Daeng Saleh, tercatat sebagai warga Kampung Bugis, Batang Ase, Kelurahan Bontoa, Kecamatan Mandai, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan. “Sudah masuk areal komplek militer Kostrad,” kata Daeng Saleh.
Namun rumah panggung khas etnis Makassar yang ditempati Daeng Saleh bersama anggota keluarganya, berada di sebelah utara Bandara (lama) Sultan Hasanuddin, Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan.
Dia sudah berpuluh tahun menjalani profesi sebagai PAGANRANG KELILING, yaitu pemain musik keliling dari rumah ke rumah, dari panggung ke panggung untuk mengisi acara hajatan, khitanan atau upacara adat.
Ketika saya bertemu Daeng Saleh bersama 4 anggota tim kelompok musik etnisnya ini, ia sedang “bertugas” mengawal pesta perkawinan ponakan saya di Kampung Laikang, Kelurahan Sudiang, Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar. Tidak jauh dari pagar tembok bandara baru Sultan Hasanuddin.
Bermain musik keliling dari rumah ke rumah, dari panggung ke panggung
Pengertian “mengawal pesta perkawinan” ini, tentu saja karena Daeng Saleh melakukan tugasnya sebagai “paganrang” mulai pra-pesta perkawinan hingga hari H atau di puncak acara.
MIRIP BANG THOYIB
Biasanya 2 – 3 hari ia terpaksa tidak pulang ke rumahnya. Ya, mirip Bang Thoyiblah hehehe….Uniknya, seolah sebuah prosesi mistik, setiap kali Daeng memulai melakukan kegiatan “agganrang“, tidak lupa dilakukan semacam upacara khusus.
Ya, semacam ritual lengkap dengan“sesajen” dari berbagai asesoris yang sengaja disiapkan tuan rumah, atau pihak yang punya hajat.
“Biar lancar dan pesta perkawinan berjalan dengan aman dan membawa berkah bagi semua, termasuk kami ini yang datang membawa suara gaduh, hehehe…”.
Untuk urusan hiburan musik etnis ini, Daeng Saleh menerima bayaran sekitar Rp 1 juta selama 3 hari.