Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Lebaran dengan Dodol Betawi

20 April 2022   21:23 Diperbarui: 20 April 2022   21:48 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berbagai varian dodol Betawi bikinan Ibu April (foto : dok Nur Terbit)

SETIAP menjelang hari raya Idul Fitri, hampir dipastikan akan selalu ada kue  khusus di setiap daerah di Indonesia yang selalu muncul tapi hanya pada saat lebaran. 

Salah satunya adalah dodol khas Betawi. Sudah menjadi tradisi setiap tahun dodol Betawi hadir melengkapi kuliner lebaran. 

Tapi meski begitu, di beberapa wilayah "berbasis" etnis Betawi di Jabodetabek, pembuatan dodol sudah terasa menggeliat dimulai di awal puasa Ramadhan.

Ciri khas dodol di mana saja, ya lengket. Itu sebabnya kue khas ini oleh masyarakat, sering juga disebut dengan "Dodol Betawi yang terus lengket di hari Lebaran". 

Menjelang lebaran Idul Fitri 1443 H tahun ini, Dodol Betawi kembali hadir di antara kue penganan hari raya Islam. Yang tradisional maupun sudah lebih modern.

Ada Dodol Betawi yang masih buatan rumahan (home industri) tanpa cap dan merek, tapi ada juga yang sudah produk UMKM bermerk dan dipasarkan secara luas.

Dodol khas Betawi seperti buatan Ibu April, adalah termasuk dodol tradisional bikinan sendiri. Tak bermerek, hanya ada tulisan sesuai jenis atau varian dodol dan menempel di pembungkusnya.

Ibu Rhoniya Aprilliani, nama lengkap Ibu April yang berlatar belakang budaya Sunda -- sehari-sehari sebagai guru TK ini -- membuat dodol karena didukung oleh keluarga suaminya yang kebetulan dari etnis Betawi Bekasi.

Diolah di rumah sendiri di kawasan perumahan Mutiara Gading Timur (MGT) di Mustikajaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat dan diproses secara keroyokan. 

Di antaranya, bahan dodol tersebut kemudian diaduk rame-rame di atas wadah berbentuk penampan besar berbentuk kuali. Diaduk selama 6-8 jam. Tradisional sekali.

Selain itu, mengingat karena ini dodol produk rumahan, maka tentu tanpa merk, kecuali hanya tulisan sesuai varian dodol yang antara lain ada rasa keju, duren, wijen, stroberi, pandan atau original rasa dodol biasa.

"Maklum ini cuma dodol musiman dan produk rumahan. Dijual juga hanya waktu puasa dan jelang lebaran saja. Di luar itu, gak ada," kata ibu April sambil tertawa.

Berbeda dengan produk UMKM atau Usaha Mikro Kecil Menengah. Ini adalah istilah umum dalam dunia ekonomi yang merujuk kepada usaha ekonomi produktif. 

Dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang No. 20 tahun 2008.

Salah satu Dodol Betawi versi UMKM ini, adalah dodol Sari Rasa, produksi Ummi Maryam di kawasan Jalan Damai, Pasar Minggu, Jakarta Selatan di belakang Kantor BIN (Badan Intelejen Negara), terlihat bergerak lagi.

Dodol berwarna hitam dan kecoklatan yang terbuat dari santan kelapa, ketan hitam, ketan putih dan gula jawa ini, selalu jadi penganan khas di saat hari Raya.

"Meski kondisinya tidak seperti dulu. Sejak Corona datang, dapur kami jadi sepi. Dulu ada 30 karyawan. Sekarang tinggal 3 orang!," ungkap Ummi Maryam yang terus mengupayakan pembuatan dodol seorang diri, karena suamiya sudah wafat.

Ummi Maryam juga tidak ingat kapan persisnya bisnis ini dikelolanya. "Sejak anak-anak saya masih kecil, mungkin sekitar tahun 1980-an!,"ungkapnya.

Menurut Ummi dengan kondisi ekonomi menurun karena situasi Corona yang belum pulih, permintaan akan dodol juga menurun. 

"Ditambah lagi jumlah pelanggan saya banyak berkurang karena banyak yang wafat," ungkapnya.

Namun begitu, dapur dodolnya diupayakan tetap berasap. "Setiap hari kami masih ngadon satu kuali besar!," ungkap Ummi Maryam.  

Ummi mengaku tidak pernah berhitung, berapa banyak yag dihasilkan dari adonan satu kuali. 

"Yang saya ingat, kami menjualnya dalam kemasan besek besar seharga Rp 100 ribu, dan kemasan besek kecil seharga Rp 80 ribu.

Ummi Maryam mengaku, meski kondisi tengah rumit, cara berbelanja sekarang jauh lebih mudah. 

"Tinggal angkat telepon untuk pesan, semua bahan pembuatan dodol langsung dikirim. Dan bayarnya pun lewat transfer!" ungkap Ummi Maryam sambil menyebut bahan baku pembuatan dodolnya datang dari berbagai penjuru Jakarta.

Api harus Dijaga

Proses pembuatan Dodol Betawi ini memang terlihat terhitung rumit. Hanya sedikit orang yang ahli dalam membuat dodol Betawi.

Tahap pembuatan dodol, pertama bahan-bahan seperti gula merah, santan, dan gula putih diaduk dalam kuali besar.

Kemudian, semua bahan itu diaduk hingga menjadi satu. "Abis ini disaring campuran santan sama gula merah, aduk lagi campur sama tepung ketan," kata Kasiran, pegawai di bagian dapur dodol khas buatan Ummi Maryam.

Lalu, adonan diaduk kembali hingga kurang lebih 8 jam dengan api yang kecil. 

Mengaduk dodol Betawi Ummi Maryam (foto : Dudut Suhendra Putra)
Mengaduk dodol Betawi Ummi Maryam (foto : Dudut Suhendra Putra)

Ada teknik tersendiri dalam mengaduk adonan, yaitu harus rata dan usahakan kayu pengaduk atau Gelo menyentuh dasar. 

"Hal ini dilakukan agar adonan tidak gosong dan berkerak," ungkap Kasiran.

Bahan bakar untuk memasak dodol adalah kayu bakar yang harus dijaga agar tidak terlalu panas dan mengeluarkan asap.

Api yang terlalu besar akan membuat dodol gosong dan masak tidak rata. Asap dapat menyerap dalam dodol dan membuat rasanya tidak enak.

"Dodol yang sudah masak dituang kedalam besek atau tampah untuk didinginkan. Setelah dingin baru dibungkus dan siap dijual!," tutup Kasiran.

Dodol Betawi warna coklat bersanding dengan susu hangat (foto : Nur Terbit)
Dodol Betawi warna coklat bersanding dengan susu hangat (foto : Nur Terbit)
Nah, sudah siapkah Anda semua menyongsong lebaran Idul Fitri 1443 H dengan dodol khas Betawi?. Alhamdulillah sih, saya sudah hehehe...(*)

Salam: NUR TERBIT
(Wartawan Bangkotan)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun