Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuhMaasyirol muslimin yang dimuliakan oleh Allah SWT, mari kita syukuri nikmat Allah SWT, yakni Zat yang memberi kesempatan kita menjemput peluang-peluang kebaikan yang disediakannya karena dengan menyingsingnya fajar hari ini itu adalah kesempatan terbaik yang Allah berikan kepada kita, siapapun kita dan apapun masa lalu kita. Orang yang bertakwa adalah orang yang jahat, orang yang bermartabat, orang yang bermaksiat, dan orang yang berprestasi. Ketika al-Fajar menyingsing itu adalah peluang terbaiknya, jika masa lalunya penuh prestasi maka hari ini adalah peluang terbaiknya untuk meningkatkan, akan tetapi jika masa lalunya penuh kemaksiatan dan kesalahan maka hari ini adalah peluang untuk memperbaiki karena tidak satu pun di antara kita yang diberikan jaminan tentang masa depannya. Setiap kita berpeluang pada kesempatan yang sama. Masa depan setiap orang adalah sama, suci tanpa dosa dan penuh misteri karena tidak diketahui. Semoga Allah jadikan kita sebagai orang yang berbuat baik dan menjemput peluang kebaikan.
Asbabul Nuzul Q.S. Al-Hujurat ayat 6
Â
"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu. "
Berdasarkan uraian ayat di atas, terdapat asbabun nuzul yang tersirat di dalamnya, yaitu suatu hari Rasulullah SAW berhasil menarik hati pikiran bani Mustaliq yang bernama al-Haris bin Dirar al-Khuzai. Haris berbaiat kepada Nabi akan mengajak kaumnya dan bersedia menunaikan sholat dan membayar zakat. Haris berpesan kepada Nabi Muhammad SAW untuk didatangkan kepadanya seorang akuntan sehingga bisa menghitung terkait berapa zakat yang akan ditunaikannya. Rasulullah SAW akhirnya mengutus 100 orang akuntan terbaik beliau yang dipercaya, yaitu al-Walid bin Utbah kabilah bani Mustaliq. Namun, sayangnya al-Walid bin Utbah sampai ke bani Mustaliq karena diperbatasan dekat kampung bani Mustaliq, al-Walid bin Utbah justru kembali dan melapor ke Rasulullah SAW bahwa dirinya diancam dibunuh oleh kabilah bani Mustaliq. Ini sesuatu yaang tidak wajar sehingga Rasul bermusyawarah kepada para sahabatnya, mereka hendak bersiap-siap mendatangi kabilah bani Mustaliq. Namun, kemudian kabar tersebut segera menjadi reda karena Haris bin Dirar Al-Khuzai pimpinan bani mustaliq bersama beberapa orang bertemu dengan Rasulullah dan disitulah terjadi klarifikasi.Â
Bahwa Rasul menanya kepada Haris bin Dirar al-Khuzai, "apakah benar engkau menolak membayar zakat dan hendak membunuh utusanku?"Â
Haris menjawab " Tidak, demi Allah yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang utusan pun yang datang kepadaku dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang terlambat keapdaku maka aku merasa takut apaabila hal ini membuat murka Allah dan Rasul-Nya."
Selidik punya selidik ternyata al-Walid bin Utbah terjebak persepsinya, pada saat diperbatasan dia melihat lelaki-lelaki kekar datang dengan membawa senjata-senjata terbaiknya, mengacung-acungkan senjatanya dan dia mempersepsikan lelaki-lelaki itu hendak membunuhnya. Ternyata Al-Haris menjelaskan, wahai Rasul sebagaimana kebiasaan kabilah kami jika menyambut tamu yang diagungkan maka kami akan persembahkan, kalian yang terbaik dengan menyambut lelaki-lelaki terbaik di antara kami, orang jago-jago pedang untuk menyambut tamu terbaik kami. maka disitulah letak kesalahan persepsi al-Walid yang mengira ia akan dibunuh oleh kabilah bani Mustaliq. Terkait berkenaan dengan ini Allah SWT turunkan Q.S. Al-Hujurat ayat 6.
"Wahai orang-orang beriman, jika datang kepadamu seorang fasiq membawa berita, maka validasilah atau betul-betul yakinkanlah beria itu benar atau tidak karena kalau tidak kalian akan menyesal nanti terhadap yang akan terjadi."
Menarik sekali, kisah ini mengajarkan kepada kita. Al-Walid bin Utbah adalah orang yang terbaik dikirim Rasul dan beliau adalah alim, pakar akuntan, dan orang yang dipercaya Rasul. Namun, ditegur keras oleh Allah SWT. di sini bahkan berpotensi bisa menjadi orang yang fasiq sekalipun tidak dikatakan al-Fasiq karena di sini menggunakan isim nakhirah, yakni siapa saja bukan hanya al-Walid bin Utbah yang dia tidak memvalidasi dan ia terjebak persepsi maka ia berpotensi menjadi orang fasiq. ayat ini mengajarkan kepada kita bahwa bahaya besar yang akan diakibatkan oleh orang fasiq yang mengarang cerita, kita tahu al-Walid  tidak mengarang cerita, tetapi terjebak persepsi. Lalu, bagaimana orang fasiq yang mengarang berita maka akan ada keributan besar yang menjadi musibah yang akan disesali bukan hanya oleh satu dan dua orang.
Hari-hari ini dan bukan hanya hari ini karena memang sudah era disrupsi dan era revolusi digital bahwa setipa hari kita terbanjiri dengan berita sehingga kita tidak sempat memvalidasi mana di antara sekian berita itu, yaitu berita yang sesungguhnya, hakikat yang betul-betul ada. Maka di musim fitnah seperti ini maka kita harus banyak tabaayun.
Lalu bagaimana cara kita melakukan tabayun? maka jawabaannya dengan tidak selalu membaca semua berita, dengan tidak selalu membicarakan apa yang kita dengar dan yg kita lihat, dengan tidak selalu kita ikut campur yang bukan menjadi kewenangan kita.
Hari ini standar diangkat suatu masalah, diselesaikan atau tidaknya sering ditemukan dengan viral atau tidaknya kasus ini, siapa yang bermasalah, siapa yang menjadi sumber masalah, dan siapa yang menegakan hukum sehingga bisa jadi ada orang yang biasa dan ia mengeluhkan kasus pencurian, intimidasi, dan perampokan serta yang lainnya kepada pihak berwenang bisa jadi karena ia tidak dikenal orang atau kasus yang tidak viral maka akan mengendap dan tidak terselesaikan. Â Betapaa tidak adilnya hidup ini jika segala sesuatu dinilai viral atau tidaknya suatu kasus.Â
Kita sedang sakit karena setiap hari disuguhi publisitas yang tidak mendidik. Negeri kita benar-benar sedang sakit, bukan hanya krisis ekonomi, krisis politik, tetapi krisis moral dan dekadensi yang terjadi pergeseran  yang dulunya tidak aib menjadi aib, yang dulunya aib sekarang tidak aib pun ada sehingga kita menjadi kebingungan karena semakin banyak alim ulama yang meninggal dunia. Allah SWT benar-benar sedang menguji kita, jika kita termakan dengan standar viral yang terjadi maka dipastikan hidup kita tidak sehat karena senantiasa kita akan memikirkan omongan orang, tetangga kita membicarakan diri kita akibat diri kita tidak fokus kerja padahal sesungguhnya yang harus kita fokuskan adalah mendidik diri kita, keluarga kita, mendapatkan diri kita dan keluarga kita agar tidak masuk barang haram ke mulut kita, ke mulut keluarga kita. Kedua, kita pastikan bahwa kita tetap bersama memiliki rasa ukhuwah yang kuat. Sesungguhnya persaudaraan yang paling kokoh itu adalah berlandaskan keimanan.Â
Sebagaimana di surah al-Hasyr ayat 11, Allah menjelaskan ada jenis-jenis persaudaraan lainnya. Â Mereka mengatakan kepada saudara-saudara mereka dan orang-orang kafir, jadi hidup kita akan selalu bersaudara, tetapi permasalahannya dengan siapa kita bersaudara.Â
Hari-hari ini adalah hari sulit kita sehingga kita dipaksa setiap hari memikirkan masalah, sementara kita memiliki risalah. Risalah kita adalah menjaaga agama ini agar tetap ada di kampung kita, risalah kita adalah menjaga keturunan ini agar tetap mengenal Allah, mengenal masjid-Nya, mencintai Rasul-Nya, dan mengamalkan kitab-Nya sehingga kita terkotak-kotak diadu di antara kita karena perbedaan yang tidak seberapa.Â
Kemudian kita setiap hari disuguhi oleh hal-hal viral yang sebenarnya tidak menjadi masalah kita, sehingga hari ini didapat ada orang-orang yang semestinya tidak berkomentar dan ia pun berkomentar, ada orang-orang yang semestinya tidak  menjadi narasumber dan menjadi teladan kemudian diangkat setiap hari dan tidak peduli memiliki trek record yang terbaik atau tidak, tidak peduli merusak moral atau tidak. Maka lihatlah wajah pendidikan hari ini, betul-betul kita tidak bisa fokus maka Allah mengesankan kepada kita dengan bertabayunlah.
Hati-hatilah kita dalam mengambil suatu berita dan mempercayai suatu tontonan publisitas yang berlebihan maka fokuslah kita dan didiklah diri kita agar tetap memegang agama ini. Â Kata Rasulullah SAW: "orang yang berpegang pada agamanya, seperti orang yang memegang bara api, jika ia lepas maka lepaslah agamanya, tetapi jika ia pegang maka akan terbakar dan kepanasan tangannya. Kita akan sulit, tetapi ingatlah bahwa tidak ada yang sulit dengan keresahan.Â
Allah mencontohkan dalam surah at-tin dan surah al-asr bahwa kerugian mengintai kita dan degradasi mengintai kita. Setiap manusia diciptakan dengan kemuliaan dan diciptakan dengan potensi, prestasi, dan kebaikan. tsuma radadnahu, tetapi bisa terjebak bisa menjadi fasiq sebagaimana di Q.S. al-Hujurat 6. Namun, dilanjutkan di ayat berikutnya (Q.S. At-tin) kecuali orang-orang beriman dan bekerja dan di surah al-asr Allah mengatakan  juga "Setiap manusia berpotensi rugi jika ia tidak tahu waktu produktif."
Syekh mutawali asy-sya'rawi seorang ahli tafsir terkemuka mengatakan, bahwa ia menafsirkan tentang al-asr. Â Kenapa Allah memilih al-asr? al-asr salah satu bentukannya asirun dan kata asirun dalam bahasa Arab berarti juz, juz buah. Juz itu yang diminum adalah saripatinya maka ketika Allah bersumpah wal asri, demi perasan waktu, demi perasan waktu, demi juz waktu. Demi waktu yang produktif yang kebanyakan orang tidak mengetahui, waktunya habis dijalan karena kemacetan, waktunya habis karena menonton berita yang tayangannya tidak bisa dipertanggung jawabkan, waktunya yang habis untuk membicarakan hal-hal yang memang dengan itu ia disibukkan sehingga waktunya habis. Sesungguhnya setiap manusia berpotensi merugi, kecuali ila lazina ini merupakan kata plural. kecuali mereka yang sadar beriman dan berbuat amal salih dan saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. Maka kita perlu menguatkan rasa ukhuwah.
Kalau di barat di sana memiliki budaya yang disebut dengan cancel culture. Cancel culture adalah budaya penolkan kepada tokoh-tokoh publik yang cacat moral, tokoh-tokoh publik yang tidak bisa memegang amanah, baik karena korupsi, pelanggaran moral, dugem, pesta, dan lain sebagainya itu dianggap cacat padahal mereka adalah masyarakat yang liberal, tetapi mereka mempiliki budaya, yaitu cancel culture.Â
Namun, di negeri ini yang kita tahu negeri yang kita bermayoritas beriman, mayoritasnya ber ktp Islam. Kita terombang-ambing bukan karena tidak punya nilai, tetapi karena kita tidak fokus. Kejahatan yang terjadi di negeri ini bukan karena orang jahat yang banyak, tetapi karena orang baiknya diam.Â
Ibaratnya jika kita hendak minum secangkir kopi, kita panaskan air, kita letakkan disegelas cangkir dicampur dengan teh lalu kita tuangkan sesendok gula, maka apakah ketika kita minum itu tehnya manis? tidak. teh itu tidak akan manis sebelum kita aduk. gula-gula di negeri ini mengendap dan diam, gula-gula di negeri ini belum berbuat belum maksimal. Oleh karena itu, Allah persyaratkan "kuntum khaira ummatin ukhrijat linnas ta'muru na bil ma'rufi wa tanhawna amil mungkar." Kalian ini adalah umat terbaik ketika kalian melakukan amar makruf nahi mungkar, yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, mesikpun itu terasa berat.
Tidaklah kita belajar dari Nabi Musa AS, maka siapakah Nabi Musa. Musa itu adalah orng yang sejak kecil hidup di istana Fir'aun, yang sejak kecil diasuh oleh Fir'aun, diberikan semua fasilitas istana, tetapi apakah Nabi Musa takut kepada Fir'aun, apakah Nabi Musa berhutang jasa kepada Fir'aun maka ia berdoa: "Ya Allah lapangkanlah dadaku, mudahkan urusanku, uraikan keluhnya lidah, bukan karena ia memakan bara sebagaimana cerita yang kita dengar maka bisa jadi itu benar atau bisa jadi itu tidak."Â
Keluhnya lidah Nabi Musa lebih karena ia lebih berhutang jasa. Digambarkan di surah asy-syuara ayat 12 Fir'aun mengungkit jasanya. Â "Bukankah Engkau (Nabi Musa) hidup dan besar di rumah kami, dan Nabi Musa tertekan jiwanya, berhutang jasa kepada Fir'aun. Namun, saat Risalah kebenaran harus ia sampaikan maka ia mengatakan dengan sebenar-benarnya dan tidak peduli Fir'aun itu adalah ayahandanya, tidak peduli Fir'aun itu penguasa yang berhutang jasa kepada dirinya maka dia lantangkan kebenaran dan dengan lantang ia menggulingkan kezaliman, mesikpun ayah angkatnya.
Kesimpulannya dari penjelasan di atas dapat disimpulkan. kita harus tengok diri kita, sejauh mana waktu yang kita gunakan untuk menguatkan agama kita, sejauh mana kita konsentrasi tidak terjebak membicarakan hal-hal yang kurang penting, sejauh kita terpengaruh pada jebakan-jebakan persepsi media, sejauh mana kita tidak fokus mendewasakan diri kita dengan memperbanyak menelaah al-Quran, mendekat kepada para ulama, menelaah kitab-kitabNya, dan kemudian kita kuatkan regenerasi penerus supaya terlepas dari jebak-jebak kerugian, sebagaimana Allah menjelaskan dalam firmannya pada Q.S. Al-Asr. Semoga Allah selamatkan diri kita, keluargaa kita, dan masyarakat dari fitnah akhir zaman yang tidak jelas dan Allah tunjukkan yang haqq adalah haqq dan yang batil adalah batil.
Semoga bermanfaat tulisan ini, Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H