Mohon tunggu...
Daffa Elang Hendra Al banna
Daffa Elang Hendra Al banna Mohon Tunggu... Lainnya - Laki-laki Umur 19 UNJ

Umur 19 Mahasiswa UNJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema Industri dalam Memilih antara Ekonomi dan Kesehatan

29 Juni 2021   22:22 Diperbarui: 29 Juni 2021   22:54 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh : Daffa Elang Hendra Al Banna (Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa Indonesia akan menerapkan normal baru. Hal ini sebagai bagian dari upaya agar warga dapat kembali beraktivitas seperti biasa setelah tiga bulan diberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19). Meski saat itu pandemi belum mereda, Jokowi mengimbau agar kegiatan ekonomi kembali dilanjutkan. Masyarakat harus berdamai dan bisa hidup aman berdampingan dengan COVID-19, menurut Jokowi.

Karena penurunan tajam industri manufaktur pasca virus Corona, kebijakan Jokowi mudah dipahami. Kondisi bisnis di sektor manufaktur Indonesia melemah pada akhir triwulan II-2020, menurut data IHS Markit. Hingga Juni, produksi industri turun selama empat bulan berturut-turut. Pelonggaran aktivitas, menurut Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw, cukup untuk membantu pemulihan sektor manufaktur, tetapi tidak cukup untuk mencegah penurunan lebih lanjut dalam aktivitas produksi.

Berbagai jenis perusahaan di Indonesia terpaksa merumahkan karyawannya atau dikenal juga dengan istilah WFH (Work From Home). Work From Home adalah sebuah konsep dimana karyawan dapat bekerja dari rumah. Istilah ini sudah ada sejak lama, terutama di kalangan freelancer. Beberapa perusahaan sudah menerapkan konsep kerja ini untuk karyawannya jauh sebelum pandemi. 

Di tengah merebaknya wabah Covid-19, situasi WFH atau bekerja dari rumah dapat dikaitkan dengan ketentuan Pasal 86 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh memiliki hak untuk memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

Namun, banyak bisnis tetap mempekerjakan karyawannya selama pandemi Covid-19, seperti restoran cepat saji, yang tentu saja membutuhkan banyak pekerja. Karena restoran cepat saji merupakan salah satu tempat yang paling sering dikunjungi oleh masyarakat umum. Sehingga mereka percaya akan sayang sekali untuk menutup toko karena akan mengurangi omset perusahaan. 

Namun, karena pekerja sangat rentan terhadap virus Covid-19, ini adalah salah satu perhatian utama untuk keselamatan mereka. Namun, setiap perusahaan atau tempat bekerja harus memiliki protokol kesehatan yang baik.

Industri Buka Kembali, Klaster COVID-19 Baru Bentuk Kebijakan pelonggaran PSBB tentu akan disambut baik oleh pelaku usaha yang operasionalnya dirugikan dengan terpaksa tutup selama tiga bulan selama masa PSBB. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan sebanyak 17.466 izin usaha dan mobilitas industri (IOMKI) dikeluarkan selama pelonggaran PSBB hingga 18 Juni 2020, tepat sebulan setelah Jokowi mengumumkan new normal. 

Dia mengklaim izin operasional industri yang dikeluarkan berdampak pada sedikitnya 4.919.276 orang. menghindari kemungkinan dipecat dari pekerjaan (PHK). Sayangnya, pembukaan kembali industri dan pabrik ini tampaknya telah memicu masalah tambahan yang tidak boleh diabaikan. 

Dengan dibukanya kembali pabrik, terjadi peningkatan laporan pasien positif corona. Mereka bahkan menjadi klaster baru penularan virus Corona di beberapa lokasi pabrik. Misalnya, 36 karyawan di pabrik Unilever di Cikarang reaktif dan dinyatakan positif virus Corona, menurut sebuah laporan. Ada 15 anggota keluarga karyawan yang juga terinfeksi virus Corona.

Lalu ada grup perusahaan di Semarang yang paling banyak terlibat kasus COVID-19. Sejauh ini, 300 orang dinyatakan positif virus corona dari tiga perusahaan berbeda. Hingga akhir Mei lalu, ditemukan 115 karyawan dan kontraktor PT Freeport Indonesia (PTFI) terinfeksi virus tersebut di kawasan Tembagapura dan Kuala Kencana. 

Dua pasien meninggal, 49 dinyatakan bebas Corona, dan 64 dalam isolasi dan mendapat perawatan intensif. Maraknya laporan kasus penularan di pabrik menuntut perhatian lebih dari pemerintah. 

Penerapan protokol kesehatan di tempat kerja, khususnya di pabrik, tampaknya tidak ditanggapi serius oleh para pelaku usaha, termasuk karyawan. 

Keramaian di ruangan tertutup dan kurangnya kepatuhan terhadap protokol kesehatan menjadikan ini lingkungan yang ideal bagi virus Corona untuk berkembang biak.

Jika lebih banyak pekerja pabrik yang terjangkit virus Corona, industri akan mendapat tekanan ganda: tekanan finansial karena ekonomi nasional belum pulih, dan tekanan untuk mengurangi jumlah pekerja karena banyak yang terjangkit virus Corona. 

Jika demikian halnya, upaya pemerintah dan dunia usaha untuk memajukan perekonomian sekaligus mengurangi jumlah penularan corona bisa jadi gagal total. Ini adalah masalah yang sangat disadari oleh para pengusaha. 

Mereka juga tidak ingin memperbaiki cara penerapan protokol kesehatan di tempat kerja. Namun, membalik telapak tangan tidak sesederhana kelihatannya. Penerapan protokol kesehatan, terutama saat diharuskan melakukan rapid test virus Corona secara rutin, menimbulkan biaya tambahan bagi pengusaha. Hal ini karena mereka harus menyediakan alat pelindung diri bagi karyawannya, seperti masker dan pelindung wajah. 

Biaya ekstra untuk melakukan rapid test di industri padat karya juga tidak sedikit. Tidak semua pelaku industri memiliki sumber daya keuangan untuk menutupi biaya tambahan ini. Apalagi kondisi ekonomi saat ini belum membaik. Oleh karena itu, pemerintah diharapkan memberikan insentif bagi pelaku industri untuk mematuhi kewajibannya menerapkan protokol kesehatan di lingkungan kerjanya masing-masing.

Pengelola perusahaan diharapkan memberikan suplemen vitamin dan makanan/minuman bergizi kepada pekerja secara mingguan untuk menjaga stamina dan kesehatan fisik selama masa pandemi COVID-19. 

Penyediaan BPJS juga menjamin keselamatan pekerja. Hal ini dilakukan untuk memastikan para pekerja tetap menjaga stamina dan fisik yang bugar dan kuat, serta rasa aman, guna meningkatkan produktivitasnya di masa pandemi COVID-19. 

Mengatasi atau meminimalkan emosi karyawan yang tidak stabil, kepribadian yang rapuh, cara berpikir dan kemampuan persepsi yang lemah, motivasi kerja yang rendah, sikap ceroboh, kurangnya pengawasan, dan kurangnya pengetahuan dalam penggunaan fasilitas kerja, terutama yang berisiko bahaya. selama pandemi covid 19 Pengelola melakukan segala upaya untuk menjaga kondisi fisik pekerja tetap baik dan mengatur organisasi, termasuk mengadakan kumpul keluarga, agar pekerja tidak stres di masa pandemi covid-19. Pekerja harus mampu mengelola stresnya untuk mempertahankan produktivitas yang tinggi.

Bagaimana jika pandemi Covid-19 mengakibatkan banyaknya PHK atau penurunan omzet di kalangan pengusaha? Apakah tidak ada cara bagi mereka untuk menemukan solusi di masa depan? Tentu saja ada; Pada 11 April 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mencanangkan Program Kartu Prakerja. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pemfokusan Kembali Kegiatan, Realokasi Anggaran, dan Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 menjadi dasar penerapan Kartu Prakerja 2020 (Covid-19). -19). Target program Kartu Pra Kerja telah bergeser, dengan penekanan tidak hanya pada pencari kerja muda, tetapi juga korban pemutusan hubungan kerja (PHK) dan pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) yang terkena dampak pandemi Covid-19.

Keunggulan Kartu Prakerja adalah memberikan kursus atau pelatihan bagi pesertanya, dengan biaya pelatihan ditanggung oleh pemerintah. Peserta diharapkan dapat meningkatkan keterampilannya dengan pelatihan dari Kartu Prakerja. 

Untuk pekerja sektor informal, selain pelatihan, bank akan menawarkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) kepada peserta yang menyelesaikan pelatihan. Diharapkan insentif yang diperoleh peserta Kartu Prakerja dapat dipadukan dengan fasilitas KUR agar kewirausahaan lebih mudah dijangkau oleh peserta. Peserta program Kartu Prakerja akan mendapatkan insentif dan bantuan pelatihan sebesar Rp 3.550.000. 

Secara rinci, biaya bantuan pelatihan sebesar Rp. 1 juta, dengan insentif Rp. 600.000 per bulan selama empat bulan untuk menyelesaikan pelatihan dan Rp. 150.000 untuk survei pekerjaan. Seorang peserta dalam program hanya dapat mengambil bagian di dalamnya sekali. Setelah peserta menyelesaikan setidaknya satu pelatihan, insentif akan dibayarkan.

Daftar Pustaka

Pratama, Arie. 2021. Peningkatan Ekonomi Masyarakat menuju Era Society 5.0 Ditengah Pandemi Covid-19. Jakarta : Penerbit Insania.

Miftahul, Selfie. 2020. "Dilema Industri Beroperasi saat COVID: Pilih Ekonomi atau Kesehatan", https://tirto.id/dilema-industri-beroperasi-saat-covid-pilih-ekonomi-atau-kesehatan-fP8G, diakses pada tanggal 29 Juni 2021 pukul 10.08.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun