Mohon tunggu...
d_b
d_b Mohon Tunggu... -

bapak-bapak

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

"Open Mic" dan Pemikiran yang Tersisa

16 Desember 2018   18:04 Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:27 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak selamanya orang yang datang mengunjungi suatu cafe, memang datang untuk melihat open mic. Bahkan sangat umum terjadi mereka justru tidak mengetahui di tempat itu sedang atau akan diselenggarakan open mic. 

Jika penampilan komika-komika yang hadir cukup sesuai dengan selera mereka, bisa jadi suguhan open mic itu menjadi nilai plus bagi mereka. Tapi yang sebaliknya tentu saja bisa pula terjadi. Situasi "rame sendiri" dari para komika yang hadir sebagai penonton bisa jadi juga akan menjadi faktor yang mengganggu kenyamanan mereka.

Dalam konteks ini, kuncinya tentu saja peran pengurus komunitas dalam mengantisipasi kepentingan para pengunjung seperti itu. Rules standar perilaku dan standar sikap yang diterapkan bagi para komika -baik yang tampil maupun yang hadir sebagai penonton- perlu disosialisasikan dalam komunitas. 

Kemudian, dalam bayangan saya penugasan satu atau dua orang pengurus Komunitas untuk menjadi "customer service" bisa menjadi strategi yang diterapkan Komunitas. "Customer Service Komunitas" ini akan berfungsi untuk melakukan pendekatan personal pada pengunjung yang hadir (kalau perlu dari meja ke meja), misalnya dengan standar S.O.P membagikan kartu nama contact person atau brosur dari komunitas. 

Tentu saja, pelatihan atau penyiapan perwakilan "Customer Service Komunitas" ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Perlu ditekankan kemampuan verbal dan gestur yang memenuhi kualitas untuk approach, berchit-chat dengan pengunjung, mengambil kesempatan untuk menawarkan jasa penampil standup comedian, atau sekadar menjelaskan dengan sopan apa sesungguhnya yang sedang terjadi dalam pagelaran open mic ini untuk menjembatani potensi terganggunya kenyamanan para pengunjung yang tidak hadir di cafe itu untuk menonton open mic.

Jika Komunitas memiliki divisi bisnis yang mengembangkan diversifikasi lain semisal pelatihan komedi bagi perusahaan, sesi training komedi terapi bagi perusahaan, atau bahkan yang paling standar kebutuhan mempromosikan kesempatan-kesempatan gelaran gala, penjualan tiket standup show dan sejenisnya, bisa dilakukan dengan memanfaatkan kesempatan ini.

Dengan demikian komunitas akan bisa memunculkan nilai penting open mic bagi pengunjung cafe yang tidak sengaja hadir untuk menikmati suguhan jokes-jokes dari para komika. Pengunjung cafe yang tidak berniat menikmati jokes atau penampilan para komika, bisa memperoleh benefit lain dari suguhan open mic yang diselenggarakan.

Penutup

Sebagai sebuah konklusi, maka jelas bahwa jika kita berbicara tentang nilai penting dari open mic, dua sudut pandang yang dihadirkan Ridwan Remin dan Harry Ramdhani dalam tulisannya belumlah cukup. 

Open mic akan memiliki nilai pentingnya sendiri baik bagi komika, maupun bagi pengunjung. Dan yang melingkupi keduanya justru adalah nilai penting open mic bagi Komunitas. Baik dalam konteksnya sebagai sarana pembinaan, maupun sebagai sarana penterasi market.

Karenanya, pemikiran-pemikiran strategis di dalam Komunitas untuk memformulasikan open mic yang dapat memaksimalkan nilai-nilai penting itu rasanya sangat perlu untuk dikembangkan. Rules-rules perlu dibentuk, konsep dan pemetaan strategis perlu didiskusikan dengan lebih serius di dalam komunitasnya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun