Surat Peringatan dan Mutasi
Teman saya di kantor redaksi di Jakarta, Abdul Ghofur, pernah mengingatkan. "Bang Nur, ceritera lanjutan kan pernah dapat surat peringatan, coba deh kita tunggu ceritanya," katanya bercanda.
Saya kemudian menjawab, mencoba meluruskan. Bahwa selama saya di Terbit, lebih banyak menerima surat mutasi penugasan/pemindahan pos liputan dari pada surat peringatan (SP). Baik mutasi di lapangan maupun mutasi redaktur bidang di kantor.
"Saking banyaknya SK mutasi penugasan, terkadang surat penugasan tersebut belum saya antar ke bagian humas, sudah dikasih lagi surat mutasi penugasan ke pos liputan lain," kata saya sambil tertawa.
Repotnya, surat mutasi itu kebanyakan saya terima pada saat menjelang lebaran. Kebayang dong serba salahnya. Jadi di tempat pos liputan lama sudah dihapus jatah THR-nya karena dimutasi, sementara di tempat baru (pos baru) belum masuk daftar nama wartawan di pos baru tersebut. Akhirnya gigit jari, gak dapat THR hahahaha....
Beda lagi ceritanya kalau bicara soal izin cuti. Waktu itu ceritanya mau isi  mudik ke Makassar naik kapal laut. Dapat izin cuti 7 hari dari kantor, tapi baru bisa masuk kerja setelah 14 hari. Pasalnya perjalanan ditempuh 2 hari 3 malam, jadi PP hampir 5 hari. Praktis cuma 1 hari di kampung karena waktu tersita lebih banyak di perjalanan.Â
Waktu itu belum banyak kapal laut, jadi harus menunggu jadual kapal hingga seminggu yang berlayar ke Irian (Papua). Setelah itu baru balik lagi ke Jakarta. Nah saat transit di Makassar itulah barulah bisa ikut balik berlayar ke Jakarta hahaha...
Soal aturan tata terbit dan disiplin sebagai karyawan, juga ada ceritanya. Kerja di bawah tekanan memang bikin kesal, apalagi sudah menyangkut rasa keadilan dalam soal hak dan kewajiban sesama karyawan.Â
Saya merasa pernah diberlakukan  tidak adil. Misalnya soal izin cuti atau pengajuan pinjaman buang di kantor. Ketika teman L, saya, A, Z, D "dikaryakan" di  salah satu tabloid (masih media grup satu manajemen), saya sempat ribut dengan PU/PP dan Pemred di rapat redaksi.Â
Pasalnya, saat teman L izin cuti karena (lupa waktu itu, cuti hamil apa melahirkan), dibolehkan sama PP dan Pemred. Begitu juga R (bagian layout/foto cover) dan Z mengajukan pinjaman uang dan potong gaji, eh mereka semua dikabulkan.Â
Giliran saya mau minta cuti, mau minjam uang, gak boleh. Saya ngamuk di rapat. Bos kami Pak H dan Pak Z marah, lalu mengembalikan saya lagi ke media pertama dan diusulkan untuk dipecat. Untung waktu itu Pak D (Pemred Terbit) menerima saya kembali hahahaha.....