Mohon tunggu...
Daffa Elang Hendra Al banna
Daffa Elang Hendra Al banna Mohon Tunggu... Lainnya - Laki-laki Umur 19 UNJ

Umur 19 Mahasiswa UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Industri dalam Memilih antara Ekonomi dan Kesehatan

29 Juni 2021   22:22 Diperbarui: 29 Juni 2021   22:54 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu ada grup perusahaan di Semarang yang paling banyak terlibat kasus COVID-19. Sejauh ini, 300 orang dinyatakan positif virus corona dari tiga perusahaan berbeda. Hingga akhir Mei lalu, ditemukan 115 karyawan dan kontraktor PT Freeport Indonesia (PTFI) terinfeksi virus tersebut di kawasan Tembagapura dan Kuala Kencana. 

Dua pasien meninggal, 49 dinyatakan bebas Corona, dan 64 dalam isolasi dan mendapat perawatan intensif. Maraknya laporan kasus penularan di pabrik menuntut perhatian lebih dari pemerintah. 

Penerapan protokol kesehatan di tempat kerja, khususnya di pabrik, tampaknya tidak ditanggapi serius oleh para pelaku usaha, termasuk karyawan. 

Keramaian di ruangan tertutup dan kurangnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan menjadikan ini lingkungan yang ideal bagi virus Corona untuk berkembang biak.

Jika lebih banyak pekerja pabrik yang terjangkit virus Corona, industri akan mendapat tekanan ganda: tekanan finansial karena ekonomi nasional belum pulih, dan tekanan untuk mengurangi jumlah pekerja karena banyak yang terjangkit virus Corona. 

Jika demikian halnya, upaya pemerintah dan dunia usaha untuk memajukan perekonomian sekaligus mengurangi jumlah penularan corona bisa jadi gagal total. Ini adalah masalah yang sangat disadari oleh para pengusaha. 

Mereka juga tidak ingin memperbaiki cara penerapan protokol kesehatan di tempat kerja. Namun, membalik telapak tangan tidak sesederhana kelihatannya. Penerapan protokol kesehatan, terutama saat diharuskan melakukan rapid test virus Corona secara rutin, menimbulkan biaya tambahan bagi pengusaha. Hal ini karena mereka harus menyediakan alat pelindung diri bagi karyawannya, seperti masker dan pelindung wajah. 

Biaya ekstra untuk melakukan rapid test di industri padat karya juga tidak sedikit. Tidak semua pelaku industri memiliki sumber daya keuangan untuk menutupi biaya tambahan ini. Apalagi kondisi ekonomi saat ini belum membaik. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan memberikan insentif bagi pelaku industri untuk mematuhi kewajibannya menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerjanya masing-masing.

Pengelola perusahaan diharapkan memberikan suplemen vitamin dan makanan/minuman bergizi kepada pekerja secara mingguan untuk menjaga stamina dan kesehatan fisik selama masa pandemi COVID-19. 

Penyediaan BPJS juga menjamin keselamatan pekerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan para pekerja tetap menjaga stamina dan fisik yang bugar dan kuat, serta rasa aman, guna meningkatkan produktivitasnya di masa pandemi COVID-19. 

Mengatasi atau meminimalkan emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian yang rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja yang rendah, sikap ceroboh, kurangnya pengawasan, dan kurangnya pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja, terutama yang berisiko bahaya. selama pandemi covid 19 Pengelola melakukan segala upaya untuk menjaga kondisi fisik pekerja tetap baik dan mengatur organisasi, termasuk mengadakan kumpul keluarga, agar pekerja tidak stres di masa pandemi covid-19. Pekerja harus mampu mengelola stresnya untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun