Selanjutnya kutelusuri asal usul tulisan ini, yang ternyata adalah sebuah puisi lama. Tanya wikipedia saja, sumber di sana cukup memberi penjelasan yang rinci dan mudah dibaca kembali. Versi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris atau Bahasa Jepang, sama-sama menarik namun tentu kontennya sedikit berbeda.Â
Pada kesempatan lain, kuceritakan tentang seorang teman Turki yang ketakutan ketika bapak kosnya meninggal sebelum bulan Agustus. Ada sebuah legenda yang masih terpelihara di masyarakat Jepang.Â
Mereka percaya bahwa setiap tanggal 15 Agustus, roh orang yang telah mati akan datang kembali untuk mengunjungi sanak saudaranya yang masih hidup. Roh-roh itu akan mengunjungi rumah kerabat mereka, "hadir" semalam suntuk, untuk kemudian kembali ke alamnya saat pagi menjelang. Temanku ini takut jangan-jangan arwah bapak kosnya ini akan salah masuk. Alih-alih ke rumah utama, malah "nyasar" ke apartemen yang dia tempati. Ah... ada-ada saja.
Hiro kemudian menyampaikan kisah tambahan seputar kembalinya para arwah para leluhur yang disebut dengan Festival Obon, yang diyakini jatuh pada tanggal 15 Agustus setiap tahunnya.
"Tahu-tidak, bahwa pada malam itu, rumah-rumah keluarga Jepang memasang api unggun atau lampion di depan pintu, untuk memandu para arwah yang berkenan datang mengunjungi mereka." Aku hanya mengangguk-angguk. Sebetulnya hanya karena tak sabar ingin mendengar kelanjutannya.
"Mereka juga menyiapkan ketimun dan terung yang diberi kaki dan kepala sebagai perlambang kendaraan yang akan dinaiki oleh para arwah itu." Kembali kepalaku mengangguk-angguk.
"Di pagi hari, akan disediakan terung yang melambangkan sapi yang gemuk dan relatif lamban, sebagai perlambang bahwa arwah leluhur itu enggan meninggalkan dunia, dan berlambat-lambat dalam perjalanan kembali ke akhirat." Oh... begitukah?
Note: ketimun Jepang atau kyuuri berwarna hijau tua dengan bentuk langsing dan lebih panjang dibandingkan dengan ketimun di Indonesia pada umumnya. Sedangkan terung ungu di Jepang justru relatif lebih bundar dibanding terung di Indonesia yang rata-rata panjang dan langsing.
Dalam kamus kita sebagai muslim, kita tentu tidak mengenal konsep semacam ini. Bagaimana pun, seseorang yang sudah meninggal akan hidup terpisah di alam yang berbeda, tanpa punya kesempatan untuk mengunjungi sanak kerabatnya yang masih hidup di dunia, apalagi dengan jadwal tertentu setiap tahunnya.Â