Alhasil, semuanya maju, menembak dan menebas setiap prajurit Kekaisaran Rusia.
"MAJU!" Sahut seorang mujahidin dengan senapan lantaknya.
"HABISI MEREKA!" Beberapa orang mulai menghunus pedang.
"ALLAHUAKBAR!" Takbir menggema dari bukit, tembakan dan tebasan jarak dekat tak dapat terhindarkan lagi.
Pertempuran tersebut berlangsung hingga masuk waktu maghrib. Jangan tanya jumlah mayat yang bergelimpangan, atau betapa melelahkan pertempuran tadi bagi pemberontak dan mujahidin-mujahidin Kaukasus dari Gunib, apalagi bagaimana kondisi psikis pasukan Kekaisaran Rusia yang memilih mundur untuk sekarang.
Setelah semua mujahidin Kaukasus melaksanakan shalat maghrib, Furqan mengumpulkan regunya untuk sebuah perbincangan. Lebih tepatnya sebuah rapat kecil.
"Assalamualaikum, saudara seperjuangan sekalian," Furqan membuka rapatnya.
"Waalaikumsalam, Amir Furqan," Pasukan tempurnya selalu memanggil ketua regu mereka 'Amir Furqan', bukan hal yang biasa di kebudayaan Dagestan. Tetapi, itulah keunikan mereka.
"Seperti yang telah kita ketahui saat ini, kita, mujahidin pemberontakan Kaukasus, telah terkepung. Ada kemungkinan bahwa kita ditakdirkan Allah Subhanahu Wa Taala mengalami kekalahan melawan Kekaisaran Rusia, baik dengan mati syahid maupun kondisi lainnya," Ucap Furqan, dia terlihat sedikit kesulitan mencari kata terbaik untuk menjelaskan kondisi pemberontakan yang mulai kacau.Â
Mereka dikepung bersama keluarga mereka di Gunib oleh Kekaisaran Rusia dan nyawa keluarga mereka terancam, namun Furqan tak mau menurunkan semangat juang mereka.
Furqan langsung meminum air putih miliknya dengan satu tegukan, tak langsung habis namun cukup membantu menenangkan pikirannya sebelum berbicara kembali karena airnya sangat segar, langsung dari sungai di bagian barat Gunib.