Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kekayaan Alam Indonesia Dikuasai Asing Setelah Presiden Sukarno Dijatuhkan, Fakta Menyakitkan yang Tak Banyak Diketahui

26 November 2024   10:59 Diperbarui: 26 November 2024   10:59 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: PICRYL (Creative Commons License)

Sukarno adalah sosok presiden yang menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai, pribadi, bahkan keluarganya. 

Sukarno pascadijatuhkan dari kursi kepresidenannya, tidak memiliki kekayaan pribadi apa pun, tidak pernah melakukan nepotisme, tidak pernah memberikan fasilitas untuk anaknya supaya menjadi seorang pejabat. Bukti-bukti inilah yang memperkuat argumentasi bahwa Presiden Sukarno adalah presiden yang mencintai negeri Indonesia sepenuhnya.

Mengenai perekonomian negara dan kesejahteraan rakyatnya, Sukarno bukan tak berusaha mewujudkannya, melainkan Sukarno dengan segala cita-cita dan taktik untuk mewujudkannya harus gagal di tengah jalan. 

Suksesi dengan pertumpahan darah yang dilakukan oleh Jenderal Soeharto mengantarkan ketidakberesan arah perekonomian negara, sehingga perekonomian disusun dengan cara-cara ke-Amerika-an dan penuh dengan praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Oleh karena itu, bangsa Indonesia tidak pernah bisa mandiri dalam perekonomian, tidak pernah dapat berdiri di atas kaki sendiri, bahkan tidak hanya pada Orde Baru-nya Soeharto, tetapi ketidakberesannya itu berlangsung hingga sekarang. Indonesia selalu rela kekayaan alamnya diambil bangsa lain, rakyat tak mendapatkan apa-apa. Kalaupun dapat, jumlahnya akan lebih banyak untuk para pejabat korup Indonesia.

Fakta-fakta tersebut semakin membuat hati kita meringis dengan adanya bukti dan data tambahan bahwa kekayaan alam Indonesia sebenarnya adalah sangat kaya dan mahakaya. Sukarno pernah menjelaskan tentang kekayaan Indonesia:

"Kalau terus-menerus kekayaan-kekayaan itu terpendam mati, karena kita sendiri tak mampu menggalinya, maka nanti dapat terjadi kepada kita ini, tetap miskin di tengah-tengah kekayaan itu, ibarat ayam mati kelaparan di lumbung padi, itik mati dahaga pada waktu berenang di air sungai."

Perlu diketahui oleh kita sebagai bangsa Indonesia, Sukarno pernah merumuskan tiga kerangka Revolusi Indonesia, dan sempat dilaksanakan oleh Sukarno pada masa kepresidenannnya, yaitu:

Pertama, pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah dari Sabang sampai Merauke. Kesatuan wilayah dari Sabang sampai Merauke, dari Barat hingga ke wilayah paling Timur, akan menjadi modal besar bagi perjuangan rakyat Indonesia menuju masyarakat adil dan makmur. Kesatuan geografis ini pun akan menjadi modal geopolitik Indonesia dengan konteks wilayahnya yang amat strategis.

Kedua, pembangunan masyarakat adil dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut, yang wilayahnya utuh-lengkap-bersatu dari Sabang sampai Merauke itu. Tentunya dengan modal kedaulatan penuh dalam wadah Republik ini, pemerintah wajib menyusun---kemudian melaksanakan---program pembangunan-pembangunan kerakyatan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

Ketiga, pembentukan hubungan persahabatan antara bangsa-bangsa di seluruh dunia, khususnya di antara bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk mencapai perdamaian dunia yang sempurna.

Kerangka revolusi menurut Sukarno ini penting sekali diketahui dan dipelajari oleh para pemimpin bangsa Indonesia saat ini. Tiap-tiap kerangka ini berkelindan satu sama lain, sehingga tak dapat dipisah-pisahkan. Kesemuanya adalah satu-kesatuan-bulat.

Pemikiran berupa kerangka revolusi ini kemudian akan menjadi modal mutlak teramat-amat penting bagi Presiden Indonesia terpilih, Prabowo Subianto, untuk menuntaskan amanat penderitaan rakyat Indonesia menuju cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945---masyarakat adil dan makmur.

Sesungguhnya, intisari dari pemikiran ekonomi Sukarno adalah menolak segala bentuk sistem perekonomian yang eksploitatif, yaitu perekonomian kapitalistis yang sekarang eksis dalam tatanan dunia. Sukarno sangat membenci perekonomian yang melahirkan penindasan manusia oleh manusia lainnya, juga membenci perekonomian yang menimbulkan penindasan bangsa oleh bangsa lainnya.

Selama ada Sukarno---atau setidaknya masih ada kader-kadernya yang memegang teguh dan menjalankan pemikirannya---maka ekonomi kapitalistis tidak akan mampu menembus kedaulatan Republik dan merampok kekayaan alam di wilayah Indonesia. Contoh konkretnya adalah ketika pemerintahan Sukarno jatuh akibat subversi nekolim (neokolonialisme dan imperialisme), eksploitasi Irian Barat---dengan perusahaan Freeport-nya---langsung beroperasi di Republik Indonesia.

Dengan demikian, secara eksplisit dapat terlihat bahwa ketika Sukarno tak lagi berkuasa di Republik, maka investor asing---yang rakus dan serakah---dapat dengan mudah masuk ke Indonesia dan meraup kekayaan alam demi profit-profit yang dinikmati oleh kaum mereka dari tanah air Indonesia.

Kisah bermula pada era 1959, di mana Jean Jacques Dozy, geolog dari Ekspedisi Colijn, kedatangan seorang tamu. Si tamu tersebut menanyakan Dozy tentang suatu wilayah yang berada di wilayah Timur Jauh.

"Katanya Anda pernah mengunjungi New Guinea (nama Papua saat itu) dan menemukan badan bijih (ore body) ini. Seberapa besarnya?" katanya dikutip dari buku Grasberg karya George A. Mealey.

Orang yang ditemui Dozy ini adalah Forbes K. Wilson. Forbes K. Wilson atau Wilson---pelopor pengeksploitasian Gunung Ertsberg di Irian dan Direktur eksplorasi sulfur Freeport---bertemu dan berdiskusi juga dengan Jan van Gruisen---Direktur Pelaksana East Borneo Company---dan menyatakan bahwa keduanya sepakat untuk meneliti Irian Barat di mana terdengar isu terdapat banyak tembaga di perut buminya.

Setelah melakukan penelitiannya di Irian dan mendapatkan data bahwa di sana tidak terdapat tembaga, tetapi terdapat kandungan emas yang jauh lebih banyak. Wilson yang mengetahui data tersebut sontak senang sekali, sebab ini dapat mengangkat kembali perusahaan Freeport dari keterpurukannya. Namun, satu keresahan besar timbul di antara mereka, bagaimana caranya berbicara dengan Sukarno?

Wilson sama sekali tak berani berbicara kepada Sukarno mengenai niatnya; Wilson sangat mengetahui bahwa Sukarno adalah tokoh yang berkepribadian nasionalis dan antikolonial, sehingga ia ragu-ragu dan khawatir terhadap Sukarno dan ketidaksetujuannya.

Sukarno memang seorang nasionalis, sekaligus antikolonialis dan anti-imperialis. Sukarno tidak akan pernah mau melakukan sesuatu atau mengesahkan kebijakan negara yang merugikan rakyatnya. Rakyat, negeri, dan bangsanya begitu mendalam ada di hatinya, sebagaimana ungkapannya:

"Biarkan kekayaan itu tertanam dalam perut Ibu Pertiwi, sampai anak-anaknya sendiri mampu menggalinya."

Untuk meyakinkan Sukarno, Wilson harus berdiplomasi dengannya. Namun demikian, di mata Wilson dengan visi eksploitasinya, Sukarno adalah orang yang sangatlah berbahaya. Ditambah lagi, Sukarno dekat dengan gerakan kiri dan perlawanan terhadap kapitalisme. Wilson pun semakin mendapatkan kesulitan ketika hubungan antara Indonesia dan Belanda sedang memanas.

Oleh karena itu, untuk memudahkan urusannya, Wilson meminta Presiden John F. Kennedy supaya mendinginkan suhu ketegangan di antara Indonesia dan Belanda. Sayang sekali, nasib tak mujur bagi Wilson, Presiden Kennedy ternyata sangat mendukung politik Sukarno. Presiden Kennedy justru mengecam Belanda atas tindakan-tindakannya terhadap Irian. Kennedy kemudian mengancam akan memberhentikan bantuan ekonomi kepada Belanda apabila Belanda masih campur-tangan urusan Indonesia di Irian Barat. Dengan demikian, kondisi ini semakin memupuk kekecewaan bagi Wilson dan terbayang keruntuhan Freeport.

Akan tetapi, kekecewaan itu hanya sebentar saja dirasakan Wilson. Beberapa bulan kemudian, Wilson menerima pesan dari dua orang pejabat Indonesia. Pesan misterius itu mempertanyakan, "Apakah Anda siap untuk mengelola Gunung Ertsberg?" Wilson yang amat terkejut menjawab pesan itu dengan menerima langsung tawarannya.

Peter A. Rohi mengutip Lisa Pease dalam bukunya:

"Para petinggi Freeport ternyata sudah punya kontak dengan tokoh penting di dalam lingkaran elite Indonesia. Mereka adalah Menteri Pertambangan dan Perminyakan Ibnu Soetowo dan Julius Tahija, mantan perwira KNIL. ...."

"Soeharto sendiri adalah mantan Sersan KNIL. Tahija  berperan sebagai penghubung antara Ibnu Soetowo dengan Freeport. Ibnu Soetowo sendiri  sangat berpengaruh di dalam Angkatan Darat, karena dialah yang menutup seluruh anggaran operasional mereka...."

Beberapa selang waktu kemudian, tiba-tiba terjadilah tragedi---yang kemungkinan besar memiliki relasi kausalitas yang kuat dengan pengondisian Freeport---di mana Presiden Kennedy tewas tertembak kepalanya, sehingga wakil presidennya, Lyndon B. Johnson, menjadi penggantinya. 

Kausalitas ini dibuktikan dengan dokumen deklasifikasi CIA yang menyatakan keterlibatan Amerika terhadap penggulingan Sukarno, yang berkaitan dengan alasan Freeport dan pertambangan emasnya.

Pergantian Kennedy ke Lyndon, berdampak buruk. Dampaknya mudah sekali ditebak, kebijakan Lyndon nyata-nyata bertolak belakang dengan Kennedy. Lyndon malah mengurangi bantuan ekonomi kepada Indonesia, kecuali untuk militernya, sehingga memberikan landasan terbentuknya rezim militer Angkatan Darat Orde Baru dan inflasi tinggi yang menyebabkan krisis ekonomi. 

Dinamika selanjutnya yang terjadi di Indonesia adalah lengsernya Sukarno akibat kudeta merangkak, yang dilakukan oleh Jenderal Soeharto. Soeharto mengambil pendekatan berbeda terhadap perekonomian Indonesia, dan tentu saja berbeda pula terhadap Freeport.

Peluang besar bagi Wilson tersebut muncul akibat peristiwa G30S 1965.  Hanya dalam waktu dua bulan pasca-G30S, CEO Freeport, Langbourne Williams, menghubungi Forbes kembali. Dia mengabarkan bahwa eksekutif Texaco menginformasikan negosiasi Ertsberg akan segera dimulai. Pemerintahan Soeharto, kendati belum resmi mendapuk pemerintah, akan lebih bersahabat dengan kepentingan Amerika dan sirkulasi modal asing. Williams mengatakan hal itu dengan yakin, lantaran Julius Tahija---bekas tentara Sukarno yang berbalik menentangnya---adalah orang dekat Soeharto. Oleh karena itu, urusan Freeport ini menjadi lebih dimudahkan.

Sebenarnya, pada tahun 1965, Freeport sudah mendapatkan lampu hijau dari Soeharto, tapi sisa-sisa pemerintahan Sukarno dan pengaruh pribadi Bung Karno menghambat jalannya negosiasi. Baru setelah Sukarno benar-benar lengser, langkah Freeport semakin mantap dan kokoh di Bumi Cendrawasih tersebut.

Tepat pada bulan April 1967, disahkan Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) Nomor 1 Tahun 1967 yang drafnya dirancang di Jenewa, Swiss, dan didiktekan Rockefeller langsung. Tak lama kemudian, Freeport Sulphur Incorporated menandatangani kontrak karya yang mengizinkan eksplorasi dan eksploitasi cadangan emas dan tembaga di Papua.

Sampai saat ini, Freeport dikenal sebagai perusahaan asing pertama yang menandatangani kontrak luar biasa di Indonesia---di bawah Presiden Soeharto. Akibatnya, kekayaan negeri ini terkuras habis, sementara bangsa Amerika Serikat menikmati devisa terbesar dari tambang di Indonesia.

"Jika pada zaman pemerintahan Presiden Soekarno kontrak-kontrak dengan perusahaan asing selalu menguntungkan Indonesia, kontrak-kontrak seperti itu malah merugikan Indonesia sejak Soeharto berkuasa," ungkap Peter A. Rohi. 

Misalnya, Presiden Sukarno pada tahun 1961, sebenarnya pernah memberikan izin kepada Caltex, tapi dengan syarat 60% dari keuntungannya harus diberikan kepada pemerintah Indonesia. Berbeda halnya dengan Soeharto, di mana Soeharto memberikan 9,6% saja.

Kekayaan Freeport tersebut adalah sebenar-benarnya kekayaan kita, kekayaan bangsa kita, kekayaan bangsa Indonesia. Dan kekayaan itu bukanlah angka-angka yang kecil. Dalam tulisan Lisa Pease, penulis buku JFK, Soekarno, CIA, and Freeport, menegaskan bahwa pertambangan emas di Freeport adalah pertambangan emas terbesar di dunia! Terbesar! Sekali lagi: Terbesar!

Mirisnya lagi, majalah Minning International pun melaporkan bahwa Freeport bukan saja tambang emas terbesar, melainkan tambang emas paling berkualitas dan kualitasnya tertinggi di dunia! Dan ... dengan biaya operasional paling murah di dunia!

Menurut laporan yang sama, sebagian besar kekayaan Amerika adalah hasil perampokan legal mereka dari tanah di Papua. Selain Amerika, sama-sama menguntungkannya bagi pejabat korup Orde Baru, beberapa jenderal-jenderalnya, dan para politisi busuknya, yang meraup keuntungan dan bergelimang harta di tengah-tengah kemiskinan rakyatnya.

Maka benarlah perkataan Sukarno:

"Kaum kapitalis akan datang kembali ke negeri ini dengan berbagai cara untuk menguras kekayaan bangsa Indonesia."

Referensi

Janti, Nur. "CIA Menggulingkan Sukarno demi Emas di Papua." Historia, 5 September 2017. https://historia.id/politik/articles/cia-menggulingkan-sukarno-demi-emas-di-papua-DWVoM.

Rohi, Peter A. "Menguak Sejarah Freeport dan Insiden 2 Presiden." Koran Sulindo, 26 Januari 2016. https://koransulindo.com/menguak-sejarah-freeport-dan-insiden-2-presiden/.

Sukarno. "Ambeg Parama-arta!": (Berwatak Pandai Mendahulukan Urusan Jang Penting). (Departemen Penerangan R.I. Penerbitan chusus no. 260.). Jakarta: Departemen Penerangan, 1963.

---------. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 2. Revisi. Yogyakarta: Yayasan Bung Karno, 1965.

Triyana, Bonnie. "Melacak Jejak Silam Freeport Mengeksploitasi Bumi Papua." Historia, 29 Agustus 2015. https://historia.id/politik/articles/melacak-jejak-silam-freeport-mengeksploitasi-bumi-papua-DbNJY.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun