Mohon tunggu...
d_b
d_b Mohon Tunggu... -

bapak-bapak

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

"Open Mic" dan Pemikiran yang Tersisa

16 Desember 2018   18:04 Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:27 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sangat mapan dan ajeg baik dalam teori, bentuk format dan formulasi-formulasi apapun yang menjadi penggerak di dalamnya, sehingga tidak diperlukan pergulatan pemikiran apapun dari para penggiat di dalamnya. Atau kemungkinan yang kedua, bisa jadi para penggiatnya sendiri sesungguhnya memang tidak cukup kritis terhadap dunianya sendiri.

Tapi jika kita mengamati sekilas saja dunia standup comedy Indonesia, maka tentu kita tahu dua kemungkinan itu sama sekali tidak benar. Dunia standup comedy Indonesia tidaklah "baik-baik" saja. 

Selain belum cukup mapan secara struktur bangunan sebagai sebuah bidang seni, dalam aspeknya sebagai sebuah industri, pergulatan di dalamnya juga masih sangat muda dan membuka begitu banyak peluang untuk munculnya wacana-wacana konstruktif yang membangun bidang seni lebih baik.

Dari segi pertanyaan mendasar seperti, apakah yang kita lihat sekarang ini sudah benar-benar sebuah suguhan "standup comedy" misalnya, atau apakah yang kita pirsa dan dipertunjukkan komika-komika Indonesia sekarang ini tidak lebih hanya memindahkan sesi-sesi Asmuni bermonolog sendirian di awal pertunjukan Srimulatnya dulu? Hanya lebih mirip sesi-sesi awal pertunjukan lenong di mana satu Bokir berbicara sendirian dengan penonton sebelum memasuki babak cerita dalam pertunjukan lenong untuk mencairkan suasana? 

Apakah memang ini sesungguhnya bidang seni humor standup comedy? Ataukah formulasi standup comedy yang berakar dari seni humor dalam kultur yang asing ketika dicoba dihadirkan di Indonesia memang perlu penyesuaian-penyesuaian dengan kultur dan situasi lokal sehingga kita bisa memberi formulasi baru dari definisi "Standup Comedy ala Indonesia?"

Pertanyaan seperti ini rasanya masih sangat penting dan relevan untuk terus dipertanyakan dan diuji. Diformulasikan dengan pergelutan pemikiran, diperkaya dengan perdebatan yang mengisi argumentasinya dalam pola yang lebih akademis, karena dari pergulatan seperti itu maka secara konstruktif kita akan bisa meletakkan dasar bagi bidang seni secara lebih mapan, baik dalam telaah teknis bidang seninya, ataupun sampai pada persoalan pembentukan segmen market dan posisinya dalam dunia industri hiburan.

Hal lain, dari segi komunitas misalnya. Format komunitas sebagai motor penggerak dalam bidang seni ini jelas bukan merupakan format yang ada di negara-negara asal bidang komedi yang satu ini. 

Cari saja misalnya tips bagaimana menjadi seorang standup comedian dari literatur bahasa asing. Tidak akan ada di dalam tips-tips semacam itu saran untuk bergabung dalam komunitas standup comedy jika orang ingin menjadi seorang standup comedian di Inggris atau di Amerika.

Di Indonesia, jelas kondisinya berbeda. Komunitas Standup Indo yang tersebar dalam berbagai region di seluruh Indonesia, bukan hanya menjadi wadah kumpul-kumpul orang yang memiliki preferensi bidang yang sama, namun juga memiliki fungsi yang lebih jauh karena di Indonesia memang Komunitaslah yang akan menjadi motor penggerak, dan mesin pendukung bagi perjalanan karir seorang standup comedian.

Karenanya pertanyaan-pertanyaan dan pemikiran-pemikiran yang mengupas bagaimana sebenarnya komunitas ini harus bergerak, bagaimana formulasi terbaik bagi komunitas ini untuk dapat mendrive para komika baik dalam struktur pengembangan karirnya maupun bagaimana persoalan rules, pakem, aturan atau norma-norma yang melingkupi bidang seni ini, instrumen apa yang perlu dikembangkan dalam komunitas untuk memfasilitas norma dan pakem-pakem yang diarahkan. 

Ataupun pertanyaan yang paling mendasar seperti bagaimana formulasi bagi para penjaga gawang di Komunitas untuk dapat menjaga iklim Komunitas bisa bertahan menghadapi imbas-imbas dari persaingan dunia industri yang memang menjadi arah pengembangan karir seorang komika, adalah pertanyaan yang masih sangat terbuka untuk digeluti dan dihidupkan demi pembangunan bidang seni ini lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun