, terutama AS, Rusia, dan China, sangat jelas:
- Menjadikan DK PBB Sebagai Panggung Teater Politik: Pilihan ini memperburuk disfungsi DK PBB, sehingga menjadikannya forum untuk saling mempermalukan antaranggota tetap.
- Menjaga DK PBB Sebagai Katup Pengaman: DK PBB dapat digunakan sebagai mekanisme untuk mencegah eskalasi lebih lanjut dalam situasi ketegangan tinggi, meskipun hanya dalam kapasitas yang terbatas.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI