Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fresh Graduate Sarjana Hukum di UPN Veteran Jakarta

"Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya," ungkap Pramoedya A. Toer dalam Tetralogi Buru.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Heresiografi ke Ekumenis: Menelisik Upaya Rekonsiliasi Sunni-Syiah

16 Januari 2025   19:00 Diperbarui: 22 November 2024   03:09 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi persahabatan antara Sunni-Syiah dalam lingkup persaudaraan Islam (beriman dan ber-Islam) (Sumber: DeviantArt)

Konflik historis yang diwariskan dalam tradisi ke-Islam-an, seperti halnya dalam konteks Eropa, tidak hanya mencerminkan perdebatan akademik saja, tetapi juga menyangkut realitas identitas politik dan budaya modern. Perbedaan pandangan atas masa lalu sering kali digunakan sebagai dasar legitimasi untuk agenda-agenda yang terjadi di era kontemporer, baik dalam lingkup agama, politik, maupun konteks sosial. Dengan kata lain, sejarah tidak hanya menjadi cermin masa lalu, tetapi juga alat untuk memahami dan membentuk realitas hubungan masa kini.

Meskipun perpecahan polemik antara Sunni dan Syiah telah berakar panjang dan begitu dalam di tengah tradisi heresiografis Islam, upaya untuk mencapai rekonsiliasi ekumenis atau persatuan (taqrīb atau taqārub) di antara kedua komunitas adalah fenomena yang relatif baru dalam sejarah Islam. Gerakan ini timbul pada akhir abad ke-19, bersamaan dengan berkembangnya gerakan pan-Islamisme di dunia.

Kemunculan gerakan rekonsiliasi antarmazhab Islam ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh pan-Islamisme, yang berusaha menyatukan umat Islam di tengah meningkatnya kolonialisme dan modernisasi. Pada awal abad ke-20, upaya ini mulai terorganisasikan melalui kongres-kongres Islam sedunia pada 1920-an dan 1930-an. Kongres yang dilakukan di tengah gejolaknya kolonialisme dan imperialisme, membuka jalan bagi dialog antarmazhab dan kerja sama lintas sektarian antarmazhab di dalam agama Islam. 

Sebagai kelanjutan dari langkah awal tersebut, muncul organisasi-organisasi dengan nama programatik yang menyediakan forum formal untuk dialog antara ulama Sunni dan Syiah. Diskusi dalam forum ini menjadi tonggak penting dalam upaya mengatasi ketegangan yang telah berlangsung selama berabad-abad.

Intisari

Perselisihan mengenai interpretasi sejarah, baik dalam konteks Eropa maupun Islam, menunjukkan bahwa sejarah adalah medan konflik dari konteks identitas, nilai, dan kekuasaan. Di dunia Islam, relevansi sejarah pada masa awal pertumbuhan dan penyebarannya terus mendefinisikan hubungan antara berbagai kelompok dan menciptakan dinamika polemik yang kompleks.

Seperti halnya dalam kasus Jerman dengan perdebatan mengenai Holocaust atau Reich Ketiga, peristiwa-peristiwa awal sejarah di di dunia Islam menjadi dasar bagi pemahaman identitas yang modern. Sejarah bukan sekadar rekaman masa lalu, melainkan juga narasi hidup yang terus dibentuk ulang oleh kebutuhan dan tantangan masa kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun