Menyadari kritik tersebut, Callicott kemudian merevisi posisinya untuk mengakui nilai baik pada komunitas biotik maupun pada individu yang menjadi bagian dari komunitas tersebut. Prinsip-prinsip "second-order" atau prinsip tingkat kedua diperkenalkan untuk menetapkan prioritas antara kewajiban terhadap komunitas manusia dan komunitas alam.
Nilai Kesungguhan Alam (Value of Naturalness)
1. Definisi Nilai Kesungguhan (Naturalness)
Nilai kesungguhan (naturalness) berhubungan dengan seberapa "alami" suatu entitas atau kondisi, yaitu seberapa sedikit campur tangan manusia dalam hal tersebut. Robert Elliot berpendapat bahwa naturalness adalah sebuah sifat yang memberikan nilai intrinsik kepada segala sesuatu yang alami, termasuk entitas, kejadian, dan keadaan di alam.
2. Argumen untuk Nilai Kesungguhan
Elliot mengklaim bahwa nilai intrinsik dari naturalness sangat penting sehingga pengurangan nilai tersebut akibat dari perubahan atau kerusakan tidak dapat dikompensasi oleh nilai-nilai lain yang dihasilkan oleh manusia. Dengan kata lain, kerusakan pada kesungguhan alam tidak dapat digantikan oleh nilai-nilai yang dihasilkan secara artifisial.
3. Kritik terhadap Nilai Kesungguhan
Beberapa kritik terhadap nilai kesungguhan mencakup ambiguitas konsep "alami" dan asumsi bahwa naturalness selalu memiliki nilai intrinsik. Bernard Williams, misalnya, menunjukkan bahwa kita mungkin perlu menggunakan kekuatan teknologi untuk mempertahankan aspek-aspek yang tampaknya berada di luar kendali kita, yang dapat menciptakan paradoks dalam usaha melestarikan area liar.
4. Restorasi Alam
Perdebatan juga mencakup nilai dari lingkungan yang telah dipulihkan oleh manusia. Elliot berpendapat bahwa lingkungan yang dipulihkan tidak memiliki nilai kesungguhan yang sama seperti lingkungan alami yang tidak terjamah, sedangkan Katz berpendapat bahwa lingkungan yang dipulihkan sebenarnya adalah ciptaan manusia dan karenanya memiliki nilai instrumental, bukan nilai intrinsik.
Etika Keutamaan (Virtue Ethics)
Etika keutamaan adalah pendekatan moral yang berfokus pada karakter dan keutamaan individu, daripada pada prinsip-prinsip tindakan atau hasil dari tindakan tersebut. Pendekatan ini berbeda dari etika konsekuensialis dan deontologis dalam hal fokus dan penilaian moral. Berikut adalah rincian mengenai etika keutamaan:
Etika keutamaan berfokus pada karakter moral individu dan kualitas pribadi, bukan hanya pada tindakan itu sendiri atau konsekuensi dari tindakan tersebut. Pendekatan ini menilai moralitas tindakan berdasarkan pada apakah tindakan tersebut mencerminkan keutamaan atau kebajikan tertentu.
Dalam etika keutamaan, moralitas ditentukan oleh kualitas karakter seseorang dan apakah seseorang memiliki sifat-sifat yang dianggap baik. Beberapa keutamaan yang sering disebutkan dalam etika keutamaan adalah kebajikan seperti kebaikan, kejujuran, ketulusan, dan keadilan. Pendekatan ini berbeda dari etika deontologi yang menilai tindakan berdasarkan kepatuhan terhadap aturan moral atau etika konsekuensialis yang menilai tindakan berdasarkan hasilnya.
Etika keutamaan menilai moralitas berdasarkan karakter moral seseorang. Keutamaan (virtues) adalah kualitas moral yang membentuk karakter dan menentukan tindakan seseorang. Dalam etika keutamaan, tindakan dianggap benar jika mencerminkan sifat-sifat moral yang baik. Sifat-sifat ini termasuk kebajikan seperti kebaikan hati, kejujuran, dan keberanian.
Menurut etika keutamaan, kehidupan yang baik atau bahagia adalah hasil dari hidup yang sesuai dengan keutamaan. Aristoteles, salah satu tokoh utama dalam etika keutamaan, berpendapat bahwa hidup yang berbudi pekerti baik adalah cara terbaik untuk mencapai kebahagiaan.
Etika keutamaan menganggap motivasi di balik tindakan sebagai hal penting. Tindakan harus dilakukan dengan niat yang baik dan dengan sifat-sifat moral yang benar.