Mohon tunggu...
Custos Logos
Custos Logos Mohon Tunggu... Lainnya - Firmantaqur

Menolak tua, penikmat kopi, dan penumpang setia kereta api ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hegemoni Media Sosial: Nasib Pers di Persimpangan Jalan!

5 Januari 2025   15:08 Diperbarui: 5 Januari 2025   15:08 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dreamstime.com

SELAIN media massa yang selama ini menjadi saluran utama penyebaran informasi, kehadiran media sosial telah menawarkan alternatif baru yang (lebih) menarik bagi publik. Media sosial menghadirkan keunggulan dalam kecepatan penyebaran informasi, interaktivitas, dan aksesibilitas yang rasanya sulit ditandingi media konvensional. Karakter inilah yang sedianya membuat media sosial semakin diminati masyarakat sebagai sumber informasi utama di era digital.

Sebagai platform daring (online), media sosial memungkinkan pengguna untuk memproduksi, berbagi, dan berinteraksi dengan berbagai jenis konten, seperti teks, gambar, dan video. Media sosial dirancang untuk mendukung komunikasi, kolaborasi, dan penyebaran informasi secara cepat dan efisien melalui jaringan internet. Dalam prosesnya, media sosial mengubah pola komunikasi dari yang bersifat satu arah, seperti pada media massa konvensional, menjadi komunikasi dua arah yang lebih interaktif.

Menurut McQuail (2010), media sosial adalah sarana komunikasi berbasis jaringan internet yang menghubungkan individu dengan individu lain dalam komunitas virtual. Kehadirannya membawa perubahan besar dalam lanskap informasi global, termasuk potensi menggeser dominasi media massa konvensional. Peran media sosial dalam menyebarluaskan informasi secara real-time membuat masyarakat memiliki kendali lebih besar terhadap produksi dan konsumsi informasi.

Namun demikian, media massa konvensional masih memiliki peran strategis, terutama jika mampu menyesuaikan diri dengan perubahan teknologi dan kebutuhan masyarakat. Media massa dapat mempertahankan eksistensinya dengan memanfaatkan platform digital untuk memperluas jangkauan audiens, menyajikan konten yang kredibel, dan membangun kepercayaan publik. Alih-alih bersaing dengan media sosial, media massa dapat berkolaborasi dengan memanfaatkan karakteristik masing-masing platform untuk menciptakan ekosistem informasi yang lebih sehat dan tepercaya.

Media massa dan media sosial di jagat maya merupakan dua entitas yang berbeda, namun dapat bergandengan erat dan saling melengkapi

Realitas media sosial dan media massa

Media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Berdasarkan laporan DataReportal, hingga Januari 2024 terdapat 139 juta pengguna media sosial aktif di Indonesia, yang setara dengan 49,9 persen dari total populasi. Angka ini menunjukkan, hampir separuh masyarakat tanah air ini menjadikan media sosial sebagai platform utama dalam mencari informasi, berkomunikasi, dan berinteraksi.

Laporan dari The Global Statistics juga mengungkapkan bahwa pada 2024, Instagram menempati posisi sebagai platform media sosial paling populer di Indonesia dengan 173,59 juta pengguna, diikuti oleh Facebook dengan 166,42 juta pengguna, dan TikTok dengan 129,17 juta pengguna. Popularitas media sosial ini menunjukkan bahwa masyarakat lebih tertarik pada platform yang menawarkan kemudahan berbagi konten dan interaktivitas yang tinggi.

Di sisi lain, media massa konvensional juga masih memegang peranan penting meskipun menghadapi tantangan besar di era digital. Berdasarkan data dari Dewan Pers, hingga Januari 2023, jumlah perusahaan media massa yang terverifikasi terus mengalami peningkatan. Tercatat ada 1.711 perusahaan media yang telah terverifikasi, terdiri dari berbagai jenis media, seperti:

Media cetak (surat kabar dan majalah) dengan sekitar 2.000 unit yang masih aktif beroperasi, Radio dengan 674 stasiun yang tersebar di tingkat lokal dan nasional, Televisi dengan 523 stasiun yang mencakup siaran nasional maupun lokal, dan media daring (online) yang jumlahnya mencapai 43.300 portal berita.

Namun, meskipun jumlah media massa digital terus bertambah, hanya 902 media daring yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers hingga awal 2023. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak media massa digital yang belum memenuhi standar profesionalisme dan kode etik jurnalistik yang ditetapkan oleh Dewan Pers.

Fenomena ini menggambarkan realitas bahwa media sosial semakin mendominasi ruang informasi masyarakat. Namun, media massa konvensional tetap memiliki peluang untuk menjaga eksistensinya dengan meningkatkan kualitas jurnalisme, memanfaatkan platform digital, dan memperkuat kredibilitas sebagai sumber informasi yang tepercaya. Kolaborasi antara media massa dan media sosial dapat menjadi solusi dalam menciptakan ekosistem informasi yang sehat di era digital.

Hegemoni media sosial              

Media sosial telah menjadi saluran publik untuk konsumsi berita, hiburan, dan interaksi sosial. Dengan jumlah pengguna yang sangat besar serta pola penyebaran informasi yang cepat, media sosial telah mengubah lanskap komunikasi dan informasi publik. Fenomena ini memunculkan dominasi atau "hegemoni" media sosial yang memberikan dampak signifikan pada eksistensi media massa konvensional.

Hegemoni media sosial membawa perubahan besar dalam pola konsumsi informasi. Masyarakat kini lebih sering mengakses berita melalui media sosial dibandingkan media massa, yang mengakibatkan media konvensional kehilangan audiens. Penurunan jumlah audiens ini berdampak pada menurunnya pendapatan media massa, memaksa banyak perusahaan media mengurangi liputan mendalam yang membutuhkan biaya besar. Akibatnya, kualitas berita yang disajikan menurun.

Selain itu, media sosial memungkinkan diseminasi informasi yang sangat cepat namun cenderung dangkal. Informasi yang tersebar melalui media sosial sering kali belum melalui proses verifikasi yang ketat, sehingga meningkatkan risiko penyebaran berita yang tidak akurat atau menyesatkan.

Tantangan media massa

Media sosial memfasilitasi penyebaran informasi secara instan, yang menyebabkan konsumen beralih dari media massa konvensional ke platform seperti Twitter, Facebook, Instagram, dan TikTok untuk mendapatkan berita terkini. Konten yang viral di media sosial sering kali lebih menarik perhatian dibandingkan dengan berita dari media konvensional. Hal ini memaksa media massa untuk bersaing dengan algoritma platform digital yang lebih memprioritaskan konten "populer" daripada konten yang "berkualitas."

Di sisi lain, banyak perusahaan kini lebih memilih mengalokasikan anggaran iklan ke media sosial karena platform tersebut memungkinkan penargetan audiens yang lebih spesifik dan terukur. Akibatnya, media massa konvensional mengalami penurunan pendapatan dari iklan cetak maupun tayangan sehingga dapat mengancam keberlanjutan bisnis mereka.

Selain itu, penyebaran informasi yang tidak terverifikasi di media sosial menjadi tantangan serius bagi media massa dalam mempertahankan kredibilitasnya sebagai sumber informasi yang tepercaya. Maraknya penyebaran hoaks atau berita palsu di media sosial semakin mengaburkan batas antara berita yang valid dan informasi yang salah. Situasi ini membuat publik semakin skeptis terhadap semua sumber berita, termasuk media massa konvensional.

Lantas, bagaimana media massa konvensional menghadapi tantangan tersebut? Tentunya, diperlukan sejumlah strategi agar keberadaannya tidak ditinggalkan oleh masyarakat. Salah satu langkah paling utama adalah dengan menjaga dan terus meningkatkan kualitas jurnalistik melalui penyajian liputan mendalam dan investigasi yang memberikan nilai lebih, sesuatu yang tidak dapat ditemukan di media sosial. Selain itu, tetap fokus pada akurasi, kredibilitas, dan integritas berita menjadi kunci untuk menjaga kepercayaan publik.

Media massa juga dapat memanfaatkan media sosial sebagai saluran distribusi untuk memperluas jangkauan berita, mengarahkan audiens ke platform resmi mereka, serta mengembangkan format berita yang lebih singkat, visual, dan mudah dibagikan. Upaya ini dapat meningkatkan interaksi dengan audiens, termasuk kerja sama dengan platform digital seperti Google atau Facebook untuk memonetisasi konten atau mengadakan program berita khusus. Optimalisasi SEO dan pemasaran digital juga penting untuk memperkuat eksistensi media massa di pencarian daring.

Diversifikasi model bisnis juga menjadi langkah strategis bagi media massa konvensional. Penerapan model berbayar atau sistem langganan (subscription) dapat menjadi salah satu solusi. Selain itu, penyelenggaraan acara, podcast, atau newsletter eksklusif dapat menarik minat publik. Media massa juga dapat menciptakan peluang iklan kreatif, seperti iklan berbasis konten atau native advertising yang dirancang agar menyatu dengan berita, sehingga tidak mengganggu pengalaman pembaca.

Media Sosial: pelengkap atau perangkap?

Media massa dan media sosial di jagat maya merupakan dua entitas yang berbeda, namun saling bergandengan erat. Sebagai lembaga pers, media massa terikat dengan tugas dan fungsi pers yang ada di dalamnya, sementara media sosial bersifat lebih bebas dan tidak terikat oleh nilai-nilai jurnalistik yang sama. Meskipun berbeda, kedua jenis media ini sejatinya saling mengisi dan melengkapi dalam penyampaian konten serta informasi kepada publik.

Keterkaitan antara media massa dan media sosial terletak pada saling melengkapi konten. Media sosial kerap kali dipenuhi oleh informasi dan berita yang bersumber dari media massa, sementara media massa juga banyak menggunakan konten dari media sosial sebagai sumber berita.

Menurut Bagir Manan (2015), sah-sah saja bagi media massa untuk menjadikan media sosial sebagai sumber berita, asalkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Media massa juga dapat mengambil pernyataan tokoh dari media sosial, namun tetap harus melakukan pengecekan (konfirmasi) untuk memastikan bahwa akun yang dikutip merupakan akun resmi dari tokoh yang bersangkutan.

Selain itu, pers harus melakukan verifikasi terhadap informasi yang bersumber dari media sosial untuk memastikan kebenarannya. Penting bagi pers untuk selalu mematuhi kewajiban untuk menyajikan "cover both sides" ketika mengambil informasi dari media sosial, dan yang tak kalah penting, pers harus selektif dan bijak dalam memilih serta memilah informasi dari media sosial agar sesuai dengan kode etik jurnalistik yang berlaku, tabik (*)

(Disari dari berbagai sumber)                                                                                 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun