Mohon tunggu...
d_b
d_b Mohon Tunggu... -

bapak-bapak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mengarang Cerpen Itu Gampang?

17 Januari 2019   09:44 Diperbarui: 18 Januari 2019   18:53 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Benar apa yang dikatakan telunjuk, cerpenmu bisa bercerita apa saja. Tapi sungguhpun begitu, tetap kau menulis cerpen bukanlah untuk dirimu sendiri, tetapi untuk mereka yang di luar sana. Kau harus membuat mereka terkesan dengan bahasamu, dengan gaya yang kau bentuk saat merangkai kata demi kata. Tapi sekaligus kau harus mampu mengangkat pesan yang menggelisahkan dirimu. Mungkin tidak seluruh pesan akan terungkap, itu akan sangat tergantung dari kemampuan pembaca untuk mengapresiasi, tapi paling tidak cerpenmu seharusnya mempunyai lapisan terluar yang memberi satu pesan terbuka."

"Bagaimana kalau aku hanya ingin bersenda gurau?"

"Bahkan sebuah senda gurau." Jawabnya matang.

"Tapi bukankah menyedihkan kalau pesan humor yang kau selipkan hanya menjadi lelucon basi dan tertangkap sebagai rasa menyebalkan? Merunut paragraf demi paragraf, pesan demi pesan, dan meletakkan yang kuat pada posisinya yang benar akan membuat cerpenmu menjadi cerpen yang berharga bagi pembaca. Sebaliknya, kekacauan yang kau buat akan membuat pesanmu tercecer dan tumpang tindih satu dengan yang lainnya. Dan cerpenmu hanya menjadi satu tulisan di antara jutaan sampah dunia."

"Jadi?"

"Membuat cerpen itu tidak gampang teman." Si jari manis berkata, lalu mengakhirinya dengan anggukan sopan saat membungkuk menutup dirinya.

Tinggal aku tertegun semakin bingung. Dua jari bersetuju, mengarang itu gampang, dan dua jari menolaknya. Rasanya aku harus mencari jawaban aku pada jari yang tersisa. Yang ganjil sering menawarkan kebenaran bukan?

Tapi jari tengah itu tak bicara apa-apa. Kutunggu lama, ia tetap diam tak bersuara. Mengacung tegak di antara empat jari yang tertutup, memberi pesan yang tegas tanpa kata-kata. Alamak…!

Sentaby,
Bogor, Agustus 2008

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun