"Nak Ari, Bapak tahu kau tadi merasa sangat putus asa sampai kau ingin mati, bukan?"
Entah mengapa nada Bapak terdengar serius dan tak setenang biasanya.
"Bapak pikir, kau harus ikut Bapak, sekarang," Bapak mengajakku masuk ke dalam ruang kerja yang ada di lantai bawah rumah, "Bapak ingin menunjukkan padamu 'seorang' teman untukmu," Aku jadi bertambah bingung.
Ruang itu terlihat sederhana, namun canggih pada saat bersamaan. Ruang persegi-panjang itu memiliki deretan komputer di sisi kanan dan kiri ruangan. Bapak menekan sebuah tombol di sisi kanan pintu dan seluruh alat elektronik di dalamnya menyala, lampu neon berwarna-warni berpendar terang dan mesin komputer mengeluarkan suara kipas pendingin di dalamnya.
Apa yang menarik perhatianku adalah sebuah benda, tidak, sebuah robot dengan tampilan seperti gadis sebaya di tengah ruangan.
"Perkenalkan, ini Ani, Ia akan selalu mendampingimu di rumah. Bapak sengaja membuatnya untukmu," Ucap Bapak sembari menunjuk robot yang ada di tengah ruangan, "Ani, bangunlah!"
Mata coklat itu mulai menatapku dan Bapak, "Inikah Tuan Ari, Pak Hamid?" Tanya gadis dengan rambut panjang berwarna hitam itu pada Bapak, "Ya, Ani. Ini Ari, Ia sangat membutuhkan bantuan dan dukungan hidup darimu,"
"Dimengerti, Tu-Eh, maaf, Pak Hamid," Jawab Ani sembari sedikit tersenyum, "Tuan Ari, bagaimana kalau kita pergi ke Taman Mawar?"
"Eh, tunggu dulu!" Asli, ini masih terlalu cepat bagiku beradaptasi dengan robot buatan Bapak, "Sebenarnya, aku punya beberapa pertanyaan-"
"Bagaimana kalau kita jawab semuanya di Taman?" Bapakku langsung memberikan saran sebelum aku sempat bertanya, "Eh, baiklah,"
Sesampainya di Taman, Bapak mulai memperbaiki pompa air Taman karena seorang petugas taman meminta tolong pada beliau. Bapak meninggalkan kami berdua dan Ani membuka percakapan denganku.