Kelima, seorang pemimpin bisa saja dicintai dan tidak dicintai oleh bangsanya, namun selama tidak dibenci maka kekuasaannya akan tetap aman.
Keenam, seorang pemimpin tidak boleh ragu dalam menentukan suatu keputusan. Dia harus memiliki pendirian yang teguh, kuat, serta jelas.
Ketujuh, seorang pemimpin harus mendorong seni kerajinan, perdagangan, dan pertanian di negerinya untuk mencapai suatu perekonomian yang stabil.
Kedelapan, seorang pemimpin harus dapat menghibur rakyatnya dengan tontonan pertunjukan dan memberi suatu penghargaan untuk rakyat manapun yang membela tanah airnya.
Kesembilan, seorang pemimpin harus menghindari sanjungan atau suapan. Hal ini bertujuan untuk menghindari munculnya rasa hutang budi ataupun bias.
Dari kesembilan syarat diatas, Machiavelli percaya bahwa jika seluruh syarat tersebut diterapkan maka seseorang dapat menjadi pemimpin yang ideal dalam memimpin suatu masyarakat dan negara. Secara keseluruhan, Buku "The Prince" ditulis dengan tujuan sebagai pedoman bagi para pemimpin untuk memperkuat kekuasaannya atau untuk seseorang yang ingin mendapatkan suatu kekuasaan. Kemudian Machiavelli juga menjawab pertanyaan yang menjadi dilemma bagi para pemimpin terkait apakah pemimpin seharusnya dicintai atau ditakuti. Didalam bukunya beliau menjawab;
      "...it's best to have both, loved and feared. But if you can't, it's better to be feared than loved..,"
Setelah terbitnya Buku "The Prince", beliau banyak mendapatkan kecaman sebagai orang yang tidak bermoral dan tidak etis, namun bagi sebagian orang karya Machiavelli tersebut digemari dan bahkan dijadikan pedoman dalam memimpin akibat tepatnya kerealistisan serta kebenaran terhadap kondisi dan keadaan praktik politik di dunia. Hingga sampai sekarang, banyak orang menjadikan buku tersebut sebagai pedoman, tidak hanya sebagai panduan bagaimana menjadi pemimpin yang ideal namun juga untuk melihat dan menilai gaya kepemimpinan seorang pemimpin dunia di era modern ini.Â
Namun dewasa ini, gaya kepemimpinan Machiavellian sering kali dilabeli sebagai gaya kepemimpinan yang ototriter. Beberapa pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan otoriter seperti Donald Trump, Barack Obama, Vladimir Putin, dan lain sebagainya sering kali diucap-ucap sebagai "The Prince" masa kini. Dari beberapa nama pemimpin yang disebutkan diatas, Presiden Cina, Xi Jinping dengan gaya kepemimpinan nya juga memiliki potensi untuk menjadi "The Prince" masa kini.
Xi Jinping, nama yang tidak asing ditatanan internasional akibat gaya kepemimpinannya yang membawa China menjadi negara adidaya. Beliau merupakan seorang pemimpin tertinggi di Partai Komunis China (PKC) sekaligus menjadi Presiden Republik Rakyat China. Xi Jinping lahir pada 15 Juni 1953, di Kota Beijing, China.Â
Ayahnya, Xi Zhongxun, memiliki kedudukan tinggi di Partai Komunis China dan sekaligus merupakan teman dari pendiri Partai Komunis China, Mao Tse-tung. Melihat posisi ayahnya tersebut, Xi Jinping seolah dianggap sebagai "The Prince" namun dalam konsep berbeda. Jika memiliki jabatan tinggi didalam PKC maka kemungkinan besar akan diteruskan oleh garis keturunan. Namun nasib Xi Jinping seketika berubah saat ayahnya dilengserkan dari jabatannya pada tahun 1962.