Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Mau Menulis Feature? Begini Cara Saya

16 Juni 2024   12:16 Diperbarui: 16 Juni 2024   12:58 1240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Mahmud. Input sumber gambar Nur Terbit. 

Mau menulis tulisan gaya Feature? Apa itu Feature? Apa bedanya dengan model tulisan yang lain? Nah, ini Kisah Bang Nur Terbit yang gampang dipelajari bagaimana cara menulis feature yang baik. 

Secara teori, banyak bisa kita dapatkan dari buku-buku tentang teknik bagaimana menulia feature yang baik. 

Tapi secara gampangnya, model tulisan feature itu adalah gaya khasnya adalah si penulisnya menggunakan style "bertutur" atau bercerita dalam menulis artikel. Istilah asing populernya yakni "story telling".

Tulisan feature juga berbeda dengan jenis tulisan yang sudah sering kita temui di mass media. Cetak atau media online. Misalnya tulisan bentuk berita. 

Secara umum, berita harus mengikuti pola penulisan atau standar penulisan berita yakni: what (apa) when (kapan) where (dimana) why (kenapa) who (siapa) + 1 how (bagaimana).  Belakangan ada yang nambah kan 1S atau savety dan security (aspek keamanan dan keselamatan penulisnya). Semuanya biasa disingkat menjadi 5W + 1 H + 1S. 

Selain itu, feature berbeda dengan berita meski feature juga ditulis berdasarkan fakta dan peristiwa. Kalau berita terikat dengan fakta, peristiwa dan komentar pihak terkait dengan berita tersebut. Tidak boleh dicampur-aduk dengan opini penulis berita atau wartawannya. 

Gampangnya, tulisan feature lebih mirip gaya Blogger dalam menulis di blog mereka. Meski feature juga bisa berangkat dari fakta di lapangan, peristiwa atau sekedar catatan perjalanan. Semacam diary atau buka catatan harian deh. 

Di mana-mana bisa kita temukan bahan tulisan feature yang bisa digarap jadi artikel menarik. Salah satunya seperti obrolan santai Bang Nur dengan Pak Mahmud, penjual bubur di salah satu pojok kampung di Kecamatan Bekasi Timur, Kota Bekasi. 

Pak Mahmud si penjual bubur. Input sumber gambar Nur Terbit. 
Pak Mahmud si penjual bubur. Input sumber gambar Nur Terbit. 

BUBUR KETAN HITAM CAMPUR KACANG HIJAU, RACIKAN DARI PAK MAHMUD (Serial Orang Kecil) 

Di sebuah gang sempit di daerah Margahayu, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Senin siang 10 Juni 2024 itu, saya bertemu dengan pria sepuh ini. 

Ya namanya Pak MAHMUD, 63 tahun, penjual bubur ketan hitam campur kacang hijau. Dia mengaku perantau asal Cirebon, Jawa Barat. 

"Saya perantau juga di Kota Bekasi ini," katanya, saat dia mendengar logat bicara saya. Dia mengira saya orang Batak. 

"Bukan Pak. Saya orang Makassar".

"Sekampung dengan Pak Mochtar Mohammad dong? (mantan Wali Kota Bekasi dan kini mau maju lagi untuk Pilkada serentak 2024).

"Oh kalau Pak Mochtar dari Gorontalo. Dulu Provinsi Sulawesi Utara. Sekarang provinsi sendiri. Provinsi Gorontalo. Kalau saya Sulawesi Selatan".

"Sekampung Pak Jusuf Kalla dan Pak Habibie?". Saya mengangguk. Takut keselek bubur yang sudah di kerongkongan hehe... 

Pak Machmud rupanya sedikit banyak tau nama tokoh-tokoh yang disebutkan di atas. 

Tapi hari itu, saya lebih berminat mendengarkan kisah hidupnya sebagai penjual bubur yang sudah 40 tahun dia jalani. 

"Alhamdulillah, dari hasil penjualan bubur ini saya bisa menghidupi istri dan 4 anak," katanya. 

Pak Mahmud mengolah buburnya setelah dia beli bahan beras ketan hitam dan kacang hijau dari pasar. Sementara istrinya berjualan, membantu suami mencari nafkah. 

Di atas gerobaknya, terdapat dua tempat untuk memasak bubur. Satu berisi kacang hijau, satunya lagi ketan hitam.

Tinggal pilih. Mau dicampur atau hanya kacang hijaunya saja. Saya pilih dicampur saja, ketan hitam dan bubur kacang hijau, jangan dipisah (ntar kangen jiiiah...). 

Jika semua bubur Pak Mahmud habis terjual, semuanya kira-kira ada 80-an mangkok. Lumayan kan? 

Terlihat juga sebuah tempat air minum berdiri. Saya sempat minta segelas karena haus. Tapi rupanya bukan air minum. Isinya santan dari air kelapa. Campuran untuk bubur. Istri terpaksa beli sendiri air mineral di warung. 

Satu porsi (mangkok) bubur, dijual seharga Rp7.500. Hari itu saya pesan 2 porsi, untuk saya dan istri. Sudah terbayang, Pak Mahmud bisa mengantongi uang Rp7.500 x 80-an porsi.

"Hari ini saya hanya bawah separuhnya, ya paling 40 porsi," potongnya. Artinya 40 porsi kali Rp7.500. Katanya, dia gak "ngoyo". Kalau sudah capek keliling jual bubur, ya pulang tidur. 

Ok deh Pak Mahmud. Selamat. Semoga buburnya makin laris manis dan bisa membawa pulang "rupiah" untuk anak dan istri. Atau....nah ini. Siapa tahu ada film baru dengan serial "Pak Mahmud, Penjual Bubur Dari Bekais Yang Naik Haji". Siapa gai kan? Aamin. 

Salam #NurTerbit

(contoh tulisan gaya feature)

Blog :

https://www.nurterbit.com

Youtube :

https://youtube.com/nurterbit

Facebook :

https://facebook.com/Nur.terbit.7

Instagram :

https://instagram/nurterbit

Twitter X :

https://Twitter.com/nurterbit

Tiktok :

https://tiktok.com/nurterbit_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun