"Setelah ibu Susi Pudjiastuti tidak lagi menjabat sebagai Menteri Perikanan dan Kelautan pada periode 2019 munculah kebangkitan pasukan kapal asing asal China untuk menjarah sumber laut didaerah perairan Natuna hingga nelayan-nelayan Indonesia mendapat ancaman dan terusir dari kelautan sendiri.
Kemudian Indonesia melayangkan protes kepada China karena telah melakukan pelanggaran wilayah kelautan sesuai yang ditetapkan oleh UNCLOS 1982, sayangnya China membantahkan dan tetap mengklaim bahwa Natuna termasuk dalam Laut China Selatan yang menjadi sengketa antara China dengan Taiwan, Vietnam, Malaysia, dan Brunei serta daerah dalam Nine Dash Line untuk memaksa Indonesia mengakuinya, dan sebenarnya apa yang dibalik dicopotnya ibu Susi sehingga kelautan kita tak seperti sekarang?"
Susi Pudjiastusi memang menjadi menteri andalan pada bidangnya dan seharusnya dapat dilanjutkan kembali hingga sepuluh tahun mendatang, namun mengapa justru pada kabinet kedua beliau diganti apa yang dibalik itu semua?
![suara.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/06/64599-susi-pudjiastuti-5e132c4c097f362b9e337272.jpg?t=o&v=770)
Saya pun membayangkan pada salah satu film Disney Moana berkisah putri dari kepala suku kepulauan Motumui berkeinginan pergi ke laut namun ayahnya melarang, untungnya neneknya menceritakan asal sukunya yang sebenarnya ternyata suku nelayan dan pelaut. Karena faktor ketakutan suku sendiri karena ada kegelapan dalam laut sendiri membuat Moana bertekad berlayar ke laut untuk menemui Maui yang diperankan oleh The Rock Dwayne Johnson untuk menembus kesalahannya dan mengembalikan batu yang disebut jantung kepada Te Fiti.
Karena sukunya tidak bisa selamanya mengandalkan sumber daya yang ada dipulau dalam jumlah terbatas hingga Moana dinobatkan menjadi putri Disney pada tahun 2018, terkait dengan film tersebut saya juga mengkaitkannya dengan bu Susi menyukai laut sejak kecil dan pada saat menjadi menteri karena keahliannya sejumalah kebijakan diterpakan justru menguntungkan nelayan selain penenggelaman kapal asing begitu juga pelarangan ekspor benih lobster dan pelarangan penggunaan cantrang, menjadi bukti bahwa bu Susi tahu apa yang terbaik untuk nelayan dan laut Indonesia.
Bu Susi seharusnya dilanjutkan kembali menjadi menteri karena memiliki potensi besar untuk kembali terutama digadang-gadang bisa menjabat sebagai Menteri Koordinator Kemaritiman, sayangnya pupus sudah karena pada pengumuman kabinet baru disampaikan oleh Presiden Jokowi ternyata tidak ada nama bu Susi, justru nama yang seharusnya diganti terutama Luhut Binsar Panjaitan kembali menjabat sebagai kabinet tersebut.
Lantas apa yang membuat Luhut kembali menjabat sebagi Menko Kemaritiman walau beliau kadangkala membuat sikap kontroversional, apa juga berkaitan dengan beda pendapat dengan Susi dan masalah investasi Indonesia dengan China?
Susi memang sempat bersitegang dengan Luhut soal masalah penenggelaman kapal pada tahun 2016 terutama kapal asal China dianggap tindakan tersebut menggangu hubungan dalam sindiran halus investasi dengan negeri tirai bambu dan membuang anggaran negara, meski begitu Susi tetap menjaga pendiriannya karena ini cara paling ampuh dalam menanggulangi masalah sumber daya laut walau negara terdekat saja.
Terlepas dari perselisihan tersebut pada 2019 Luhut yang keberatan terhadap kebijakan lebih mengarah sisi positif justru kembali masuk dalam kabinet dan Susi sebagai pengusul kebijakan dan meraih rapot baik selama lima tahun dari masyarakat harus terhempas dalam kabinet selanjutnya.
#kamirindubuSusi #tenggelamkan
Usut punya usut terdapat isu kabinet berencana untuk me-reshuffle Susi namun khawatir terhadap protes dari masyarakat terutama #netijenmahabenar maka kabinet menunggu saat-saat tepat untuk mencopot Menteri Kelautan wanita pertama hingga lima tahun kemudian, termasuk kekhawatiran istana atas investasi pembangunan menjadi biang kerok beban keuangan negera hingga sekarang karena harus berketergantungan apalagi banyak uang negara dirampok ke luar negeri dilakukan oleh tikus-tikus berdasi seharusnya diberantas sampai keakar-akarnya juga.
Mungkin pak Luhut lebih dipercaya pihak istana dalam menjaga investasi tersebut, sudah terlihat saat bersitegang dengan bu Susi, tidak masalah kalau pak Luhut merupakan backingan pasca Golkar bergabung dalam koalisi Istana dari jabatan staf kepresidenan hingga dipromosi menjadi Menteri Koordinator.
Sejujurnya saya pusing melihat dan mendengar kabar terkait masalah istana, apalagi buzzer war antar dua kubu masih terjadi lebih dari lima tahun seolah-olah mengungkapkan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Kalau pak Luhut lebih dipercaya dari bu Susi lima tahun kemudian, bagaimana dengan menteri yang berkaitan dengan masalah tersebut, terutama pak Prabowo seolah-olah lebih santai padahal saat kampanye Pemilu 2019 meneriaki kekayaan kita dijajah oleh tangan asing?
Pak Prabowo dulu lawan di Pilpres 2019 sekarang kawan menjadi Menteri Pertahanan menanggapi santai terhadap konflik klaim China terhadap perairan Natuna, padahal setiap debat dan kampanye beliau selalu berteriak kembalikan Indonesia jangan sampai dikuasai tangan asing hingga menggebrak meja sampai rusak, dan gaya pidatonya seolah-olah membuat kita kagum karena beliau bekas panglima pada masa Soeharto.
Lihat sejenak pada pemilu 2019 saat masih bergandengan dengan Sandiaga Uno sebagai calon wakilnya, atas sikap beliau yang gagah dalam mengatasi kekayaan diambil asing, justru mendapat dukungan penuh dari ormas-ormas islam sebenarnya terlihat dendam setelah penistaan dilakukan oleh Ahok hingga deklarasi reuni monas dianggap menjadi kunci kemenangan Anies dalam pilkada DKI 2017, saking fanatiknya hingga ada lagi dekalarasi hijrah kepemimpinan alias #2019gantipresiden sebenarnya dimotori oleh oposisi itu sendiri.
Begitu juga dengan pak Mahfud MD sikapnya berbeda setelah menjadi Menkopolhukam, padahal sebagian masyarakat mengharapkan pak Mahfud untuk menjadikan hukum Indonesia lebih baik atas sikap dan ilmu yang bijak, justru sekarang malah melunak terkait tugas, mungkin saja tidak mudah menjadi menteri sekarang karena masih dibayang-bayang istana.
Opini masyarakat sekarang bahwa sikap Prabowo dan Mahfud bahwa sengaja dijadikan menteri agar bisa dinerf dalam istilah gamer saat main mobile legends, memang opini semua kalangan sekarang dianggap fakta tak terungkap terutama opini Rocky Gerung paling ditunggu-tunggu.
Susi pun memperingatkan perbedaan antara sahabat investasi dengan pencuri dalam selimut.
Kalau China mempunyai faktor historis untuk mengambil ahli kekayaan di Natuna, kenapa Indonesia hanya bergantung pada keputusan UNCLOS 1982, dan Indonesia tidak ikut peran dalam sengketa laut cina selatan, dan apakah benar China berusaha mengambil ahli Zona Ekonomi Ekslusif?
![headtopics.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/06/5e11a1b87da91-5e132ced097f36521c4bf193.jpg?t=o&v=770)
Seperti China belum ikhlas dalam keputusan ZEE tersebut,apalagi sengketa LCS karena berbatasan dengan kawasan ASEAN, terutama perebutan sengketa kepulauan Paracel dengan Vietnam dan Taiwan hingga kepulauan Spartly dengan Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Brunei,dua-duanya berbatasan pada Natuna, bahkan di Vietnam film animasi Dreamworks Universal Abominable langsung dilarang tayang dianggap menampilkan LCS diklaim milik China.
Indonesia sendiri mempunyai nilai historis terhadap Natuna, pada masa kejayaan Sriwijaya dan Majapahit kawasan tersebut menjadi jalur perdagangan rempah utama dan terdapat peninggalan kerajaan dan pada abad ke-19 Natuna termasuk wilayah kesultan Riau, lalu pada masa awal kolonial wilayah Natuna sudah menjadi sengketa antar Belanda dan Inggris hingga 1824 terjadi pembagian wilayah kolonial atau disebut Anglo-Dutch Treaty.
Namun sayangnya Indonesia enggan menggunakan alasan tersebut hanya bertumpu pada perjanjian dengan PBB sepertinya Indonesia akan buta terhadap sejarah negeri sendiri.
Potensi kekayaan laut Natuna terdapat sebagian besar 23.499 ton cumi-cumi per tahun, sisanya merupakan 1.421 ton lobster, 2.318 ton kepiting, dan 9.711 ton rajungan dan memiliki jumlah  produksi migas 25.447 barel per hari namun berpotensi menyebabkan polusi laut sehingga jumlah kekayaan alam laut pun berpotensi menurun, potensi kekayaan tersebut menyebabkan China gelap mata dalam berusaha kembali mengklami sembilan garis putus-putus dan membantah kawasan ZEE ditetapkan oleh wilayah ASEAN.
Meskipun sama-sama berusaha mengklaim, namun Indonesia tidak ikut peran dalam sengketa LCS, bukan karena Indonesia termasuk negara non-blok, perlu diketahui keempat negara tersebut bukan untuk bekerjasama melainkan saling memperebutkan salah satunya sengketa Paracel dan Spartly pasca PD II sehingga PBB memutuskan memberi Natuna pada Indonesia, apalagi adanya dukungan dari negara adidaya AS sebenarnya bersaing dengan China dalam hal megendalikan dunia.
Namun, kalau Indonesia tidak berperan dalam sengketa LCS berbahaya juga terhadap kedaulatan lautan kita, bisa saja bukan hanya China mengklaim bahkan AS pun menjadi biang kerok mengklaim juga Natuna sebagai hadiah terima kasih kepada negara yang membantunya, dan untuk berperan langsung sepertinya berpotensi sulit dengan cara pembagian wilayah, dan perbatasan yang tumpang tindih.
Bagaimana pengamanan Natuna yang dilakukan oleh TNI kita, dan persenjataan dimiliki oleh China?
![zonasatumews.com](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/01/06/451ae26d-afc2-4919-9807-3ca877efc583-169-5e132c0b097f3611ae512e92.png?t=o&v=770)
Hal tersebut juga dimiliki China juga memiliki senjata dan perlengkapan militer yang lengkap dan canggih,sehingga tidak takut dalam menghadapi TNI kita berusaha mati-matian menjaga Natuna terutama kebijakan penenggelaman kapal tidak diterapkan lagi jadi semakin gencar dengan penjagaan China Coast Guard.
Bagaimana dengan Indonesia, miris sekali walau TNI disebut sebagai militer terkuat didunia namun anggaran yang kalah jumlah dengan militer China, dana tersebut seharusnya digunakan untuk mengembangkan dan melengkapi perlengkapan militer justru diduga disalahgunakan untuk kepentingan tidak terlalu penting alias korupsi.
Bayangkan saja kalau hasil laut yang anda beli selama ini dikira impor ternyata kekayaan kita sendiri yang diklaim, dan jadinya hasil penjualannya bukan pada nelayan kita sendiri, melainkan pencuri yang mengklaim.
May the force be with you Moana #Weloveyou3000
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI