Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Teman Jalan Itu Chester Bennington

22 Juli 2017   09:52 Diperbarui: 22 Juli 2017   21:13 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Chester dan Linkin Park (EDM Sauce)

Bilik dan plafon rumah di Palos Verdes Estates, California itu jadi saksi detik-detik vokalis bersuara pisau itu menetak jalur napas dan raganya. Pada pukul 9 pagi itu, 20 Juli 2017 dia mengakhiri hayatnya. Pilihan itu sebagai Run Away Suicide,bunuh diri sebagai pelarian, jawaban atas ngototnya di lagu 'Pushing Me Away-nya'.

Mike Shinoda, karib Chester Bennington membenarkan kabar duka personil utama Linkin Park (LP) itu. Seperti Anda, saya juga menyukai suara Chester dan performa LP. Shinoda shock. Chester kini takliq sebagai follower Chris Cornell, vokalis Soundgarden, sosok yang disebutnya sebagai idola yang juga meninggal karena gantung diri.

Iya, Chester Bennington dan Mike Shinoda adalah dua vokalis band LP. Pertautan suara setajam pisau Chester dengan Shimoda yang rapper menjadikan LP pantas diganjar sebagai 'band pembeda yang bertenaga' kala itu. Saya jatuh hati saat menonton berulang video klipnya yang wara-wiri di layar kaca di awal 2000an. Pada masa itu, ketika usia masuk 30an.

Chester yang kita kenal itu, lahir di Phoenix, Arizona pada 20 Maret 1976. Terlepas dari masa lalunya yang kelam dan dramatis, dia adalah ruh LP. Pengalamannya di band bernama Grey Daze memang sempat membuatnya khawatir tentang masa depan bermusiknya sebelum tenar bersama Linkin Park.

Di LP, selain Mike Shinoda yang lead vocals, rapper, rhythm guitar, ada pula Brad Delson di lead guitar dan backing vocal, lalu Dave Farrell sebagai bassis, pun Rob Bourdon di drum dan perkusi, lalu Joe Hahn di turntables, programming dan backing vocal.

***

Pada 2002, pada sore berangin, saya duduk tanpa baju, menghadap ke jalan Siswomiharjo di timur Kota Benteng Selayar, Sulawesi Selatan. Dwi Dharmawan, memetik gitar sembari melihat ke kerumunan pohon kelapa di utara.

Di headset saya, mengalun Runaway, mungkin ini sudah yang ketiga terputar, salah satu lagu yang saya sukai dari album Hybrid Theory. Dwi, yang jago main gitar itu dan sekarang telah jadi dokter gigi itu memuji vokal Chester sebagai 'tinggi dan sangat bertenaga' untuk Linkin Park. Adiknya Wira yang masih SMP juga menyukai Linkin Park. Pada kesempatan lain, Wira, menuliskan kata 'Linkin Park' dengan spidol permanen di meja belajarnya yang biru muda.

Karena LP itu pula saya membeli dua album pertama mereka bersama album 'cadangan' The Corrs, teman perjalanan, teman bekerja selama di Selayar pada 2000-2003. Teman pada perjalanan sehari penuh dari Makassar ke Selayar atau sebaliknya. Saat naik bus Mahkota, lagu Linkin Park sudah minta diputar. Demikian pula saat di fery dari Bira ke Pamatata.

Tak hanya menggamit album mereka, saya juga membeli dua t-shirt Linkin Park, warna hitam dan biru muda. Seorang kawan yang saya ketemu di tahun 2005 menyebut bahwa selera saya underground juga.

"Ah kenapa tidak?" kataku pada suatu malam saat kami main bilyar di bilangan Benhil Jakarta nun lampau.

Oh ya, sejarah Linkin Park sebelum berpulangnya Chester itu meliputi jejak berdiri pada tahun 1996. Bertahun kemudian merilis Hybrid Theory dan Reanimation yang fenomenal dan terjual puluhan juta kopi itu. hingga 2002. Album berikutnya adalah Meteora lalu disusul Side Projects (2004-2006).

Hingga di sini, saya tak lagi mengikuti derapnya. Waktu berlalu, time flies. Yang saya simpan di memori adalah Hybrid Theory dan Meteora itu. Memang, mereka tetap produktif merilis seperti Minutes to Midnight (2006-2008), A thousand Suns (2008-2011), Living Things and Recharged (2011-2013), menyusul The Hunting Party (2013-2015). Masih ada One More Light sebelum Chester pamit dalam diamnya.

I feel the light betray me...katanya di lagu Paper Cut.

***

Hybrid Theory dan Meteora. Album pertama adalah teman perjalanan saya dari Makassar ke Selayar setiap pekan. Lagu-lagu seperti Paper Cut, One Step Closer, Points of Authority, Crawling, Run Away, By Myself, In The End, A Place for My Head, Forgotten, Cure for the Itch hingga Pushing Me Away menuntun saya pada simpulan bahwa LP sejatinya menyadarkan kita tentang ancaman kekosongan harapan pada beberapa fragmen hidup kita. DIa mengingatkan jalan terjal di arah tujuan kehidupan. Tentang tantangan untuk kita, untuk sedia menelan pahit di kesunyian bahkan di keriuhan pesta.

Lagu-lagu mereka adalah harapan saya, terutama ketika berada di atas perahu dari Kota Benteng atau tepi Appatanah di selatan Selayar menuju Taka Bonerate, atau naik kapal kayu dari Benteng ke Lappe, Bulukumba pada rentang tahun 2001-2003. Belasan tahun silam, lagu-lagunya saya putar ulang hingga battere soak. Volume walkman selalu maksimum saat memutar lagu mereka, diputar pelan hanya akan dilumat oleh bunyi mesin tempel yang serakah bunyi di lautan. Lagu-lagu mereka terkesan simpel namun sarat pesan untuk mencintai lingkungan, untuk beradil pada sesama, untuk menghormati dan respek pada perbedaan. 

Video klip mereka sungguh menyiratkan pentingnya cinta untuk lingkungan dan sesama, anti perang dan penghormatan pada perbedaan.  Di pusaran itu, jiwa dan raga Chester beririsan, antara urusan pribadi yang dibelit sejarah perisakan oleh orang lain hingga ketidakmampuannya lepas dari persoalan dunia meski berbotol-botol whiskey dihabiskannya. Meski obat-obatan penenang, narkotik telah dihabiskan.

Untuk saya, untuk yang acap berlayar. Dalam perjalanan melintasi Laut Flores yang ganas, lagu-lagu LP serupa terjangan balik. Serupa memunculkan keberanian yang berlipat ketika menatap arah Taka Bonerate yang samar. Mendengar lagu seperti Faint atau Run Away di atas palka atau bersandar di buritan adalah sumber rasa percaya diri berlipat. 

Dengarkanlah Shinoda membetot hening perjalanan di lautan yang penuh buih musim...

...I am a little bit of loneliness a little bit of disregard. Handful of complaints but I can't help the fact that everyone can see these scars. I am what I want you to want what I want you to feel.

But it's like no matter what I do, I can't convince you, to just believe this is real. So I let go, watching you, turn your back like you always do. Face away and pretend that I'm not. But I'll be here 'cause you're all that I got.

Lalu dari geladak kapal yang limbung muncul suara Chester Bennington. ...I can't feel the way I did before, don't turn your back on me. I won't be ignored, time won't heal this damage anymore, don't turn your back on me, I won't be ignored.Lagu ini menjadi batang Hybrid Theory dan dirilis pada 24 Oktober 2000, bersama akar Paper Cut hingga puncak kemarahan Chester di Pushing Me Away.

Bennington dan Shimoda terdengar kompak dan saling mengisi di album Hybrid Theory yang penuh lengkingan dan juga bah amarah itu. Meski karakter suara mereka berbeda namun di situlah gurihnya pada apa yang disebut kolaborasi. Jika diminta memilih lagu yang cocok untuk saya nyanyikan di ruang karaoke, maka itu adalah Run Away.

Hentakan musik dan iramanya seperti mengungkit tapak kaki untuk bergerak, menggerakkan kepala dan segenap raga. Lagu yang maknanya serupa ironi saat melihat kehidupan namun bisa jadi trigger untuk menyampaikan perasaan dan ketidakmampuan kita sebagai manusia biasa.

Coba, pada lagu itu, suasana seperti bening yang gegas mencari riuh, serupa percik air jatuh di hening pagi yang lambat, lalu masuk dentuman...Graffiti decorations, ...under a sky of dust. I learn were never true, now I find myself in question. Guilty by association, (You point the finger at me again).

Maka berteriaklah Chester Bennington...I wanna run away, never say goodbye. I wanna know the truth, instead of wondering why/ I wanna know the answers. No more lies. I wanna shut the door. And open up my mind..I wanna run away. Never say goodbye.

Minggu lalu pada tanggal 13 Juli 2017, sebelum bertolak dari Makassar ke Jakarta, tiba-tiba saja saya ingin mendengarkan lagu Linkin Park. Saya minta ke seorang sahabat untuk dikirimi lagu-lagu LP sebab folder koleksi lagu LP tak jua kutemukan di laptop.

Melalui Whatsapp group Smansa 89 Makassar, saya meminta ke sahabat saya Sigit Prastowo. Sigit memang royal untuk urusan mengirim lagu via WA. Dia mengirimkan dua lagu kala itu, Bleed it Out dan Breaking the Habit. Seminggu kemudian, pada 20 Juli 2017, kabar itu datang. Si frontman Linkin Park itu memilih pergi dengan cara purba!

Tebet, 22/07/2017.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun