Jadi, jangan anggap enteng itu UKW. Sebab di ujian tersebut, anggaplah sebagai latihan atau simulasi. Bagaimana menjadi wartawan, redaktur (editor), pemimpin redaksi (pemred) satu media yang sesungguhnya.
Melalui UKW, juga akan dilihat apakah Anda sudah kompetensi sebagai wartawan, redaktur, pemimpin redaksi atau hanya sekedar "kaleng-kaleng", "abal-abal", "muntaber" (muncul tanpa berita) atau "pasukan Bodrex"?
Bisa jadi Anda hanya sekedar "wartawan" (dalam tanda kutip) yang bermodal kartu pers, yang entah medianya apa, dan apa sudah pernah ikut UKW. Jangan-jangan kartunya juga palsu, atau asli tapi beli.
Sama dengan kasus soal gelar "Profesor" satu kampus yang belum lama ini heboh dan viral di media sosial. Tapi ternyata dilaporkan ke polisi karena diduga palsu.
Atau Anda termasuk sarjana, magister, doktor lulusan STIA alias Sekolah Tiada Ijazah Ada. Tidak pernah masuk kampus, tidak ikut wisuda, tau-tau beli ijazah. Eh belakangan ketahuan ijazahnya tidak tercatat di Kemendikbud. Itu pun ketahuan setelah mau dan sudah jadi anggota legislatif, pejabat birokrasi atau jabatan lain hahaha...
Sekali lagi, jangan sepelekan status dan profesi wartawan. Proses pencapaiannya cukup panjangndan berliku. Tidak sesingkat perjalanan, misalnya, untuk menjadi seorang netizen jurnalist, Youtuber, Selebgram, Tiktoker, atau content kreator, pemburu konten dan sebangsanya. Salam #nurterbit
#Keteranganfoto status: contoh Sertifikat Kompetensi Wartawan level Utama yang dikeluarkan Dewan Pers - PWI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H