Amora Bunga Atmaja seorang gadis cantik, yang biasa dipanggil dengan sebutan Mora. Gadis yang memiliki seribu topeng diwajahnya, hidupnya begitu kacau saat kedua orangtuanya memilih untuk berpisah ketika usia Mora menginjak 10 tahun.
Pagi hari yang sejuk Mora melepaskan selimut yang menutupi wajah cantiknya itu, ia menghirup nafasnya sedalam seraya memejamkan kedua mata erat untuk menikmati udara sejuk di pagi hari ini.
Tok, tok terdengar suara ketukan pintu dibalik pintu kamar Mora.Â
"Baru bangun, hm?" Tanya seorang wanita yang merupakan Ibu tiri Mora.
Mora hanya membalas dengan anggukan kecil, Ibu tiri Mora pun menutup pintunya kembali. Mora menatap langit-langit dikamarnya dengan tatapan sendu.
"Bun, aku kangen." Ucap Mora dengan suara serak khas bangun tidur.
Tak perlu waktu berlama-lama, Mora langsung bergegas mandi untuk bersiap-siap ke sekolah. Kini Mora duduk dibangku kelas 10 Di SMA Lentera Bangsa ia merupakan sosok gadis yang ceria di sekolah, tidak ada satupun temannya yang mengetahui latar belakang keluarga Mora.Â
Setelah siap untuk berangkat ke sekolah, Mora menatap dirinya dicermin besar yang berada dikamarnya. Ia memakai sedikit bedak tabur diwajahnya, lalu mengoleskan sedikit liptint dibibir mungilnya.
"Not bad" Ucapnya tersenyum tipis. Lalu ia segera menuruni tangga.
"Selamat pagi Mora" Ucap keluarga Mora serentak.
"Pagi" Ucap Mora singkat.
"Ayo sini sarapan dulu" Ajak Ayah Mora.
Sesampainya dimeja makan, Mora langsung menduduki bangku yang biasanya bundanya duduki, lalu segera makan dengan wajah yang tak selera.
"Yah, Mora pulang sekolah ingin ke tempat Bunda boleh?" Tanya Mora pelan.
"Untuk apa kamu kesana?" Tanya Ayah Mora tegas.
"Mora kangen Bunda Yah, udah lama Mora gak liat wajah Bunda. Pasti Bunda tambah Cantik kan yah?" Ucap Mora seraya menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya.
Sedangkan, Ibu tiri Mora hanya bisa tersenyum tipis melihat Mora yang sedang merindukan sosok Bundanya.
"Lebih baik kamu fokus dengan ujian kamu hari ini, Ayah gak mau nilai kamu turun lagi" Ucap Ayah Mora.
Lagi dan lagi Ayahnya terus saja mengalihkan topik pembicaraan, agar Mora tidak membahas tentang Bundanya itu.
Mora tidak membalas ucapan Ayahnya, ia segera mengambil tas ransel lalu berangkat tanpa pamit.Â
"Bi, Mora berangkat ke sekolah dulu ya, doain biar Mora dapet nilai seratus" Ucap Mora tersenyum seraya menampilkan gigi.
"Pastinya dong, non Mora kan pinter. Hati-hati di jalan ya non" Ucap Bibi seraya mengecup kening Mora.
"Iya Bi, Assalamualaikum." Ucap Mora lalu meninggalkan rumah.
"Waalaikumsalam." Ucap Bibi.
Sesampainya di sekolah, mata Mora tertuju kepada kedua gadis yang tengah duduk di depan koridor kelas. Mereka adalah Zanna dan Zeline gadis kembar berkulit putih dengan rambut yang agak sedikit ikal, Zanna dan Zeline merupakan teman dekat Mora.
Sudah lama mereka berteman, namun diantara mereka berdua tidak ada satupun yang tau tentang luka yang selama ini Mora pendam.
"Eh itu Mora" Ucap Zanna seraya menunjuk ke arah Mora.
"Iya, samperin yuk Na" Ajak Zeline bersemangat seraya menarik tangan Zanna untuk berjalan.
Zanna dan Zeline pun menghampiri Mora,
"DORRR" Kejut Zanna dan Zeline kepada Mora seraya terkekeh geli.
Tetapi Mora sama sekali tidak memperdulikan kedua temannya itu, Zanna dan Zeline pun saling padang seolah-olah sedang bertanya-tanya mengapa Mora masih terdiam.
"Mora kenapa ngelamun?" Tanya Zanna kepada Mora dengan nada pelan.
"Iya nih, Mora yang ceria kemana? Biasanya kalo udah sampai sekolah langsung bikin konser dadakan di kelas" Ucap Zeline.
"Mora gapapa" Jawab Mora tersenyum tipis lalu segera pergi menuju kelasnya.
"Gak biasanya Mora kayak gini Na" Ucap Zeline heran.
"Iya pasti ada apa-apa sama Mora Lin" Jawab Zanna dengan penuh keyakinan.
"Gimana kalo nanti pulang dari sekolah, kita cari tau ada apa sama Mora" Seru Zeline.
"Boleh juga tuh" Ucap Zanna menggangguk-anggukan kepalanya.
Kring-kring bel pulang sekolah berbunyi sangat nyaring, siswa-siswi SMA Lentera Bangsa serentak keluar dari kelasnya masing-masing. Mora bergegas mempercepat jalannya, untuk keluar dari kelasnya itu.Â
"Na, ayo cepet Mora udah keluar kelas tuh" Ucap Zeline tergesa-gesa.
"Iya sabar dong Lin" Jawab Zanna seraya terburu-buru memasukkan alat tulis ke dalam tas ransel nya
Dibalik pohon yang sangat besar, terdapat Mora yang sedang mengotak-atikan ponselnya seraya melirik ke arah jalan raya.
"Duh taksi mana sih" Ucap Mora gelisah.
Tak lama kemudian terlihat taksi yang sedang melaju menuju ke arahnya, Mora pun memasuki ponsel ke dalam saku seragamnya. Lalu masuk ke dalam taksi tersebut.
"Mora bakal cari dimana keberadaan Bunda" Guman Mora dalam hati.
Diperjalanan menuju Jakarta, Mora melihat kaca jendela mobil. Ia membayangkan betapa senangnya hari ini bertemu Bunda tercinta.
"Tapi kalo Mora nekat nemuin Bunda, Ayah bakal kecewa gak ya sama Mora?" Batin Mora bertanya.
Tak lama kemudian, mobil sudah memasuki kota Jakarta tempat Bunda Mora tinggal.
"Pak, berhenti di komplek Taruna ya pak" Ucap Mora.
"Iya siap" Ucap Pak sopir tersebut.
Sambil menunggu sampai dilokasi, Mora mengecek ponselnya dan memberi kabar kepada Ayahnya bahwa setelah pulang sekolah ia akan kerja kelompok dirumah temannya.
"Maaf Ayah kali ini Mora terpaksa bohong sama Ayah, Mora udah kangen banget sama pelukan Bunda tapi Ayah gak pernah kasih izin Mora buat ketemu Bunda" Batin Mora.
"Sudah sampai Neng" Ucap sang sopir.
"Eh iya pak, ini uangnya terimakasih" Ucap Mora seraya memberikan selembar uang berwarna merah kepada sopir taksi.
Mora keluar dari mobil tersebut, dan melihat sekeliling jalan banyak sekali gedung-gedung tinggi di kota Jakarta, Mora melangkahkan satu persatu kedua kakinya seraya melihat secarik kertas yang ia pegang sendari tadi.Â
Disitu tertulis alamat rumah Bunda Mora, Mora terus saja berjalan hingga menemukan seorang bapak-bapak yang tengah duduk di depan komplek tersebut.
"Permisi, maaf Pak mengganggu. Saya mau tanya bapak tahu alamat ini?" Tanya Mora dan memperlihatkan kertas alamat tersebut.
"Oh ini, kamu dari sini tinggal lurus terus belok kanan rumahnya ber cat putih" Jawab Bapak tersebut.
"Lurus terus belok kanan. Oh oke Pak, kalo gitu saya permisi dulu terimakasih" Ucap Mora dengan nada sopan.
Dengan rasa penuh keyakinan Mora menggenggam erat kertas tersebut lalu berlari sekuat tenaga untuk menuju rumah Bundanya,
"BUN, MORA DATANG" Teriak Mora dengan hati yang sangat gembira.
Setelah sampai dirumah sang Bunda, terlihat jelas rumah itu seperti tidak ada penghuninya. Debu yang menempel dijendela, daun-daun kering yang berjatuhan dan banyak sampah berserakan didepan halaman rumah itu.Â
Tak perlu berpikir panjang, Mora segera memencet bel rumah tersebut sambil beriak memanggil bundanya itu.
"BUNDA" Ucapnya sekali.
"BUNDA INI MORA" Ucap Mora namun tak ada satupun yang menyaut dari dalam rumah tersebut.Â
Mora memundurkan tubuhnya, dan berbalik arah. Terdapat dua orang ibu-ibu yang sedang berbincang-bincang seperti membicarakan dirinya. Tak lama kemudian ibu-ibu tersebut menghampiri Mora,
"Neng, kamu cari siapa?" Tanya Ibu itu.
"Bunda saya, cuma dari tadi gak ada yang keluar" Ucap Mora dengan rasa penuh kekecewaan.
"Bu Dara maksud kamu?" Tanya Ibu itu lagi.
"I-iya Bu, itu Bunda saya Ibu kenal? Kalo boleh tau Bunda saya lagi kemana ya Bu?" Ucap Mora memborong pertanyaan kepada ibu-ibu tersebut.
"Sebelumnya maaf Neng, Bu Dara sudah meninggal dunia satu tahun yang lalu akibat sakit kangker yang di deritanya dan rumah ini sudah tidak ada penghuninya lagi semenjak kepergian Ibu Dara" Jelas Ibu tersebut.
DEGGG, jantung Mora terdetak sangat kencang dengan tatapan kosong dan kedua kaki Mora yang melemah hingga akhirnya Mora terjatuh.
"Bu. Ibu gak bercanda kan? Bunda gak bakal ninggalin Mora, Bunda dulu pernah janji sama Mora bakal temuin Mora tapi kenapa Bunda pergi secepat ini?" Ucap Mora dengan pipi yang sudah bergelinang mata.
Ibu-ibu tersebut hanya bisa mengelus punggung Mora pelan, sembari berkata.
"Ibu tahu kamu pasti anak yang kuat, jangan sia-siakan air matamu. Bundamu pasti ikut sedih melihat kamu menangis" Ucap ibu-ibu tersebut.
Di lain tempat, terdapat Zanna dan Zeline yang membuntuti Mora hingga ke Jakarta, ia tidak akan membiarkan Mora untuk pergi sendirian. Setelah mendengar semuanya, Zanna dan Zeline tidak menyangka Mora yang awalnya ceria ternyata menyimpan luka dalam batinnya.
Tak ingin berlama-lama Zanna dan Zeline berlari menghampiri Mora lalu memeluk Mora dengan erat, lalu berkata.
"Zanna salut sama Mora, Mora pantang menyerah buat cari Ibu kandung Mora. Mora pandai menutupi semua rasa sedih Mora selama ini, mungkin kalo Zanna di posisi Mora sekarang Zanna bakal nyerah" Ucap Zanna lantang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H