Bagaimana agar hidangan menu lebaran yang kemarin dihidangkan di atas meja makan dan menggairahkan, hari ini bisa tetap penuh dengan "kehangatan"?
Berikut, melalui artikel ini akan saya "bongkar" bagaimana rahasia istri saya -- Sitti Rabiah, kebetulan Kompasianer juga --Â agar masakan lebarannya tetap hangat.
Apakah semuanya dihangatkan lagi? Dipanasin lagi biar ketika disantap, semuanya kembali hangat? hehehe.... Sabar! Saya mau cerita dulu.Â
Kebiasaan istri saya yang lain kalau lagi libur dan ada di rumah, yakni berkutat di dapur. Ngapain aja? Boleh "dikepoin" di tulisan saya di Kompasiana sebelumnya: Tradisi Keluargaku Membuat Kue Lebaran
Sekali waktu saya jemput istri ke sekolah tempat dia mengajar. Istri saya guru sekaligus kepala sekolah.
Hari itu saat saya tiba di sekolah, sudah usai jam pelajaran, eh dia tidak ada di ruangan kepala sekolah.Â
Padahal anak sekolah sudah bubaran. Ruang kelas sudah kosong, tinggal ibu guru yang sibuk membuat PR untuk muridnya.Â
Saya lalu tanya ke tim guru, Ibu Kepala Sekolahnya ke mana?Â
Seperti di komando, ibu guru tadi serentak menjawab, "Ada di dapur sekolah, Pak!".Â
Luar biasa, dan sudah biasa di luar. Di luar kelas, maksudnya, di dapur
Dari cerita guru-guru, saya dapat informasi. Ternyata memang ada lagi "ritual" usai mereka mengajar di kelas. Ibu kepala sekolah mereka itu memasak untuk makan siang bersama.Â
Menu masakannya berganti setiap hari. Biaya dari isi "kocek" masing-masing setiap guru. Urunan, istilahnya.
Lalu bahannya dari mana?
"Kami beli di pasar dengan sistem saweran sesama ibu guru. Ibu kepala sekolah yang masak, kami bantu ngiris-ngiris bawang, apalah gitu yang bisa dibantu hehe..."
Sebagai guru, istri saya Sitti Rabiah yang juga Kompasianer, sudah menulis pengalamannya menangani anak didiknya di sekolah. Seperti bisa dibaca melalui link berikut ini :
Es Krim Aice Mochi Hadiah Untuk Murid TK
*****
Satu hal lagi yang unik di mata saya, mata seorang suami yang hanya bisa jadi penonton saat istri sibuk di dapur, sekaligus penikmat utama dari masakan istri: ya soal "kehangatan" tadi.
Sssttt....ini rahasia kita saja ya sesama suami. Jangan sampai bocor ke istri. Kadang saya sebagai suami heran dan tidak habis pikir.Â
Belanja dapur bulanan yang hanya sekali nyetor ke istri dalam sebulan, tapi koq dapur gak pernah sepi dari kegiatan "icip-icip".Â
Nah, rupanya ini rahasianya. Lagi-lagi kembali ke soal "kehangatan" tadi. Bahan makanan dan belanjaan dari pasar, "dipeti-eskan" di kulkas.Â
Begitupun masakan dan makanan. Jika sewaktu-waktu dibutuhkan, semua dikeluarkan lagi dari kulkas.
Misalnya nih ya, contoh. Kue "Jalangkote" alias kue Pastel khas Makassar. Separuh digoreng, separuhnya lagi disimpan di kulkas.Â
Jadi begitu "Jalangkote" habis dimakan dan masih mau nambah lagi, ya tinggal buka kulkas dan keluarkan "Jalangkote"-nya untuk digoreng lagi. Jadi hangat lagi.
Itu urusan kue "Jalangkote". Tidak jauh beda dengan urusan "Coto Makassar".Â
Ketika daging cotonya sudah "tiris", babat dan campuran lainnya sudah tidak tersisa lagi. Jeroan sudah ludes dan "ambyar". Masih ada banyak cara. Jangan putus asa. Masih "Banyak Jalan Menuju Roma".Â
Itulah kehebatan seorang istri. Dia bisa mengolah kembali bahan-bahan sisa yang masih ada. Menjadi lebih berada dan beradab.
Harap maklum, ketika harga daging sapi melambung tinggi -- bahkan waktu jelang lebaran cukup mahal (sampai ke harga Rp200 ribu/kg) -- istri tidak kehabisan akal. Caranya?
Masakan Coto Makassar yang perlu "kehangatan" tadi, misalnya, ikut berganti musim.Â
Dari semula ada segala macam jenis daging sapi dan jeroan tadi, bisa segera berganti musim, eh, wujud, menjadi daging ayam, telur ayam.Â
Maka jadilah "Coto Makassar" versi daging ayam dan telur ayam
Bandingkan misalnya dengan harga Coto Makassar versi Jakarta. Harga Coto mahal banget, paling murah Rp30 ribu semangkok. Dua kali lipat di Makassar, mana mangkoknya kecil banget lagi hahaha....
Bagaimana cara membuat Coto Makassar?Â
Berikut video tutorial dan tips dari istri saya cara membuat masakan khas Makassar yang Anda bisa uji coba di rumah.
*****
Nah, begitulah dinamika hidup berumahtangga.Â
Jadi saran saya, pandai-pandailah mencari calon istri. Carilah yang pintar masak dan mahir bikin kue, pintar mengelola keuangan, mau menerima setoran uang belanja bulanan apa adanya, dan....loh..loh..koq melebar ke mana-mana nih?
Teman saya menambahkan. "Jangan pilih istri yang 'pintar cari duit'. Sebab duit suami yang tersembunyi di mana pun, istri pasti dapat. Dasar uang sial, hehehe.."
Selamat Idul Fitri. Salam dari rantau. Kepada pemudik, semoga selamat kembali ke perantauan. Salam hangat sehangat menu makanan lebaran. Tabek. Mariki di?
#wartawanbangkotan
Tulisan saya di Kompasiana sebelumnya: Arus Balik Dengan Makanan Lebaran Penuh Kehangatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H