Berikut ini bincang-bincang saya dengan Daeng Saleh di salah satu rumah di Kota Makassar, Sulsel suatu hari saat berlangsung perkawinan adat Bugis-Makassar.
Di tempat inilah “Si Daeng” sedang menjalankan profesinya sebagai "Paganrang" -- pemusik tradisional -- memainkan alat musik dari kediaman langganannya.
Penulis (P) : Assalamu alaikum. Siapa namata Pak?
Daeng (D) : Waalaikumussalam, Saya Daeng Saleh.
P : Apa nama jenis pukulan ganrang (gendang)-nya Daeng?
D : Ada dua. Yang pertama pukulan “Ganrang Bale Sumanga”. Yang kedua adalah pukulan gendang jenis “Ganrang Pamancak”.
P : Maksudnya apa, tolong dijelaskan..
D : Ganrang “Bale Sumanga” itu dipakai sebagai pelengkap “adat istiadat”. Sedang“Ganrang Pamancak” yang pukulannya sangat dinamis dengan tempo cepat ini, pada zaman dulu memang sering dipakai mengiringi acara atraksi pencak silat. Kita yang main sebagai “Paganrang” benar-benar ikut main pencak silat.
P : Apa bedanya gendang besar dengan gendang kecil itu? Lalu acara apa saja baru digunakan?
D : Gendang kecil dipakai untuk “Ganrang Pamancak” sedang gendang besar untuk pukulan “Bale Sumanga”. Selain itu gendang besar juga dipakai pada acara “Aggorontigi” (malam pacar bagi calon penganten, saat melepas masa lajang dan keluarga dekat datang memberi restu. Biasanya digelar sehari sebelum calon penganten duduk di pelamin).
PAGANRANG TRADISIONAL
Daeng Saleh, tercatat sebagai warga Kampung Bugis, Batang Ase, Kelurahan Bontoa, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. “Sudah masuk areal komplek militer Kostrad,” kata Daeng Saleh.
Namun rumah panggung khas etnis Makassar yang ditempati Daeng Saleh bersama anggota keluarganya, berada di sebelah utara Bandara (lama) Sultan Hasanuddin, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Dia sudah berpuluh tahun menjalani profesi sebagai PAGANRANG KELILING, yaitu pemain musik keliling dari rumah ke rumah, dari panggung ke panggung untuk mengisi acara hajatan, khitanan atau upacara adat.
Ketika saya bertemu Daeng Saleh bersama 4 anggota tim kelompok musik etnisnya ini, ia sedang “bertugas” mengawal pesta perkawinan ponakan saya di Kampung Laikang, Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar. Tidak jauh dari pagar tembok bandara baru Sultan Hasanuddin.
Bermain musik keliling dari rumah ke rumah, dari panggung ke panggung
Pengertian “mengawal pesta perkawinan” ini, tentu saja karena Daeng Saleh melakukan tugasnya sebagai “paganrang” mulai pra-pesta perkawinan hingga hari H atau di puncak acara.
MIRIP BANG THOYIB
Biasanya 2 – 3 hari ia terpaksa tidak pulang ke rumahnya. Ya, mirip Bang Thoyiblah hehehe….Uniknya, seolah sebuah prosesi mistik, setiap kali Daeng memulai melakukan kegiatan “agganrang“, tidak lupa dilakukan semacam upacara khusus.
Ya, semacam ritual lengkap dengan“sesajen” dari berbagai asesoris yang sengaja disiapkan tuan rumah, atau pihak yang punya hajat.
“Biar lancar dan pesta perkawinan berjalan dengan aman dan membawa berkah bagi semua, termasuk kami ini yang datang membawa suara gaduh, hehehe…”.
Untuk urusan hiburan musik etnis ini, Daeng Saleh menerima bayaran sekitar Rp 1 juta selama 3 hari.
Jumlah tersebut kemudian dibagi berlima, tentu dengan porsi bayaran yang berbeda antara pemai pendukung dengan Daeng yang pimpinan hehehe…
Ketika ditanya kapan tepatnya ia mulai menggeluti secara serius musik etnis ini, Daeng Saleh hanya tertawa lebar. Seakan ingin mengatakan bahwa separuh hidupnya, telah ia abdikan dirinya sebagai “Paganrang“, sekaligus pemilik dan pengelola di bidang usaha hiburan musik tradisional ini.
“Kalau saya ditanya sejak kapan, wah rasanya sudah puluhan tahun. Bahkan saya mulai “agganrang” sejak usia masih anak muda sampai sekarang, hahaha….”.
Alhamdulillah, kata Daeng Saleh, sekarang sudah banyak cucu, rambut juga sudah memutih karena dimakan usia.
Paganrang dalam pengertian bahasa Makassar adalah sebuah kelompok musik tradisional khas suku Makassar.
Personilnya terdiri dari 5 orang pemain musik akuistik yakni : Papui-pui (peniup alat tiup) dimainkan oleh pemimpin kelompok musik, Pagong (pemukul gong),Pacalung-calung (pemukul gending) dan Paganrang (pemukul gendang).
NurTerbit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H