Mohon tunggu...
M Daffa Fakhri Aditya
M Daffa Fakhri Aditya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sriwijaya

Agissez simplement, montrez juste, prouve juste.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Xi Jinping sebagai Sosok "The Prince" Masa Kini

3 Desember 2021   02:25 Diperbarui: 3 Desember 2021   16:48 855
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Niccolo Machiavelli, sebuah nama yang tidak asing dikarenakan kontribusi nya yang besar dalam ilmu politik, ilmu kepemimpinan, ilmu pemerintahan dan kajian strategi. Melihat sekilas profile beliau, Niccolo Machiavelli lahir pada 3 Mei 1469 di Kota Florance, Italia dan wafat pada 21 Juni 1527. Dalam kehidupannya, Machiavelli merupakan seorang diplomat, politisi, filsuf, sejarawan, serta penulis Italia pada era Renaissance. 

Nama Machiavelli naik daun lantaran karya nya yang berjudul "Il Principe" atau yang lebih dikenal dengan "The Prince". Beliau menulis masterpiece nya pada saat setelah dia tidak lagi memegang jabatan sebagai politisi, maupun diplomat di Florence. Namun buku tersebut mendapatkan pandangan yang negatif lantaran isi dan pemahaman yang terdengar sedikit tidak normatif. 

Buku tersebut memberikan suatu pemahaman bagaimana seorang pemimpin atau penguasa harus menggunakan sikap melenceng dari norma seperti kejam, jahat, licik, dan dusta. Hal tersebut harus dipraktikan oleh seorang pemimpin jika ingin berkuasa lebih lama. 

Bagi pandangan publik, siapapun yang menerapkan isi pemahaman dari buku tersebut dalam gaya pemerintahan nya dapat dikatakan mereka adalah seorang "Machiavellian". 

Buku tersebut juga mengedepankan hal yang bersifat realistis dalam politik yang berarti tidak ada suatu hal yang pasti dalam proses politik. Menurut buku tersebut, "menghalalkan segala cara" merupakan sebuah kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan seorang pemimpin yang ideal dalam suatu kondisi tatanan politik yang realistis.

Dalam pembahasannya secara rinci, Machiavelli menjelaskan bahwa konsep "The Prince" merupakan sebuah kunci dari kesuksesan seorang pemimpin dalam memegang, mempertahankan, dan memperkuat kekuasaan nya di suatu bangsa atau kerajaan. Namun perlu disadari bahwa menjaga dan memegang kendali suatu kekuasaan di suatu negara merupakan hal yang susah dan tidak semua orang dapat sembarang melakukannya. Machiavelli dalam karyanya telah menjelaskan beberapa syarat agar dapat menjadi sosok "The Prince" atau pemimpin yang ideal. Beberapa syaratnya yakni:

Pertama, seorang pemimpin harus dapat memenangkan hati rakyatnya dan harus dapat dengan segera menghilangkan segala bentuk permusuhan apapun. Namun dengan menghilangkan bentuk permusahan saja tidak cukup untuk menjamin keamanan yang abadi untuk kekuasaannya. Dia barulah akan dapat menjamin keamanan kekuasaannya apabila dia memiliki pasukan dan meningkatkan kekuatan dari pasukannya tersebut untuk melawan segala bentuk permusuhan. Kemudian dalam hal kekuatan, dia tidak boleh bergantung dengan pasukan bayaran atau bahkan pasukan negara lain.

Kedua, seorang pemimpin haruslah berilmu dengan cara membaca dan memahami sejarah, belajar seni strategi dan perang, serta mengenal wilayah kekuasaan dari bangsanya sendiri.

Ketiga, seorang pemimpin harus menunjukan penampilan yang baik, namun dia juga harus tahu kapan waktunya untuk menjadi jahat seperti menggunakan kelicikan dan tipu muslihat jika diperlukan.

Keempat, seorang pemimpin tidak perlu khawatir jika dianggap jahat ataupun kejam, karna alat pengendali massa terbaik adalah ketakutan sehingga hal itu akan memudahkannya dalam memegang kendali suatu kekuasaan.

Kelima, seorang pemimpin bisa saja dicintai dan tidak dicintai oleh bangsanya, namun selama tidak dibenci maka kekuasaannya akan tetap aman.

Keenam, seorang pemimpin tidak boleh ragu dalam menentukan suatu keputusan. Dia harus memiliki pendirian yang teguh, kuat, serta jelas.

Ketujuh, seorang pemimpin harus mendorong seni kerajinan, perdagangan, dan pertanian di negerinya untuk mencapai suatu perekonomian yang stabil.

Kedelapan, seorang pemimpin harus dapat menghibur rakyatnya dengan tontonan pertunjukan dan memberi suatu penghargaan untuk rakyat manapun yang membela tanah airnya.

Kesembilan, seorang pemimpin harus menghindari sanjungan atau suapan. Hal ini bertujuan untuk menghindari munculnya rasa hutang budi ataupun bias.

Dari kesembilan syarat diatas, Machiavelli percaya bahwa jika seluruh syarat tersebut diterapkan maka seseorang dapat menjadi pemimpin yang ideal dalam memimpin suatu masyarakat dan negara. Secara keseluruhan, Buku "The Prince" ditulis dengan tujuan sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk memperkuat kekuasaannya atau untuk seseorang yang ingin mendapatkan suatu kekuasaan. Kemudian Machiavelli juga menjawab pertanyaan yang menjadi dilemma bagi para pemimpin terkait apakah pemimpin seharusnya dicintai atau ditakuti. Didalam bukunya beliau menjawab;

            "...it's best to have both, loved and feared. But if you can't, it's better to be feared than loved..,"

Setelah terbitnya Buku "The Prince", beliau banyak mendapatkan kecaman sebagai orang yang tidak bermoral dan tidak etis, namun bagi sebagian orang karya Machiavelli tersebut digemari dan bahkan dijadikan pedoman dalam memimpin akibat tepatnya kerealistisan serta kebenaran terhadap kondisi dan keadaan praktik politik di dunia. Hingga sampai sekarang, banyak orang menjadikan buku tersebut sebagai pedoman, tidak hanya sebagai panduan bagaimana menjadi pemimpin yang ideal namun juga untuk melihat dan menilai gaya kepemimpinan seorang pemimpin dunia di era modern ini. 

Namun dewasa ini, gaya kepemimpinan Machiavellian sering kali dilabeli sebagai gaya kepemimpinan yang ototriter. Beberapa pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan otoriter seperti Donald Trump, Barack Obama, Vladimir Putin, dan lain sebagainya sering kali diucap-ucap sebagai "The Prince" masa kini. Dari beberapa nama pemimpin yang disebutkan diatas, Presiden Cina, Xi Jinping dengan gaya kepemimpinan nya juga memiliki potensi untuk menjadi "The Prince" masa kini.

Xi Jinping, nama yang tidak asing ditatanan internasional akibat gaya kepemimpinannya yang membawa China menjadi negara adidaya. Beliau merupakan seorang pemimpin tertinggi di Partai Komunis China (PKC) sekaligus menjadi Presiden Republik Rakyat China. Xi Jinping lahir pada 15 Juni 1953, di Kota Beijing, China. 

Ayahnya, Xi Zhongxun, memiliki kedudukan tinggi di Partai Komunis China dan sekaligus merupakan teman dari pendiri Partai Komunis China, Mao Tse-tung. Melihat posisi ayahnya tersebut, Xi Jinping seolah dianggap sebagai "The Prince" namun dalam konsep berbeda. Jika memiliki jabatan tinggi didalam PKC maka kemungkinan besar akan diteruskan oleh garis keturunan. Namun nasib Xi Jinping seketika berubah saat ayahnya dilengserkan dari jabatannya pada tahun 1962.

Xi Jinping menghabiskan masa mudanya menjadi buruh di pedesaan selama 7 tahun hingga meluncurkan Gerakan Revolusi Kebudayaan yang bertujuan untuk membersihkan sisa-sisa ideologi kapitalis di kalangan masyarakat China pada masa itu. Masa mudanya tersebut menimbulkan rasa nasionalisme, idealisme, dan pragmatisme kepada dirinya.

Kemudian karir politik Xi Jingping dimulai pada tahun 1974 setelah beberapa kali ditolak untuk bergabung di Partai Komunis China. Pada saat itu, beliau dipercaya untuk memegang jabatan sebagai Sekretaris Partai lokal di Provinsi Hebei. Akibat kinerja yang baik di karir kepemerintahan nya, Xi Jinping di percaya untuk memegang jabatan di badan pembuat keputusan tertinggi, Komite Tetap Politbiro. Setelah beberapa tahun, akhirnya Xi Jinping dipercaya untuk menjadi pemimpin dari Partai Komunis China yang secara otomatis juga terpilih menjadi Presiden Republik Rakyat China pada 14 Maret 2013.

Selama 8 tahun kepemimpinannya, Presiden Xi Jinping memiliki cita-cita untuk mendirikan sistem politik pemerintahan yang bersih dari korupsi dan mengembangkan perekonomian Republik Rakyat Cina ke tingkat dominasi global. Visinya bukan lain untuk menjadikan China sebagai negara superpower.

Kepemimpinan Xi Jinping terkenal sangat unik dan kuat. Dikatakan unik dikarenakan pemerintahan nya yang sulit ditebak gerak-geriknya kemudian dikatakan kuat dikarenakan pemerintahan Xi Jinping beberapa tahun ini berusaha untuk memperkuat militer dan bahkan memproduksi alat perang sendiri. Jika dilihat melalui kacamata Machiavellian, Xi Jinping merupakan seorang pemimpin yang mengenal musuhnya. 

Beberapa tahun belakangan ini, Xi Jinping berusaha menyingkirkan dan menghapuskan musuhnya di dalam PKC dengan berkedok "sistem politik anti-korupsi". 

Dengan upaya menyingkirkan nya tersebut saja sudah sejalan dengan syarat menjadi "The Prince" bahwa seorang pemimpin harus dengan segera menyingkirkan musuh di dalam selimutnya agar tidak ada yang menusuknya dari belakang saat ia duduk di kursi kekuasaan. Xi Jinping dinilai telah mampu melakukan cara liciknya dengan melengserkan beberapa pejabat partai yang tidak satu visi dengan gaya pemerintahan nya, cara ini sangat di "halal" kan demi mempertahankan kekuasaan. Kemudian dari cara nya untuk membersihkan korupsi, Xi Jinping juga memanupulasi rakyatnya. 

Memanipulasi disini dengan maksud membuat rakyatnya percaya bahwa yang dilakukan Xi Jinping dengan menindaki politisi yang korupsi adalah hal yang benar dan atas tindakannya tersebut dia dicintai oleh rakyatnya, padahal disaat yang bersamaan gerakan anti korupsi nya memiliki intensi yang tersirat dan hal itulah yang memunculkan rasa ketakutan terhadap musuh politiknya. Namun dengan cara menyingkirkan ini juga Xi Jinping telah melipatgandakan musuhnya,sehingga dia harus berhati-hati dalam menentukan langkah selanjutnya agar tidak terkena boomerang terhadap dirinya sendiri.

Menurut Machiavelli, seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang memiliki kemampuan untuk mengubah keadaan menjadi keuntungan untuk dirinya sendiri. Berkaitan dengan kalimat tersebut Xi Jinping telah mengubah peraturan dan memperpanjang periode kekuasaan nya menjadi kekuasaan "seumur hidup" dengan cara menghapuskan periode masa jabatan Presiden yang hanya selama 2 periode pada tahun 2018 silam yang dimana telah tercatat di resolusi PKC. 

Hal ini dilakukan Xi Jinping dengan tujuan mempertahankan visi nya untuk China, dikarenakan bagi Xi Jinping, visi nya merupakan visi yang paling ideal untuk mencapai "impian China" selama ini, dan memang benar terbukti bahwa selama tahun kepemimpinannya China telah berhasil menyelesaikan berbagai masalah yang belum sempat terselesaikan sebelumnya, kemudian dengan China memperkuat posisi nya di tatanan adidaya sangat mempermulus rencana penghapusan batas kekuasaan Presiden pada saat itu. 

Melihat dari upaya penghapusan ini, Xi Jinping dinilai telah memanfaatkan kondisi yang ada menjadi keuntungan nya untuk diri sendiri dan periode kekuasaan nya akan terjamin lama. Bahkan Xi Jinping juga sering kali disamakan dengan Mao Tse-tung dan Deng Xiaping. Dikarenakan hanya ketiga Presiden China tersebut yang pernah mengeluarkan resolusi PKC. Mao Tse-tung pada tahun 1945 dan Deng Xiaping pada tahun 1981. 

Keduanya menggunakan kesempatan untuk memperkuat kekuasaannya dan juga hanya mereka yang memimpin China sampai mereka wafat. Kemungkinan besar Xi Jinping memiliki masa kekuasaan yang sama seperti mereka.

Kemudian dalam masalah kekuatan, tidak diragukan lagi bahwa Xi Jinping telah memperkuat kekuatan militernya yang terutama berfokus pada angkatan udara dan angkatan lautnya. Xi Jinping menyadari bahwa China unggul dengan angkatan daratnya namun tidak dengan angkatan udara dan lautnya. Untuk menjadi negara superpower, Xi Jinping menyadari bahwa China harus menyeimbangi atau bahkan melebihi dari kekuatan saingannya, yakni Amerika Serikat. 

Saat ini China menjadi salah satu negara yang memiliki kekuatan militer dan persenjataan aktif diatas rata-rata dunia. Hal tersebut membuktikan bahwa Xi Jinping telah melakukan hal yang serupa layaknya deskripsi "The Prince" bahwa jika ingin memiliki keamanan yang stabil, seorang pemimpin haruslah memperkuat pasukannya sendiri.

 Xi Jinping tidak pernah sama sekali mengandalkan kekuatan militer negara lain atau bahkan mempercayakan keamanan China di tangan negara lain. Baginya tidak hanya keamanan yang didapatkan ketika memiliki militer yang kuat, tetapi juga rasa mendominasi dan intimidasi yang dirasakan negara lain menjadi sebuah keuntungan sekaligus menjadi faktor yang memperlancar untuk China maju menjadi negara superpower. Seperti yang Machiavelli jelaskan bahwa rasa ketakutan atau ditakuti merupakan alat pengonrtol massa yang terbaik.

Telah banyak bukti-bukti serupa yang menunjukan bahwa konsep Machiavelli "The Prince" masih bisa diterapkan jika dilihat dari gaya kepemimpinan Xi Jinping yang membawa China ke tingkat global bahkan menjadi pesaing diatas panggung superpower. Menurut penulis, dari berbagai nama pemimpin yang diucap-ucap menjadi sosok "The Prince", karakteristik kepemimpinan Xi Jinping yang paling mendekati pendeskripsian untuk menjadi seorang pemimpin yang ideal. 

Beliau mampu tampil dengan citra yang baik didepan publik dan juga dapat mengambil hati rakyatnya dengan gerakan "anti-korupsi" nya namun dibalik itu dia juga memiliki sifat kejam dengan menyingkirkan lawan politiknya demi mempertahankan kekuasaannya. Kemudian Xi Jinping juga memiliki kemapuan memanfaatkan keadaan dengan mengubah peraturan melalui resolusi PKC dan memanjangkan masa kekuasaan nya menjadi seumur hidup agar dapat menguasai China sesuai dengan visi ideal nya. Tidak lupa, Xi Jinping juga sangat mengedepankan kekuatan militernya. Dia sadar bahwa rasa intimidasi dan ditakuti oleh negara lain lah yang akan membuat China aman sekaligus mempermudah China untuk menyandang gelar "superpower".

Referensi

Fathurrohman, M. N. (2014, Mei 8). Biografi Niccol Machiavelli - Penulis Buku "Sang Pangeran". Retrieved from https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/: https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.com/2014/05/biografi-niccolo-machiavelli-penulis-Buku-Sang-Pangeran.html

Holmes, J. (2018, Maret 4). Xi Jinping Is Now China's President for Life. What Would Machiavelli Think? Retrieved from https://nationalinterest.org/: https://nationalinterest.org/feature/xi-jinping-now-chinas-president-life-what-would-machiavelli-24742?nopaging=1

Zonneveld, P. H. (2018, Maret 19). Machiavelli: "Xi Jinping is the new world prince". Retrieved from https://medium.com/: https://medium.com/thegreatdeadthinkers/machiavelli-xi-jinping-is-the-new-world-prince-bb90ba4b0ee

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun