Meski begitu pelarangan penggunaan cantrang menjadi polemik tersendiri yang sempat berujung pada aksi protes terhadap nelayan yang belum paham tentang bahaya penggunaan cantrang hingga yang akan datang kepada pemerintah dengan faktor biaya dan daya tangkap dari cantrang tersebut atau bisa jadi kesalahan kementerian periode sebelumnya pemberian pendidikan pengembangan nelayan.
Susi mengeluarkan larangan penggunaan cantrang dan alat tangkap yang merusak lingkungan diberlakukan sejak 2018. Larangan ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan Nomor 2 Tahun 2015 dan juga Nomor 71 Tahun 2016. Kebijakan pelarangan cantrang menimbulkan pro-kontra. Sejumlah nelayan menolak rencana Susi karena dinilai merugikan rakyat. (Tirto, 29 Oktober 2019)
Indonesia bisa saja terseret dalam sengketa Laut China Selatan karena kepulauan Natuna berbatasan dengan LCS yang menjadi klaim Tiongkok dalam menguasai Nine Dash Line, setelah pergantian menteri hukuman penenggelaman kapal ditiadakan dengan alasan hubungan diplomatik, namun nelayan kita sekitar sejak itu pula semakin terusir oleh laut wilayah sendiri seolah-olah kembali dikuasai pihak asing, apakah Indonesia perlu terlibat dalam sengketa LCS yang diamini lima negara Asia-Pasifik demi menjaga kedaulatan maritim kita?
Penghapusan aturan penenggelaman kapal asing kedalam wilayah laut Indonesia dengan alasan menjaga hubungan bilateral dinilai tidak masuk akal bahkan berpotensi menyebabkan kerugian lebih besar pada nelayan kita, walhasil banyak nelayan kita di wilayah Natuna merasa terusir dari wilayah sendiri karena kapal nelayan asing kembali merajalela dengan perlengkapan yang lebih layak, sehingga berpotensi pula klaim hasil laut dari wilayah Natuna dianggap sebagai sumber daya alam milik asing.
Pada permasalahan hubungan wilayah Natuna dengan sengketa LCS, bisa dikatakan Indonesia sebagai negara politik bebas aktif dalam tanda kutip seharusnya Indonesia dapat mengutamakan kedaulatan sendiri tanpa memandang paham politik manapun, berupa ikut serta dalam menyelesaikan sengketa LCS karena berbatasan langsung dengan Natuna dan sudah ada ketentuan Zona Ekonomi Eksklusif yang dikemukakan PBB.
Diketahui hubungan AS dengan China sedang memanas salah satunya masalah LCS, dan seharusnya Indonesia dapat menunjukkan kedaulatannya dalam menyelesaikan masalah sengketa tanpa berpihak diantara dua negara adikuasa yang sedang berkonflik.
Pemerintah Indonesia hendaknya secara terus menerus menyatakan kemandirian dirinya yang tidak merupakan bagian dari konflik di Laut China Selatan. Sebagai pendiri Gerakan Non-Blok (GNB), menganut politik luar negeri bebas aktif yang siap berperan serta merajut perdamaian dan ketertiban dunia, serta memiliki otoritas mempertahankan kedaulatan dan keutuhan wilayah.Â
Guna membuktikan ketegasan di atas, sudah pada tempatnyalah jika TNI melakukan latihan gabungan di Laut Natuna Utara dan Pulau Natuna, serta melibatkan otoritas sipil seperti Polri, Pemerintah Provinsi, dan Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla). Pemerintah juga berkewajiban meningkatkan kinerja personil dan alutsista di pangkalan TNI AU dan TNI AL di Pulau Natuna agar semakin terintegrasi dengan seluruh kekuatan tempur TNI diseluruh wilayah nasional. (Republika, 16 Juli 2020)
Beberapa ketentuan hukum yang dapat menjadi acuan opini :
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan API Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.Â
- Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016 tentang larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster (Panulirus), kepiting (Scylla), dan rajungan (Portunus pelagicus).
- Ketetapan United Nations Convention for The Law of The Sea (UNCLOS) atau konvensi Hukum Laut PBB pada 1982.
Kesimpulan terkait :
Perijinan kembali ekspor benur (benih lobster) rawan akan menimbulkan kerusakan ekosistem laut terutama ancaman kepunahan lobster dan beberapa spesies ikan yang menjadi sumber daya alam di Indonesia.